Sukses

Mendag Zulkifli Hasan Tengah Bermuram Durja, Ini Penyebabnya

Zulkifli Hasan kembali mengeluhkan rendahnya alokasi anggaran yang didapatnya. Dia membandingkan dengan besaran anggaran yang diterima Kemendag pada 2020 lalu sebesar Rp 3,3 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengaku sedih karena anggaran Kementerian Perdagangan turun di 2025. Tercatat, ada penurunan anggaran sebesar 15,96 persen dari alokasi APBN 2024.

Diketahui, Kemendag mendapat alokasi pagu anggaran 2025 sebesar Rp 1,65 triliun. Angka ini lebih rendah Rp 314 miliar dari pagu anggaran 2024 sebesar Rp 1,96 triliun.

"Saya tadi sedih anggaran saya turun banyak," ungkap Mendag Zulkifli Hasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (4/9/2024).

Mengacu pada rencana kerja, dia menyampaikan besaran pengeluaran yang akan dilakukan. Diantaranya untuk program dukungan manajemen sebesar Rp 1,37 triliun, program Perdagangan Dalam Negeri sebesar Rp 127 miliar, dan program Perdagangan Luar Negeri sebesar Rp 153,4 miliar.

Zulkifli Hasan kembali mengeluhkan rendahnya alokasi anggaran yang didapatnya. Dia membandingkan dengan besaran anggaran yang diterima Kemendag pada 2020 lalu sebesar Rp 3,3 triliun.

Atas hitungan itu, anggaran Kemendag turun sekitar 50 persen.

"Kami kalau dari 2020 pak ketua sampai ini turunnya separuh, karena 2020 Rp 3,3 triliun sekarang tinggal Rp 1,6 triliun," ujar Mendag.

Realisasi Anggaran 2024

Sementara itu, terkait penggunaan anggaran di 2024 ini, pihaknya sudah menggunakan sebanyak Rp 1,12 triliun. Angka itu setara dengan 57,34 persen dari total pagu anggaran Rp 1,96 triliun.

Dia menerangkan ada beberapa tantangan dalam penyerapan anggaran di Kemendag. Yakni, dana tugas pembantuan revitalisasi pasar rakyat sebesar Rp 68 miliar yang masih dalam proses pembangunan.

"Biasanya nanti daerah bulan-bulan ini akan hampir selesai pak," kata dia.

"Ada juga kegiatan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan pihak ketiga, ini emang biasanya September-Oktober ini. Tapi terakhir, biasanya Desember itu Kemendag ini hampir 99 persen (serapan anggaran)," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mendag: Indonesia Layak Jadi Negara Maju, Tapi Terkendala Hal ini

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, Indonesia telah memiliki bekal untuk menjadi negara maju. Bahkan hal itu diakui oleh Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Wentao, yang menyebut sumber daya alam (SDA) Indonesia melimpah, dan juga memiliki sumber daya manusia (SDM) yang banyak.

Menurut Wang Wentao, SDA dan SDM yang melimpah tersebut merupakan potensi yang bisa didorong Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan negara maju pada 2045.

"Saya di APEC ketemu sama Menteri Perdagangan Tiongkok. Dia bilang, Excellency Hasan, kami punya data lengkap. Indonesia punya semua persyaratan untuk menjadi negara maju. Sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, pendek kata seluruh persyaratan kita punya," kata Mendag dalam sambutannya saat membuka Forum Koordinasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perdagangan Pusat dan Daerah, di Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Kata pria yang akrab disapa Zulhas ini, mengakui Indonesia memang layak menjadi negara maju pada 2045. Saat ini saja neraca perdagangan Indonesia sudah surplus berturut-turut selama 51 bulan sejak Mei 2020.

"Terbukti kita 51 bulan perdagangan kita surplus terus. Dengan segala kekurangannya kita masih surplus di atas 5 persen," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Underground Economy

Kendati begitu, untuk mencapai negara maju, Indonesia masih terkendala dengan adanya hambatan di bidang ekonomi, yakni aktivitas barang impor ilegal masih marak. Bahkan hal itu telah menggerogoti pangsa pasar atau underground economy RI sebesar 30-40 persen.

Underground economy, yakni penghasilan yang didapat dari kegiatan ekonomi yang tidak terekam dan atau tercatat pada otoritas pajak dengan maksud untuk menghindari pajak.

"Kita punya semua persyaratan. Salah satunya hambatannya itu adalah kita kenal dengan underground economy. Hampir 30-40 persen pasar kita itu, di pangsa pasarnya, atau yang disebut dengan underground economy itu. Artinya di situ kata-katakan ilegal. Kalau ilegal negara enggak punya, enggak dapat pajak," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.