Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah diprediksi stabil pada perdagangan hari ini setelah mengalami goncangan yang cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi harga minyak adalah penarikan persediaan minyak mentah AS, kekhawatiran penurunan permintaan China, serta gangguan pasokan Libya.
Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan,harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat naik tipis sebesar 8 sen atau 0,1%, menjadi USD 74,60 pada perdagangan Kamis pagi.
Baca Juga
Meskipun demikian, kontrak minyak ini telah mengalami penurunan lebih dari 1% pada hari Rabu sebelumnya.
Advertisement
"Penurunan ini terjadi setelah data menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS turun hanya sebesar 846.000 barel menjadi 425,2 juta barel, lebih rendah dari ekspektasi para analis yang memproyeksikan penurunan sebesar 2,3 juta barel," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (29/8/2024).
Penarikan persediaan yang lebih kecil dari yang diharapkan ini menambah tekanan pada harga minyak, terutama di tengah kekhawatiran yang terus berlanjut atas permintaan dari China, sebagai konsumen minyak terbesar di dunia, kondisi ekonomi China memiliki dampak signifikan terhadap pasar minyak global.
Ketidakpastian terkait permintaan dari negara ini membuat para pelaku pasar cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil posisi.
Namun, tidak semua faktor fundamental memberikan tekanan ke bawah pada harga minyak. Gangguan pasokan dari Libya menjadi salah satu elemen yang menahan penurunan harga lebih lanjut.
Sejumlah ladang minyak di Libya telah menghentikan produksi di tengah perebutan kendali atas bank sentral negara itu. Diperkirakan, gangguan produksi ini mencapai antara 900.000 hingga 1 juta barel per hari selama beberapa minggu mendatang.
Masalah di sisi pasokan ini menambah ketidakpastian di pasar, terutama karena produksi Libya telah berkurang lebih dari setengahnya minggu ini akibat pertikaian politik yang semakin memanas.
Pasokan Libya
Andy Nugraha menambahkan, masalah pasokan dari Libya memang memberi dukungan pada harga, namun dengan tren bullish yang semakin memudar, "Kita perlu mewaspadai potensi penurunan harga lebih lanjut." kata dia.
Melihat kondisi saat ini, Andy Nugraha memperkirakan bahwa harga minyak WTI berpotensi turun hingga ke level USD 73,5 dalam waktu dekat. Namun, Andy juga mencatat bahwa jika harga minyak berhasil rebound dari level support tersebut, maka potensi kenaikan kembali bisa terjadi.
"Jika harga gagal turun dan justru melakukan rebound, maka kenaikannya bisa mencapai USD 75,4 sebagai target terdekat."
Advertisement
Pemangkasan Bunga AS
Selain itu, harapan bahwa bank sentral AS akan mulai memangkas suku bunga bulan depan juga dapat memberikan dukungan tambahan bagi harga minyak. Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic, mengisyaratkan bahwa inflasi yang semakin turun dan peningkatan pengangguran yang lebih besar dari perkiraan mungkin menjadi alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.
Suku bunga yang lebih rendah cenderung mengurangi biaya pinjaman, yang pada gilirannya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Secara keseluruhan, menurut Nugraha, pasar minyak saat ini berada di bawah tekanan dari berbagai faktor, termasuk ketidakpastian permintaan dari Tiongkok, penarikan persediaan minyak mentah AS yang lebih kecil dari ekspektasi, serta gangguan pasokan dari Libya.
Namun, peluang untuk rebound tetap ada, terutama jika ada perkembangan positif dalam kebijakan moneter AS atau jika ketegangan di Libya mereda.