Sukses

Kembangkan Hidrogen Hijau di Kamojang, PLN IP Tunggu Konsumen

Produksi hidrogen hijau sejauh ini tidak menemui kendala. Hanya saja, PLN IP dihadapi tantangan dalam menciptakan ekosistem yang belum banyak memiliki konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN Indonesia Power (PLN IP) terus mengembangkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Kamojang sebagai penghasil hidrogen hijau berbasis panas bumi di Asia Tenggara. 

Specialist Tata Kelola Pembangkit Unit Bisnis Pembangkitan Kamojang PLN IP Iwan Setiono menjelaskan, produksi hidrogen PLTP Kamojang tidak menggunakan air tanah. Melainkan dari air kondensasi proses produksi listrik di PLTP Kamojang. 

Mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) ke depan, Iwan melihat potensi bisnis besar pada produk hidrogen hijau yang berasal dari Green Hyrdogen Plant (GHP) tersebut.

"Jadi kalau peluang atau ini cukup besar gitu ya, bagaimana di Perpres 112/2022 di sana juga ditambahkan bahwa ada tarif yang semakin kompetitif atau semakin ekonomi bagi pengembang geotermal," ujarnya dalam kunjungan media ke PLTP Kamojang di Kabupaten Bandung, Rabu (4/9/2024).

Iwan menyatakan, produksi hidrogen hijau sejauh ini tidak menemui kendala. Hanya saja, PLN IP dihadapi tantangan dalam menciptakan ekosistem yang belum banyak memiliki konsumen.  

"Jadi kendala produksi kita memang menunggu konsumen. Kalau konsumennya sudah ada, kita produksi. Jadi kita saat ini masih menunggu kalau ada permintaan untuk jadi HRS (Hydrogen Refueling Station) Senayan, baru kita produksi seperti itu," ungkapnya. 

Menurut dia, hidrogen hijau sebenarnya punya banyak peluang bisnis lantaran bisa disuplai ke semua sektor. Khususnya bagi sektor industri yang punya konverter dari hidrogen menjadi energi listrik. 

"Di luar itu, kalau hidrogen dikembalikan menjadi energi listrik, dia juga (bisa) sebagai pembakaran atau biasanya untuk di industri-industri kimia," jelas Iwan. 

2 dari 3 halaman

Dahsyatnya Potensi Panas Bumi Indonesia

Wilayah Indonesia dikenal menjadi salah satu negara dengan potensi geothermal atau panas bumi terbesar di dunia. Posisinya bahkan berada di peringkat kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat. 

 Berdasarkan data Wood Mackenzie pada 2021, kapasitas terpasang sumber daya geothermal di Indonesia mencapai 2.280 megawatt (MW).

Jumlah itu menjadi yang terbesar kedua di dunia. Sementara itu, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan kapasitas terpasang sumber daya panas buminya yang mencapai 2.690 MW.

Namun demikian, berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.

Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030. 

Di sisi lain, potensi pemanfaatan panas bumi di Indonesia boleh dibilang cukup merata. Sebab berdasarkan laporan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 potensi pemanfaatan geotermal untuk PLTP telah terbagi di tiap pulau di Indonesia. 

Pulau Sumatera menjadi daerah yang memiliki potensi terbesar dengan mencapai 9,67 gigawatt (GW). Selanjutnya di Pulau Jawa, memiliki potensi sebesar 8,10 GW. Sedangkan Sulawesi memiliki potensi sebesar 3,06 GW. Selanjutnya, Nusa Tenggara memiliki potensi 1,36 GW; Maluku memiliki potensi 1,15 GW; Bali 335 MW; Kalimantan 182 MW; dan Papua 75 MW.

Dalam hal ini Indonesia sangat diuntungkan dari sisi kondisi geografis, terutama terkait dengan pemanfaatan geotermal sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Besarnya potensi energi itu disebabkan oleh letak geografis Indonesia di sekitar patahan ring of fire bumi. 

Sementara itu, di tengah upaya pemerintah untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), pengadopsian geotermal sebagai energi pembangkit listrik terbilang sangat penting bagi Indonesia. 

3 dari 3 halaman

Pengembangan Pembangkit EBT

Pengembangan pembangkit EBT merupakan program pemerintah di sektor ketenagalistrikan dalam mengejar target bauran energi EBT 23 persen pada 2025 dan 31 persen di 2030. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) di 2060.

Bahkan, pemerintah pun memasukkan panas bumi sebagai sumber energi terbarukan sebagai bagian tansisi energi sektor ketenagalistrikan.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan geotermal di Indonesia tersebut masih relatif rendah. Hal itu tercermin dari, kapasitas terpasang PLTP yang hanya mencapai 2.276 MW. Alhasil, masih terdapat ruang untuk pemanfaatan geotermal sebagai sumber energi PLTP sebesar 21.424 MW.