Sukses

Omzet Ritel Modern Sentuh Rp 700 Triliun, Penopangnya Kelas Menengah

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang mal atau pusat perbelanjaan ritel modern di Jakarta tak kalah dari mal di San Fransisco, Amerika Serikat (AS).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyinggung pendapatan yang dikumpulkan sektor ritel modern di Indonesia. Angkanya mencapai Rp 700 triliun dari berbagai pelaku usaha.

Angka ini sebelumnya disampaikan Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah. Ini dinilai jadi bukti kuatnya perdagangan domestik.

"Saya ingin menyampaikan bahwa ritel di Jakarta ini memang tadi Pak Budi mengatakan omzet yang ada di ruangan ini Rp 700 triliun. Jadi ini adalah sebuah angka yang besar," kata Menko Airlangga dalam Indonesia Retail Summit 2024, di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Dia mengatakan, ini sejalan dengan data yang dikumpulkan Bank Dunia yang menunjukkan pertumbuhan sektor ritel Indonesia lebih tinggi dari peetumbuhan ekonomi. Bahkan, tingkat komponen pertumbuhan secara tahunan mencapai 12 persen.

"Berdasarkan dari laporan World Bank itu pertumbuhan sektor konsumsi atau ritel di Indonesia itu secara rata-rata sejak tahun 2022 itu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Jadi komponen annual growth sektor retail adalah 12 persen," katanya.

Ini turut ditopang dengan kualitas pusat perbelanjaan atau mal di Indonesia yang disebut lebih baik dari negara lain. Bahkan, Menko Airlangga bilang mal di Jakarta tak kalah dari mal di San Fransisco, Amerika Serikat (AS).

"Kita tahu kalau mall di Indonesia lebih baik dari berbagai mall di global termasuk di San Fransisco. Jadi kita harus tepuk tangan kepada peritel. Di berbagai negara lain, kita lihat tidak semodern yang ada di Indonesia, wabil khusus ada di Jakarta," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ditopang Kelas Menengah

Menko Airlangga menyampaikan juga, pendapatan mal itu ikut disumbang oleh kelompok masyarakat kelas menengah. Khusus Jakarta, dia mencatat banyak kelompok kelas menengah tersebut.

"Kenapa di Jakarta kuat, karena income per kapita di Jakarta sudah lewat Dari middle income trap, rata-rata pendapatan di Jakarta itu 20.000 dolar (AS) per tahun," katanya.

Banyaknya kelas menengah di Jakarta itu mendorong pertumbuhan jumlah mal. Dia bilang, jumlah mal di suatu wilayah bisa jadi cerminan pendapatan perkapita wilayah tersebut.

"Sebetulnya kalau kita monitor itu pertumbuhan ekonomi itu relatif kita bisa monitor, jenis retail apa yang ada di kota itu sudah bisa mencerminkan berapa level income per kapita," ujarnya.

"Berapa jumlah Alfamart, berapa jumlah Indomaret, berapa jumlah ace hardware, berapa jumlah rumah kita itu menjadi indikator-indikator ekonomi nasional. Berapa outlet daripada iBox itu juga menjadi indikator daya beli ritel kita," sambung Menko Airlangga.

3 dari 4 halaman

Pengusaha Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12%

Ketua Umum Himpunan dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengeluarkan unek-uneknya terkait rencana pemerintah menaikkan tarif PPN 12 persen. Untuk diketahui, kenaikan tarif PPN ini sudah ditetapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan kemudian akan dijalankan oleh Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. 

Budihardjo pun meminta pemerintah terpilih mendatang tidak menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen. Hal ini karena akan sangat membebani pengusaha di tengah pelemahan daya beli masyarakat terutama kelas menengah.

"Hippindo akan terus bermitra dengan pemerintah jadi mitra yang aktif, menaikkan penjualan di dalam negeri, membantu menaikkan pajak dengan menaikkan omzet, omzetnya dinaikkan, bukan PPN-nya," ujar Budi dalam acara Indonesia Retail Summit di Swissotel Jakarta PIK Avenue, Rabu (28/8/2024)

Dia menjelaskan dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen dalam jangka menengah berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat. Terutama untuk kelompok kelas menengah.

"Dampak nya sendiri memang tidak bersifat jangka pendek. Tapi dalam waktu jangka menengah itu ada pengaruh (kenaikan PPN 12 persen)," beber dia.

Pihaknya khawatir dampak kenaikan PPN ini akan membatasi konsumsi masyarakat untuk berbelanja di sektor ritel. Menyusul, adanya potensi penurunan daya beli akibat kenaikan PPN.

 

4 dari 4 halaman

Insentif

Untuk itu, dia meminta pemerintahan terpilih selanjutnya agar menunda kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Jika terpaksa dinaikkan, dia berharap pemerintah memberikan insentif bagi kelas menengah.

"Kalau nggak bisa ditunda, tambahan 12 persen (PPN) itu bisa dikembalikan ke meningkatkan daya beli. Misalnya program kesehatan,atau program rakyat bawa untuk stimulus ekonomi dari uang tambahan itu," ungkap dia.

Di kesempatan yang sama, Menko Airlangga mengaku akan mempelajari usulan dari pelaku usaha tersebut. Namun, dia tidak bersedia menjawab apakah pemerintah akan menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen di tahun depan.

"Nanti kita pelajari," singkat dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.