Sukses

Berusia 1 Abad Lebih, PLTA Bengkok Konsisten Suplai Listrik Hijau

Satu wilayah di utara Kota Bandung telah menggunakan listrik hijau selama lebih dari satu abad dari PLTA Bengkok

 

Liputan6.com, Jakarta Isu energi baru terbarukan (EBT), termasuk penggunaan listrik hijau, semakin gencar didengungkan oleh berbagai kalangan. Ternyata, satu wilayah di utara Kota Bandung telah menggunakan listrik hijau selama lebih dari satu abad.

Suplai listrik tersebut berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bengkok yang dibangun pada masa kolonial Belanda pada tahun 1923. Pembangkit listrik hidroelektrik yang terletak di kawasan Dago Atas, Kabupaten Bandung, ini memiliki total kapasitas 3 x 1,05 MW (3,15 MW).

Senior Manager PLN IP Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, Doni Bakar, menjelaskan bahwa tenaga listrik air PLTA Bengkok dihasilkan dari Sungai Cikapundung, yang airnya dibendung di Taman Hutan Raya, sekitar 4 km dari lokasi pembangkit.

"Di atas situ ada kolam tampungan harian (KTH). Dari KTH itu, air mengalir melalui penstock. Ada pipa *penstock* lama yang sudah tidak kami operasikan, jadi kami menggunakan pipa yang berada di bawah tanah (underground). Air tersebut kemudian mengalir ke bawah, terbagi ke tiga aliran. Setiap aliran masuk ke unit masing-masing melalui katup utama, sebelum akhirnya masuk ke turbin," jelasnya dalam kunjungan kerja bersama tim PT PLN (Persero) di PLTA Bengkok, Kabupaten Bandung, Selasa (3/9/2024).

Dengan suplai air tersebut, ia melanjutkan, PLN IP menggunakan sekitar 1 meter kubik air per detik untuk menghasilkan daya sekitar 1 MW.

"Listriknya dialirkan ke kawasan sekitar Bandung ini. Dari generator, listrik dihasilkan dengan tegangan 6 kV kemudian dinaikkan melalui trafo menjadi 20 kV. Selanjutnya, dari 20 kV dialirkan ke PLN untuk disalurkan ke masyarakat," imbuhnya.

Layani Listrik 3.000 kW

Dengan total kapasitas sekitar 3,15 MW, Doni mengatakan, suplai listrik dari PLTA Bengkok dapat melayani kebutuhan listrik sekitar 3.000 kW. PLN IP juga melakukan interkoneksi pipa untuk mendukung suplai listrik kepada pelanggan.

"Jadi, jika satu rumah membutuhkan 1 kW, berarti ada sekitar 2.000-3.000 rumah yang dapat dilayani. Di sekitar Bandung sini, PLN melayani pelanggan dengan interkoneksi melalui jaringan 500 kV Jawa-Bali. Selain itu, ada juga jaringan 150 kV, 70 kV, dan 20 kV," jelasnya.

"Kami di PLTA Bengkok langsung mengalirkan listrik ke jaringan 20 kV. UBP Saguling memiliki total kapasitas 800 MW. Sebanyak 700 MW dihasilkan dari PLTA Saguling yang dialirkan ke jaringan 500 kV, dan 100 MW lainnya tersebar, salah satunya di PLTA Bengkok. Pola operasinya, ada yang masuk ke jaringan 70 kV atau ke jaringan 20 kV," sambungnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Usia Sudah 1 Abad

Meskipun PLTA Bengkok termasuk pembangkit listrik tenaga air yang sudah berusia lebih dari 100 tahun, PLN IP mengoperasikannya dengan metode modern. Salah satunya adalah dengan menerapkan pola manajemen aset untuk memetakan dan memelihara aset tua tersebut.

PLN IP melakukan pemeliharaan secara periodik atau berbasis waktu. Proses pemeliharaan juga dilakukan dengan menggunakan metode *preventive maintenance*, yaitu inspeksi rutin setiap hari.

"Kami juga menggunakan teknologi terbaru melalui *predictive maintenance*, seperti menggunakan termografi. Dengan teknologi ini, kami dapat mengambil gambar untuk melihat titik panas, mana yang masih aman, dan kemudian melakukan pemeliharaan," jelas Doni.

"Kami juga memiliki fitur tribologi untuk memantau kondisi pelumas. Selain itu, kami memiliki fitur untuk memastikan vibrasi pada turbin kami. Jika vibrasinya melebihi batas toleransi, kami akan mengambil langkah perbaikan," tambahnya.

 

3 dari 3 halaman

Perawatan Murah

Menurut Doni, biaya perawatan PLTA Bengkok relatif murah karena berbeda dengan pembangkit listrik termal yang memiliki temperatur dan putaran tinggi hingga 3.000 RPM.

"Di PLTA, putarannya rendah, hanya 750 RPM, dan temperaturnya dingin. Otomatis, biaya operasinya lebih murah. Di sini, mungkin biaya produksi hanya sekitar Rp 200-300 per kWh," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini