Liputan6.com, Jakarta - Kepala negara dan tamu kehormatan acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 akan mengikuti jamuan makan malam atau gala dinner di Kawasan Monumen Nasional (Monas) pada 5 September 2024.
Diperkirakan sekitar 5.000 peserta akan menghadiri ISF 2024, menjadikannya perhelatan aksi iklim terbesar kedua di kawasan Asia-Pasifik setelah COP29 di Baku, Azerbaijan.
Baca Juga
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin menjelaskankawasan , Monas dipilih menjadi tempat jamuan makan malam delegasi ISF 2024 karena Monas ni merefleksikan nilai-nilai luhur sejarah kebangkitan Indonesia.
Advertisement
Sekitar 500 tamu VIP akan menikmati hiburan berupa video mapping, yaitu sebuah atraksi pencahayaan yang menggunakan proyektor untuk menampilkan gambar animasi atau video, yang akan diproyeksikan ke dinding Monas bagian plaza barat.
"Di tengah tantangan global saat ini, semangat kolaborasi menjadi sangat penting untuk mewujudkan aksi dan inovasi yang diharapkan muncul di ISF 2024," ujar Rachmat di Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyatakan bahwa gala dinner ISF 2024 akan menjadi acara yang megah sekaligus hangat untuk menyambut para tamu undangan.
"Kami berharap agar seluruh tamu undangan yang hadir pada ISF 2024 tidak hanya sekadar menghadiri acara ini, tetapi juga dapat merasakan kehangatan budaya Indonesia yang akan ditampilkan melalui gala dinner ini," ujar Shinta.
Â
Sejarah Monas
Sebagai informasi, Monas yang terletak di depan Istana Merdeka mulai dibangun pada tahun 1961 di bawah pemerintahan Presiden Soekarno. Adapun, kawasan Monas pada 1975 dikembangkan oleh oleh Presiden Soeharto.
Secara rinci, tugu setinggi 132 meter ini dihiasi pahatan lidah api berlapis emas. Emas dipilih sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam melawan penjajah.
Gagasan untuk membangun Monumen Nasional ini muncul tak lama setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.
Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sangat menginginkan sebuah monumen yang dapat menggambarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia seperti halnya Menara Eiffel di Paris, yang menjadi kebanggaan rakyat Prancis. Pada tahun 1955, sebuah komite nasional dibentuk untuk merencanakan pembangunan monumen ini.
Pada tahun 1958, diadakan sayembara desain untuk Monas. Dari berbagai usulan yang masuk, akhirnya desain arsitek Friedrich Silaban dan R.M. Soedarsono terpilih.
Desain mereka dianggap paling mewakili karakteristik nasionalisme dan perjuangan bangsa. Pembangunan Monas dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961, bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-16. Pembangunan monumen ini dilakukan secara bertahap dan terbagi menjadi tiga fase.
Â
Advertisement
Lingga dan Yoni
Monas memiliki berbagai elemen desain yang sarat makna simbolis. Struktur utamanya berbentuk lingga dan yoni, yang merupakan simbol kuno dalam kebudayaan Indonesia yang melambangkan keseimbangan antara laki-laki dan perempuan, sekaligus simbol kesuburan.
Tugu berbentuk obelisk setinggi 117 meter berdiri di atas pelataran setinggi 17 meter, sehingga total tinggi Monas adalah 132 meter. Tinggi Monas ini juga melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945.