Sukses

Aturan Pembatasan Beli BBM Pertalite Terbit Minggu Depan, Simak Bocorannya

Pemerintah berencana melakukan pembatasan BBM Subsidi seperti Pertalite dan Solar. Lantas, kapan dimulai?

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menerbitkan aturan baru untuk penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi agar penyalurannya bisa lebih tepat sasaran.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Rachmat Kaimudin mengungkapkan bahwa ada rencana realokasi subsidi BBM Pertalite untuk memastikan penyaluran yang berkualitas.

"Memang ada rencana kita untuk realokasi subsidi BBM. Kita bukan melakukan pembatasan (BBM bersubsidi) ini sebenarnya untuk mendorong penyediaan subsidi BBM yang berkualitas," ungkap Rachmat dalam Public Discussion Youth Energy Council (YEC) di Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Rachmat lebih lanjut menyebutkan bahwa dana subsidi BBM tersebut akan dialihkan untuk memproduksi BBM yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan.

"Rencananya, mudah-mudahan minggu depan peraturannya keluar, kita bisa melakukan sosialisasi," bebernya.

Harga BBM Tak Naik

Ia pun menegaskan bahwa langkah ini bukan berarti akan menaikkan harga BBM.

"Kita tidak mau menaikkan harga BBM, kita akan tetap memberikan subsidi agar lebih tepat sasaran dan juga pemakainya lebih wajar. Ini untuk memperbaiki kualitas BBM, karena nantinya mungkin akan digunakan untuk hal lain juga," jelas Rachmat.

Rachmat mencatat bahwa penyaluran BBM bersubsidi saat ini tidak tepat sasaran, di mana 60% bensin bersubsidi dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.

"80-95% penyaluran BBM bersubsidi saat ini belum tepat sasaran," terang Rachmat dalam paparannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menteri ESDM Pangkas Volume BBM Subsidi di 2025

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa volume BBM subsidi, yakni minyak tanah dan solar, akan mengalami penurunan pada 2025.

Dalam asumsi dasar sektor ESDM pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, total volume BBM subsidi untuk minyak tanah dan solar disepakati sebesar 19,41 juta kiloliter (kl). Angka ini turun dibandingkan dengan alokasi pada APBN 2024 yang sebesar 19,58 juta kl.

"Penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi pada tahun 2025 agar lebih tepat sasaran," ujar Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (27/8/2024).

Bahlil menyatakan bahwa dalam pandangan dan kajian tim Kementerian ESDM bersama Pertamina, ditemukan bahwa masih ada langkah-langkah yang perlu dimitigasi agar penyaluran BBM subsidi betul-betul tepat sasaran.

"Dan ketika subsidi ini tepat sasaran, maka akan melahirkan efisiensi. Langkah-langkah ini akan kami lakukan. Jadi, jangan lagi mobil-mobil mewah memakai barang subsidi," tegas Bahlil.

Data Pemakaian Solar

Merujuk catatan Kementerian ESDM, realisasi pemakaian minyak tanah dan solar hingga Juli 2024 tercatat sebesar 10,28 juta kl, dengan rincian masing-masing 0,29 juta kl untuk minyak tanah dan 9,99 juta kl untuk solar. Secara proyeksi (outlook), pemakaian BBM subsidi hingga akhir tahun diperkirakan akan lebih kecil dari alokasi 19,58 juta kl, yaitu sebesar 18,19 juta kl.

Lebih lanjut, Bahlil juga menyampaikan bahwa nilai kompensasi yang diberikan untuk Solar subsidi (CN 48) pada 2025 akan tetap sama seperti tahun ini.

"Subsidi untuk solar yang disepakati adalah Rp 1.000 per liter, sama dengan subsidi tahun 2024. Jadi, tidak ada perubahan," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Volume LPG

Selain BBM subsidi, Kementerian ESDM juga menyepakati volume penyaluran LPG bersubsidi, atau LPG 3 kg, pada 2025 sebesar 8,17 juta metrik ton. Jumlah ini naik dibandingkan dengan alokasi di APBN 2024 yang sebesar 8,03 juta metrik ton.

Bahlil menjelaskan bahwa peningkatan ini didorong oleh permintaan LPG 3 kg yang terus meningkat dari masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah terus mendorong pemanfaatan jaringan gas (jargas) sekaligus membangun industri LPG di Indonesia.

"Memang problemnya adalah bahan baku C3 dan C4. Tapi, kami sedang berkoordinasi dengan SKK Migas dan Pertamina untuk mencari solusi terkait hal ini," pungkas Bahlil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini