Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha PT Sarana Riau Ventura di Riau. Hal ini seiring Perseroan tidak memenuhi rencana pemenuhan tingkat kesehatan keuangan.
Pembekuan kegiatan usaha PT Sarana Riau Ventura tertuang dalam surat nomor S-45/PL.1/2024 pada 19 Agustus 2024 perihal pembekuan kegiatan usaha. Hal itu berupa larangan untuk melakukan kegiatan usaha berupa penyaluran investasi dan/atau penyertaan baru, menjual sebagian atau seluruh aset, dan/atau mengalihkan liabilitas perusahaan kepada LJKNB dan/atau pihak terkait, menerbitkan surat utang dan melakukan penggabungan (merger) atau peleburan (konsolidasi) dengan LJKNB sejenis lainnya.
Baca Juga
OJK menyatakan pembekuan kegiatan usaha Sarana Riau Ventura disebabkan karena perusahaan tidak memenuhi ketentuan pasal 59 ayat (11) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2015 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan modal ventura yang menyatakan PMV atau PMVS wajib melaksanakan rencana pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni melaksanakan rencana pemenuhan tingkat kesehatan keuangan.
Advertisement
Koperasi Tak Berizin Bakal Disikat OJK-Kemenkop UKM
Sebelumnya,Kementerian Koperasi dan UKM tak segan-segan menindak tegas koperasi yang berjalan tanpa izin. Maka, peran pengawas koperasi menjadi penting untuk melakukan pemantauan.
“Kualitas pengawas koperasi sejalan dengan kualitas pengawasan,” ucap Deputi Bidang Perkoperasian Ahmad Zabadi dalam keterangannya, Jumat, 9 Agustus 2024.
Zabadi mengatakan, saat ini, jumlah Jabatan Fungsional Pengawas Koperasi (JFPK) di seluruh Indonesia mencapai 1.732 orang dengan 82,67 persen di antaranya berasal dari proses penyetaraan yang didominasi Ahli Muda. Adapun spektrum tugas pengawasan meliputi pembinaan, kepatuhan, pencegahan, hingga penindakan.
Zabadi meminta pengawas koperasi tadi berani untuk menindak penyelewengan yang terjadi olh koperasi di daerah. Misalnya, penyegelan dan/atau penutupan kantor terhadap Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) nakal.
Simpan Pinjam
Utamanya yang menjalankan usaha simpan pinjam tanpa memiliki izin dan menghimpun dana masyarakat. Selain itu, menjalankan praktik jasa keuangan seperti gadai, pinjaman online, dan hal serupa lainnya.
“Selain itu, diharapkan pengawasan juga terarah pada KSP/KSPPS yang memberikan bunga pinjaman di atas 24 persen per tahun, yang menyalahi aturan pada Pasal 27 ayat (3) Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi,” kata Zabadi.
Hal ini sebagai bentuk perlindungan kepada anggota, dengan memastikan mereka dapat mengakses layanan koperasi secara adil tanpa diskriminasi berdasarkan kemampuan finansial maupun hal lainnya. Pun agar tidak menghianati semangat kehadiran KSP/KSPPS itu sendiri yakni untuk memberikan permodalan atau pembiayaan yang mudah dan terjangkau.
Advertisement
Pengawasan Model Koperasi
Sementara itu, Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua, Darwisman, menyambut baik langkah penguatan pengawasan koperasi yang dilakukan oleh Kemenkop UKM.
Darwisman menggarisbawahi agar jalinan kerja sama kedua instansi dipererat. Terlebih setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
“Regulasi ini mengamanatkan kewenangan mengatur, mengawasi, dan melindungi Koperasi Sektor Jasa Keuangan (koperasi open loop) kepada OJK, sedangkan koperasi yang hanya melayani anggotanya (koperasi close loop) oleh KemenKopUKM,” kata Darwisman.
Pelaksanaan amar dari regulasi tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bersama Kementerian Koperasi dan UKM dengan OJK. Kedua instansi harus terus berkoordinasi, berkolaborasi, dan bersinergi guna melindungi kepentingan masyarakat Indonesia.
OJK Buru Penipuan Online, Bank Diminta Ikut Masuk Satgas Anti Scam Center
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membentuk satuan tugas (satgas) dalam memberantas penipuan online (scam). Satgas Anti Scam Center nantinya akan melibatkan para pelaku jasa keungan seperti bank.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan pihaknya masih menggodok formula yang tepat dalam pelaksanaan satgas itu. Dipastikannya, lembaga jasa keuangan akan diminta terlibat.
"Belum, masih proses karena ini adalah upaya kita bersama untuk seluruh kementerian lembaga tapi juga melibatkan industri jasa keuangan. Jadi kita sedang formulasikan dengan lebih baik lagi," ucap Mahendra, ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Beberapa hal yang tengah digodok adalah soal postur anggota Satgas Anti Scam Center itu. Termasuk pada jenis platform atau wadah yang nantinya akan dibentuk.
"Platformnya itu yang kita harus kembangkan dengan baik, dari segi investasinya, tapi juga dari segi semua, sebanyak mungkin dari lembaga jasa keuangannya ikut serta, sehingga bisa efektif untuk melihat risiko yang bisa terjadi di antara lembaga jasa keuangan," paparnya.
Kasus Penipuan Online
Dia menyadari, penindakan kasus penipuan online atau scam ini masih dilakukan secara mandiri oleh bank yang terkait saja. Sementara itu, kasus serupa bisa terjadi lagi di bank yang lainnya.
Melalui dibentuknya satgas ini, diharapkan penindakan akan bisa dilakukan secara menyeluruh. Pasalnya, setiap pelaku usaha jasa keuangan ikut terlibat di dalamnya.
"Jadi kalau sudah pindah ke kiri, pindah ke kanan, hilang lagi. Lalu mesti approach lagi kepada yang kanannya, kepada yang kirinya. Nah ini bisa melakukan pendekatan sekaligus untuk berbagai lembaga jasa keuangan yang berbeda," ungkapnya.
"Tapi untuk itu, tentu kita harus dapet dukungan dan keikutsertaan penuh dari semua lembaga jasa keuangan, dan juga pada judulannya, otoritas dari lembaga, kementerian lembaganya," Mahendra Siregar menambahkan.
Advertisement