Sukses

Menko Airlangga Kritik Bos Ritel, Produk UMKM Ditaruh di Pojokan

Menko Airlangga enggan jika produk UMKM dipajang di pojok-pojok pusat perbelanjaan. Khawatirnya, hal itu tidak menguntungkan bagi produk UMKM lokal.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta para pengusaha ritel untuk memberikan dukungan terhadap produk lokal. Dia meminta produk-produk UMKM lokal diberikan akses yang mudah ke pengunjung.

Mulanya, Menko Airlangga berbicara soal kontribusi masyarakat kelas menengah yang mendorong pertumbuhan sektor ritel moderen. Menyusul sejumlah bantuan pemerintah dalam menjaga daya beli kelas menengah itu, dia meminta pengusaha ritel tak melupakan produk UMKM.

"Pemerintah sudah taking care (jaga daya beli kelas menengah) makanya sisanya di liquid to the entrepreneurs, tetapi entrpreneurs juga saya minta juga untuk mengingat UMKM," pinta Menko Airlangga dalam Indonesia Retail Summit 2024, di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Dia mengatakan, penempatan dari produk UMKM di toko ritel atau di mal menjadi penting. Pasalnya, hal itu jadi salah satu penentu pendapatan UMKM.

Menko Airlangga enggan jika produk UMKM malah disimpan di pojok-pojok pusat perbelanjaan. Khawatirnya, hal itu tidak menguntungkan bagi produk UMKM lokal.

"Karena UMKM penting untuk mendapatkan tempat karena tentu bagi produk disini untuk ritel tiap produk posiition itu penting, position-nya kalau di ujung-ujung belakang atau di lantai 3-4 atau lantai-lantai pojok tentu trafiknya terbatas," ujarnya.

"Jadi harus asa keberpihakan alokasi untuk para UMKM ini perlu ada keberpigakan karena kita lihat didalam situasi secara nasional kita tidak ingin mendapatkan yang namanya Chilean Paradox, kekayaan bertumpuk di atas, banyak landlord dan yang lain middle class-nya tipis," beber Menko Airlangga.

Chilean Paradox yang disinggung Menko Airlangga merujuk pada kondisi saat pertumbuhan ekonomi berjalan tinggi. Namun, hal itu tidak dibarengi dengan memperhatikan kepentingan kelas menengah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Omzet Bos-Bos Ritel Tembus Rp 700 Triliun

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyinggung pendapatan yang dikumpulkan sektor ritel moderen di Indonesia. Angkanya mencapai Rp 700 triliun dari berbagai pelaku usaha.

Angka ini sebelumnya disampaikan Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah. Ini dinilai jadi bukti kuatnya perdagangan domestik.

"Saya ingin menyampaikan bahwa ritel di Jakarta ini memang tadi pak Budi mengatakan omzet yang ada di ruangan ini Rp 700 triliun. Jadi ini adalah sebuah angka yang besar," kata Menko Airlangga dalam Indonesia Retail Summit 2024, di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Dia mengatakan, ini sejalan dengan data yang dikumpulkan Bank Dunia yang menunjukkan pertumbuhan sektor ritel Indonesia lebih tinggi dari peetumbuhan ekonomi. Bahkan, tingkat komponen pertumbuhan secara tahunan mencapai 12 persen.

"Berdasarkan dari laporan World Bank itu pertumbuhan sektor konsumsi atau ritel di Indonesia itu secara rata-rata sejak tahun 2022 itu lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Jadi komponen annual growth sektor retail adalah 12 persen," katanya.

Ini turut ditopang dengan kualitas pusat perbelanjaan atau mal di Indonesia yang disebut lebih baik dari negara lain. Bahkan, Menko Airlangga bilang mal di Jakarta tak kalah dari mal di San Fransisco, Amerika Serikat (AS).

"Kita tahu kalau mall di Indonesia lebih baik dari berbagai mall di global termasuk di San Fransisco. Jadi kita harus tepuk tangan kepada peritel. Di berbagai negara lain, kita lihat tidak semodern yang ada di Indonesia, wabil khusus ada di Jakarta," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Ditopang Kelas Menengah

Menko Airlangga menyampaikan juga, pendapatan mal itu ikut disumbang oleh kelompok masyarakat kelas menengah. Khusus Jakarta, dia mencatat banyak kelompok kelas menengah tersebut.

"Kenapa di Jakarta kuat, karena income per kapita di Jakarta sudah lewat Dari middle income trap, rata-rata pendapatan di Jakarta itu 20.000 dolar (AS) per tahun," katanya.

Banyaknya kelas menengah di Jakarta itu mendorong pertumbuhan jumlah mal. Dia bilang, jumlah mal di suatu wilayah bisa jadi cerminan pendapatan perkapita wilayah tersebut.

"Sebetulnya kalau kita monitor itu pertumbuhan ekonomi itu relatif kita bisa monitor, jenis retail apa yang ada di kota itu sudah bisa mencerminkan berapa level income per kapita," ujarnya.

"Berapa jumlah Alfamart, berapa jumlah Indomaret, berapa jumlah ace hardware, berapa jumlah rumah kita itu menjadi indikator-indikator ekonomi nasional. Berapa outlet daripada iBox itu juga menjadi indikator daya beli ritel kita," sambung Menko Airlangga.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.