Sukses

Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi hingga 8%, Kementerian Investasi: Beban Bersama

Pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran menghadapi tantangan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan investasi yang sangat besar.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 7-8 persen. Guna mencapai angka tersebut dibutuhkan realisasi investasi senilai Rp 1.900 - 2.000 triliun.

Wakil Menteri Investasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal  (BKPM ) Yuliot Tanjung mengatakan, target pertumbuhan ekonomi dan investasi tersebut menjadi beban bersama. Lantaran Pemerintahan Prabowo harus kerja keras, karena angka ini berada di atas target 2024 yang sebesar Rp1.650 triliun. Angka tersebut merupakan target yang cukup besar yang harus dicapai pada 2024 untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional sekitar 5 sampai 5,5 persen pada tahun ini.

"Alhamdulillah pada Januari sampai dengan Juni dari atau semester 1 2024 pertumbuhan perekonomian kita berada pada angka 5,03 persen, ini merupakan capaian yang sangat luar biasa ini kedua tertinggi setelah capaian pertumbuhan yang ada di India," kata Yuliot dalam acara Central Banking Services Festival 2024 Bank Indonesia, Rabu (28/8/2024).

Adapun ke depan pemerintahan Prabowo-Gibran sudah merencanakan target pertumbuhan perekonomian rata-rata sebesar 7-8 persen. Dia menuturkan, jika pertumbuhan perekonomian ditargetkan 7-8 persen pada pemerintahan yang akan datang berarti untuk menunjang pertumbuhan tersebut tidak lain adalah bagaimana menggenjot kegiatan investasi.

"Ini menurut perhitungan kami, kita sudah melakukan asesmen pada tahun 2025 yang akan datang target realisasi investasi adalah sebesar Rp1.900-2.000 triliun," ujar dia.

Maka dari target investasi 2024 ke 2025 naik sebesar 16 persen. Hal itu menjadi tantangan dan beban Pemerintahan baru untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan investasi yang sangat besar.

"Jadi, kalau pertumbuhan dari target pada tahun 2024 ini berarti sekitar 16 persen. Jadi, tidak ada sektor perekonomian yang rata-rata pertumbuhan dua digit ini merupakan beban kita bersama," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Pertumbuhan Ekonomi Stagnan?

Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan selama 10 tahun terakhir. Ini merujuk pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal Taufikurahman menyampaikan kebijakan infrastruktur yang dibangun Jokowi cenderung lambat dalam memberikan dampak ekonomi. Alhasil, realisasi pertumbuhan ekonomi berada bada angka yang tidak terlalu signifikan.

"Realisasi pertumbuhan ekonomi selama satu dekade stagnan di bawah target. Selama ini pun pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga," kata Rizal dalam diskusi Indef bertajuk Evaluasi 10 Tahun Jokowi Bidang Ekonomi, Selasa (27/8/2024).

Dia mencatat, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar hampir 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dia menilai, tren pertumbuhannya pun dibawah angka pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi maka setidaknya konsumsi rumah tangga harus di atas itu," ujarnya.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Tantangan Pandemi COVID-19

Pada periode kedua Presiden Jokowi, dia mengatakan ada tantangaj pandemi Covid-19 yang mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan ekstra. Seperti penyesuaian fiskal dan mengucurkan bantuan sosial (bansos) dalam jumlah yang besar.

"Harapannya dorongan fiskal cukup besar terhadap dampak kinerja pertumbuhan ekonomi, tapi sayangnya kalau kita lihat data konsumsi rumah tangga (periode) kedua ini selalu di bawah," ucapnya.

Di sisi lain, Rizal menyoroti soal kinerja ekspor-impor. Dalam 10 tshun terkahir dia mengatskan tingkat ekspor Indonesia mengalami penurunan, sekalipun naik, angka impor pun ikut meningkat.

"Ini menunjukkan perdagangan atau daya saing kita untuk produk kita di pasar global ini jadi banyak tantangan yang saya kira berpengaruh pada daya saing. Ditambah impor barang yang mesti bahan baku untuk mendorong kinerja industri tapi sayangnya impor meningkat bukan untuk mayoritas bahan baku industri untuk perbaikan kinerja dan daya saing," bebernya.

4 dari 4 halaman

Terjebak Middle Income Trap

Rizal menyampaikan, selama pemerintahan Jokowi, sektor ekonomi dihadapkan dengan berbagai tantangan. Pada akhirnya, mempengaruhi indikator ekonomi yang juga beragam.

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata berada di angka 5 persen. Namun, dia bilang, angka ini belum cukup membuat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.

"Angka ini belum mampu mencapai target ambisius yang diharapkan untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah," kata Rizal.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini