Sukses

Rupiah Menguat Hari Ini 29 Agustus 2024, Apa Pendorongnya?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan bergerak di kisaran 15.380-15.460 pada perdagangan Kamis, 29 Agustus 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melesat pada perdagangan Kamis (29/8/2024). Hal ini di tengah pasar menanti data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat (AS).

Mengutip Antara, pada awal sesi perdagangan Kamis pagi ini, rupiah menguat tujuh poin atau 0,05 persen menjadi 15.415 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya 15.422 per dolar AS.

“Rupiah masih mendapatkan dukungan dari ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS pada September,” ujar Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra.

Ariston mengatakan, malam ini dan besok malam, pelaku pasar menantikan data ekonomi AS yang akan mengonfirmasi ekspektasi pemangkasan tersebut terutama besaran pemangkasan yaitu data PDB dan data indikator inflasi AS PCE Price Index. Ekspektasi pemangkasan tersebut masih memberikan tekanan ke dolar AS.

"Dengan pola pergerakan rupiah dan sentimen pemangkasan yang masih berlangsung saat ini, rupiah masih berpeluang menguat terhadap dolar AS hari ini," kata dia.

Ariston prediksi, potensi penguatan nilai tukar rupiah ke arah 15.380 per dolar AS dengan potensi resisten di kisaran 15.460 per dolar AS.

2 dari 5 halaman

BI Ramal Ekonomi RI Tumbuh Kisaran 4,7%-5,5% Tahun Depan

Di dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan akan berkisar 4,7 sampai dengan 5,5 persen.

Angka ini tak beranjak jauh dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua 2024 yakni sebesar 5,05 persen secara tahunan (yoy).

Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, Ibrahim mengingatkan, pemerintah perlu meningkatkan konsumsi rumah tangga.

Hal ini disebabkan telah berakhirnya faktor musiman, seperti hari besar keagamaan nasional (HBKN) dan dampak pelaksanaan pemilu pada semester pertama  2024, jelasnya.

Selain itu, Proyek Strategis Nasional (PSN) dapat meningkatkan investasi, khususnya investasi swasta. Kenaikan stimulus fiskal dari 2,3 persen menjadi 2,7 persen dari PDB diharapkan juga dapat secara efektif memberikan dampak pengganda terhadap perekonomian.

3 dari 5 halaman

Permintaan Domestik jadi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi RI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu terakhir juga ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan meningkatnya kinerja ekspor.

Adapun sisi pengeluaran, di mana konsumsi rumah tangga sebagai kontributor utama tumbuh sebesar 4,93 persen (yoy) didorong periode libur hari besar keagamaan dan libur sekolah yang lebih panjang. 

Kemudian, pemerintah berusaha menjaga daya beli masyarakat dengan mengendalikan inflasi, menaikkan gaji aparatur sipil negara (ASN), memberikan gaji ke-13 dengan tunjangan kinerja 100 persen, serta menciptakan lapangan kerja baru yang lebih besar di awal tahun 2024 sebesar 3,55 juta.

Sementara, konsumsi pemerintah tumbuh positif sebesar 1,42 persen terutama didukung oleh penyerapan belanja modal dan belanja barang, masing-masing sebesar 39,5 persen dan 6,1 persen. 

 

 

4 dari 5 halaman

10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Pertumbuhan Ekonomi Stagnan?

Sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan selama 10 tahun terakhir. Ini merujuk pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal Taufikurahman menyampaikan kebijakan infrastruktur yang dibangun Jokowi cenderung lambat dalam memberikan dampak ekonomi. Alhasil, realisasi pertumbuhan ekonomi berada bada angka yang tidak terlalu signifikan.

"Realisasi pertumbuhan ekonomi selama satu dekade stagnan di bawah target. Selama ini pun pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga," kata Rizal dalam diskusi Indef bertajuk Evaluasi 10 Tahun Jokowi Bidang Ekonomi, Selasa (27/8/2024).

Dia mencatat, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar hampir 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dia menilai, tren pertumbuhannya pun dibawah angka pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi maka setidaknya konsumsi rumah tangga harus di atas itu," ujarnya.

Pada periode kedua Presiden Jokowi, dia mengatakan ada tantangaj pandemi Covid-19 yang mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan ekstra. Seperti penyesuaian fiskal dan mengucurkan bantuan sosial (bansos) dalam jumlah yang besar.

"Harapannya dorongan fiskal cukup besar terhadap dampak kinerja pertumbuhan ekonomi, tapi sayangnya kalau kita lihat data konsumsi rumah tangga (periode) kedua ini selalu di bawah," ucapnya.

Di sisi lain, Rizal menyoroti soal kinerja ekspor-impor. Dalam 10 tshun terkahir dia mengatakan, tingkat ekspor Indonesia mengalami penurunan, sekalipun naik, angka impor pun ikut meningkat.

 

 

5 dari 5 halaman

Terjebak Middle Income Trap

"Ini menunjukkan perdagangan atau daya saing kita untuk produk kita di pasar global ini jadi banyak tantangan yang saya kira berpengaruh pada daya saing. Ditambah impor barang yang mesti bahan baku untuk mendorong kinerja industri tapi sayangnya impor meningkat bukan untuk mayoritas bahan baku industri untuk perbaikan kinerja dan daya saing," bebernya.

Rizal menyampaikan, selama pemerintahan Jokowi, sektor ekonomi dihadapkan dengan berbagai tantangan. Pada akhirnya, mempengaruhi indikator ekonomi yang juga beragam.

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata berada di angka 5 persen. Namun, dia bilang, angka ini belum cukup membuat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.

"Angka ini belum mampu mencapai target ambisius yang diharapkan untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah," kata Rizal.

 

Video Terkini