Sukses

Kelakar Menko Luhut: Pengunjung ISF 2024 Tak Kalah Dibanding Konser Taylor Swift

Konser musik Taylor Swift di Singapura beberapa waktu lalu yang mampu menarik minat banyak orang. ISF 2024 tak kalah menariknya dengan mampu menghadirkan 11 ribu peserta dari 53 negara yang berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan antusiasme dari peserta Indonesia International Sustainability Forum 2024 (ISF 2024). Bahkan, jumlah pengunjungnya tak kalah dengan konser Taylor Swift.

Dia mengatakan, mencetuskan gelaran ISF sejak ikut dalam pertemuan iklim di Davos pada tahun lalu. Kemudian, tim yang dipimpin Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin mulai menelurkan Indonesia Sustainability Forum pada 2023.

"Saya senang sekali bahwa penyelenggaraan ini dilakukan disini dan kita memang saat itu diikuti waktu saya melihat di Davos," kata Menko Luhut dalam Konferensi Pers ISF 2024, di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2024).

Dia mengapresiasi penyelenggaraan event berskala internasional di Indonesia. Pasalnya, banyak orang Indonesia justru pergi ke luar negeri.

Sebagai contoh, dia menyinggung soal konser musik Taylor Swift di Singapura beberapa waktu lalu yang mampu menarik minat banyak orang. Menurutnya, ISF 2024 tak kalah menariknya dengan mampu menghadirkan 11 ribu peserta dari 53 negara yang berbeda.

"Menurut saya luar biasa, karena apa? Kita selalu pergi ke negara tetangga, sama nonton fair, nonton musik Taylor Swift, padahal kita gak kalah, ini ada 11 ribu loh yang nonton," tegasnya.

Informasi, pada ISF 2024 ini diikuti oleh 11 orang dari 53 negara. Bahkan, sejumlah pejabat dari negara tetangga Indonesia pun turut hadir di ISF 2024.

"Pembuat keputusan di dunia akan memiliki 10 sesi pleno, sesi tematik, dan sesi dialog tingkat tinggi, yang semuanya berurusan dengan transisi energi, inklusivitas hijau, keanekaragaman hayati, konservasi alam, kehidupan berkelanjutan, dan ekonomi biru," urainya.

"ISF juga berbocata tentang dampak, dan oleh karena itu kami berharap banyak mous landmark ditandatangani dalam dua hari ke depan. Pada catatan itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Kamar Dagang Indonesia, Kadin, atas dukungan kuat ISF, upaya memastikan bahwa sektor swasta menjadi bagian integral dari agenda keberlanjutan," sambung Menko Luhut.

2 dari 3 halaman

Jokowi Tagih Investasi Hijau Negara Maju di Indonesia

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung sejumlah negara maju yang belum berani menanamkan investasi hijau di Indonesia, meskipun Tanah Air diklaim memiliki potensi energi hijau yang sangat besar, yaitu lebih dari 3.600 gigawatt (GW).

Salah satu contohnya adalah PLTS Apung di Waduk Cirata dengan kapasitas 192 MW, yang merupakan terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia. Jokowi juga menyoroti potensi besar Indonesia dalam penyerapan karbon.

"Hutan mangrove kami adalah yang terbesar di dunia, seluas 3,3 juta hektare, yang mampu menyerap karbon 8-12 kali lebih baik dibandingkan hutan hujan tropis, dan banyak orang yang belum tahu hal ini," ujar Jokowi dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center, Kamis (5/9/2024).

Namun, Jokowi menilai bahwa semua potensi ini akan sia-sia jika banyak negara maju enggan menanamkan investasi di sektor tersebut.

"Semua ini tidak akan memberikan dampak signifikan selama negara-negara maju tidak berani berinvestasi. Selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas, dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang. Tiga hal ini penting untuk menjadi catatan kita semua," tegasnya.

3 dari 3 halaman

Indonesia Terbuka Kerja Sama

Padahal, kata Jokowi, Indonesia sangat terbuka untuk menjalin kerja sama dalam investasi hijau dengan negara lain, terutama dalam menciptakan akses energi hijau yang lebih terjangkau.

"Indonesia sangat terbuka untuk bermitra dengan siapa pun, guna memaksimalkan akses energi hijau yang lebih berkeadilan. Saya berharap forum ISF ini dapat menjadi tempat bertemunya pengetahuan, pengalaman, dan sumber daya yang dapat menjadi modal bersama untuk menghadapi tantangan iklim yang ada," ungkapnya.