Sukses

Sibuk Kerja, Orang Dewasa di 3 Negara Asia Ini Divonis Kurang Gerak

Ketidakaktifan fisik di antara orang dewasa secara global pada 2022 meningkat menjadi 31,3%, dari yang tercatat 26,4% pada tahun 2010.

Liputan6.com, Jakarta - Hampir sepertiga dari populasi orang dewasa di dunia, atau sekitar 1,8 miliar orang tidak mencapai tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan. Hal itu diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah laporan per Juni 2024. 

Prevalensi ketidakaktifan fisik orang dewasa tertinggi terjadi di negara Asia-Pasifik berpendapatan tinggi (48%), yang meliputi Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Negara-negara tersebut notabene adalah negara maju.

Dilansir dari CNBC International, Kamis (29/8/2024) standar WHO menetapkan bahwa 150 menit aktivitas intensitas sedang, 75 menit aktivitas intensitas kuat, atau setara dengan aktivitas fisik per minggu direkomendasikan untuk orang dewasa.

Orang-orang pada umumnya menjadi kurang aktif sejak 2000, karena ketidakaktifan fisik di antara orang dewasa secara global pada 2022 meningkat menjadi 31,3%, dari yang tercatat 26,4% pada 2010 dan 23,4% pada 2000, menurut studi WHO yang didasarkan pada 507 survei di 163 negara dan wilayah.

Hal ini sebagian dapat dijelaskan oleh adopsi teknologi yang besar dalam beberapa dekade terakhir.

"Orang-orang semakin banyak bekerja menggunakan perangkat elektronik, komputer, (dan) sering kali tidak banyak bergerak karena mereka lebih banyak mengirim email daripada melakukan percakapan fisik, jadi kita tidak banyak bepergian di antara rapat," kata Fiona Bull, Kepala unit aktivitas fisik WHO.

Asia Selatan

Fenomena ini juga terjadi di negara kawasan Asia Selatan (45%), yang meliputi Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, India, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka.

"Asia mencakup sekitar 30% dari populasi dunia, tetapi kita menanggung hampir 50% beban penyakit dunia. Kita memiliki lebih banyak penderita diabetes, kita memiliki lebih banyak pasien kanker, kita memiliki lebih banyak pasien kardiovaskular daripada di tempat lain di dunia," ungkap Abrar Mir, salah satu pendiri Quadria Capital.

Laporan yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Global Health juga mengungkapkan, bahwa rata-rata populasi perempuan flobal menunjukkan ketidakaktifan fisik yang lebih tinggi (34%) dibandingkan dengan laki-laki (29%).

Kesenjangan ini paling menonjol di wilayah Asia Selatan, di mana ketidakaktifan fisik di kalangan perempuan 14 poin persentase lebih tinggi daripada laki-laki.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Faktor Ketersediaan Waktu dan Kesempatan

Tingkat aktivitas fisik ditentukan oleh serangkaian faktor. Fiona membeberkan, hal itu mencakup motivasi pribadi, ketersediaan waktu, serta faktor sosial dan lingkungan seperti kebiasaan orang-orang di sekitar kita atau bahkan suhu dan iklim suatu wilayah.

"Perempuan memiliki banyak peran. Mereka masih menanggung beban terbesar dalam mengurus keluarga dan rumah, yang berarti mereka memiliki lebih sedikit waktu, (terutama jika mereka) juga bekerja," kata Bull.

"Dan tentu saja, bagi sebagian populasi, khususnya perempuan dan orang dewasa yang lebih tua ... itu bisa jadi nilai-nilai budaya dan sosial," imbuhnya.

Ia lebih lanjut mengungkapkan, kunci untuk menjadi lebih aktif adalah melakukan hal-hal yang diminati. 

Pada anak-anak dan remaja, mungkin ada tekanan untuk fokus pada akademis, sehingga menyisakan lebih sedikit waktu untuk berolahraga, dan beberapa kebiasaan ini dapat berlanjut hingga dewasa.

Maka dari itu, menurutnya, tanggung jawab berada di tangan pemerintah suatu negara untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan sumber daya untuk memprioritaskan dan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Penting bagi pemerintah untuk menyediakan dana yang diperlukan untuk menciptakan dan memelihara ruang publik yang aman, bersih, terang, dan mudah diakses bagi masyarakat setempat untuk digunakan berolahraga, jelas dia.

3 dari 3 halaman

Aktif Secara Fisik dapat Mengurangi Risiko Demensia

Menjadi aktif secara fisik juga dapat mengurangi risiko timbulnya demensia, menurut Bull.

Demensia saat ini merupakan penyebab utama kematian di antara orang dewasa yang lebih tua, dan karena populasi lansia global terus bertambah.

Jumlah orang yang hidup dengan demensia diperkirakan akan mencapai 78 juta pada tahun 2030, menurut WHO.

"Aktivitas fisik mencegah penyakit kronis tertentu dan meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan yang positif,” kata Bull. Dari meningkatkan suasana hati dan kognisi, hingga meningkatkan pembelajaran di antara anak-anak, mendapatkan aktivitas fisik yang cukup sangat penting untuk menjadi sehat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.