Sukses

Ketua AFPI: Fintech Lending Bukan Pinjol

Pada bulan Mei 2024, industri fintech lending berhasil mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp 874,53 triliun kepada 129 juta penerima pinjaman, dengan outstanding pinjaman sebesar Rp 64,55 triliun dan TKB90 terjaga di tingkat 97,09%.

Liputan6.com, Jakarta Pada bulan Mei 2024, industri fintech lending berhasil mencatatkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp 874,53 triliun kepada 129 juta penerima pinjaman, dengan outstanding pinjaman sebesar Rp 64,55 triliun dan TKB90 terjaga di tingkat 97,09%.

Berkaca dari hal tersebut, adanya literasi keuangan menjadi penting guna memastikan masyarakat terhindar dari risiko kerugian finansial serta dapat membedakan Pinjol dan Fintech Lending.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK menekankan pentingnya literasi keuangan.

“OJK mendukung inisiatif AFPI dalam mengedukasi masyarakat. Dengan memahami perbedaan pinjol dan fintech lending, masyarakat dapat menjadi konsumen yang cerdas dan terhindar dari risiko kerugian finansial,” kata Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar dikutip Selasa (27/8/2024).

AFPI pun sukses menggelar acara Fun Walk dengan tema #MerdekaDariPinjol. Kegiatan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya literasi keuangan, tetapi juga untuk mengedukasi masyarakat tentang perbedaan antara pinjol dan fintech lending yang legal serta bertanggung jawab.

AFPI Fun Walk merupakan pembukaan untuk rangkaian kegiatan AFPI Sport Days yang akan diselenggarakan hingga beberapa bulan ke depan. Rangkaian kegiatan ini akan diisi dengan turnamen mini soccer dan diikuti oleh para pelaku industri fintech lending sebagai peserta yang akan bertanding secara sportif dan kompetitif.

“Melalui kegiatan ini, AFPI ingin memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang industri fintech lending. Fintech lending bukan pinjol," kata Entjik.

"Fintech lending berizin dan diawasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memiliki standar yang ketat dalam melindungi konsumen. Kami berharap masyarakat dapat membedakan antara keduanya dan memilih layanan yang benar-benar aman dan bermanfaat," lanjutnya.

Selain edukasi, acara ini juga menjadi ajang silaturahmi yang hangat bagi seluruh anggota AFPI. Diharapkan kolaborasi yang baik ini dapat terus terjalin untuk memajukan ekosistem industri fintech lending di Indonesia.

 

2 dari 3 halaman

Mengenal Hubungan Ideal Perusahaan Fintech dengan Peminjam Dana

Dalam dunia fintech lending, peran perusahaan tidak semata-mata sebagai pihak yang bertanggung jawab atas gagal bayar peminjam.

Berdasarkan keterangan dari Hendrikus Passagi, mantan Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fintech lending berfungsi sebagai fasilitator, bukan sebagai penjamin atau penanggung risiko.

Hendrikus menyampaikan hal ini dalam persidangan gugatan wanprestasi terhadap TaniFund, di mana ia dihadirkan sebagai ahli. Menurut Hendrikus, di bawah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 22 Tahun 2023, platform peer-to-peer (P2P) lending berperan sebagai mediator yang hanya menyediakan sarana untuk menghubungkan lender (pemberi dana) dengan borrower (peminjam).

“Dalam konteks fintech lending, peran mereka adalah sebagai fasilitator. Artinya, mereka hanya memberikan kemudahan untuk transaksi, bukan menjamin hasilnya,” ungkap Hendrikus ditulis Rabu (14/8/2024).

Hendrikus juga menegaskan bahwa perusahaan fintech lending wajib menyampaikan formulir yang menjelaskan risiko dan manfaat ekonomi dari investasi.

“Perusahaan fintech tidak boleh menjanjikan hasil pasti atau bunga tertentu. Mereka hanya dapat memberikan perkiraan dan harus menjelaskan bahwa ada potensi kerugian,” jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Bandingkan Investasi Pasar Modal

Ia membandingkan dengan investasi di pasar modal, di mana investor harus mematuhi aturan bursa. Jika investor mengalami keuntungan, mereka mendapatkan return, tetapi jika saham turun, mereka mengalami kerugian.

“Ini adalah risiko yang wajar dalam investasi, dan tidak bisa dianggap sebagai wanprestasi,” tambah Hendrikus.

Selain itu, Hendrikus menekankan bahwa fintech P2P lending tidak diperbolehkan untuk menerima dana langsung dari lender. Dana harus dikelola melalui virtual account atau rekening yang sepenuhnya di bawah kendali lender.

“Jika ditemukan bahwa fintech lending menyentuh dana tersebut, OJK berhak mencabut izin operasional mereka,” tegasnya.