Sukses

Utang Masyarakat Indonesia Gunakan Paylater Sentuh Rp 7,81 Triliun hingga Juli 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat risiko kredit untuk BNPL perbankan susut ke level 2,24 persen dibandingkan Juni 2024 sebesar 2,5 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Utang masyarakat terhadap Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater terus melonjak. Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Juli 2024 pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perusahaan tembus Rp 7,81 triliun, meningkat 73,55 persen secara tahunan (year on year/yoy). 

Secara bulanan, utang masyarakat terhadap paylater juga naik 47,81 persen secara yoy dibandingkan Juni 2024. Sedangkan, pembiayaan BNPL yang disalurkan oleh perbankan menembus Rp 18,01 triliun atau naik 36,66 persen secara yoy.

"Total penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (Paylater) Juli 2024 meningkat 36,66 persen persen yoy menjadi Rp18,01 triliun," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/9/2024).

Sementara itu, total jumlah rekening mencapai 17,90 juta per Juli 2024. Meski demikian, risiko kredit untuk BNPL perbankan turun ke level 2,24 persen dibandingkan periode Juni 2024 sebesar 2,5 persen.

Agusman menilai, pembiayaan Paylater di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar ke depan. Hal ini sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital di Tanah Air.

Terkait aturan paylater, OJK masih melakukan kajian. Hal ini bertujuan agar kehadiran paylater bisa memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.

Adapun kajian yang dilakukan, pertama, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater. Kedua, terkait kepemilikan sistem informasi.

Ketiga, terkait pelindungan data pribadi. Keempat, rekam jejak audit. Kelima, terkait sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, terkahir terkait manajemen risiko. 

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

2 dari 5 halaman

Rasio Kredit Macet Paylater Sentuh 2,82%

Sebelumnya, kredit bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) gross Buy Now Pay Later (BNPL) pada Juli 2024 mencapai 2,82 persen. Meskipun cukup tinggi, angka ini turun jika dibandingkan dengan Juni 2024 yang tercatat 3,07 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman menjelaskan, dari angka kredit macet paylater tersebut total kontrak pembiayaan bermasalah mencapai 1,5 juta kontrak, atau sekitar 1,80 persen dari jumlah kontrak BNPL.

"Dengan jumlah kontrak pembiayaan bermasalah sebanyak 1,5 juta kontrak atau sebesar 1,80 persen dari jumlah kontrak pembiayaan BNPL," kata Agusman dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/9/2024).

Kendati begitu, Agusman mengklaim belum ada data spesifik mengenai apakah individu dengan kontrak bermasalah ini juga mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Meski demikian, jumlah kontrak bermasalah yang tinggi menunjukkan potensi kesulitan dalam melunasi berbagai bentuk utang, termasuk KPR.

"Dalam kaitan ini, belum terdapat informasi apakah mereka yang termasuk dalam 1,5 juta kontrak tersebut memang mengajukan KPR atau tidak," terang Agusman.

Pihaknya mengimbau pengguna layanan paylater dan fintech lending untuk lebih bijak dalam mengelola pembiayaan dan mempertimbangkan kemampuan finansial sebelum melakukan pinjaman atau pembiayaan lebih lanjut.

"Pengguna paylater atau fintech lending dihimbau agar tetap bijak dalam menggunakan layanan pembiayaan dengan mempertimbangkan kemampuan membayar," pungkas dia.

Reporter: Ayu

Sumber: Merdeka.Com

3 dari 5 halaman

Utang Orang Indonesia Pakai Paylater Tembus Rp 6,81 Triliun, Kamu Ada?

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau bayar nanti mencapai Rp 6,81 triliun per Mei 2024.

"Total penyaluran piutang pembiayaan perusahaan Buy Now Pay Later (Paylater) Mei 2024 meningkat 33,64 persen yoy menjadi sebesar Rp6,81 triliun," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, dalam keterangan tertulis, Selasa (9/7/2024).

Peningkatan tersebut, kata Agusman dibarengi dengan profil risiko pembiayaan yang tercermin dari rasio Non Performing Financing (NPF) Gross dan NPF Netto masing-masing sebesar 3,22 persen dan 0,84 persen per Mei 2024.

Menurutnya, pembiayaan BNPL di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.

Lebih lanjut, terkait aturan paylater OJK masih melakukan kajian. Hal ini sejalan dengan perkembangan layanan BPNL di tanah air, agar ke depannya bisa memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.

Adapun kajian yang dilakukan, pertama, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater. Kedua, terkait kepemilikan sistem informasi.

Ketiga, terkait pelindungan data pribadi. Keempat, rekam jejak audit. Kelima, terkait sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, terakhir terkait manajemen risiko. 

 

4 dari 5 halaman

Pengguna Paylater Buat Belanja Online Makin Banyak, Ini Buktinya

Sebelumnya, penggunaan paylater sebagai media transaksi semakin tinggi di Indonesia.  Pertumbuhan metode pembayaran ini membuat Kredivo sebagai salah satu penyedia paylater melakukan penelitian terhadap perilaku konsumer yang menggunakan media transaksi ini. 

Perbedaan penelitian yang dilakukan tahun ini dengan penelitian empat tahun sebelumnya di mana Kredivo bekerja sama dengan Katadata Insight Center hanya meneliti perilaku belanja di e-commerce. 

“Tahun ini kami memutuskan karena sebenarnya perkembangan paylater sudah melampaui pembelanjaan online saja. Dari perkembangan-perkembangan tersebut, sepertinya menurut kami lebih menarik untuk membahas paylater secara spesifik” ujar SVP Marketing & Communications Kredivo, Indina Andamari, Selasa (25/06/2024). 

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 2 juta sampel pengguna Kredivo dan 5.000 koresponden survei yang dilakukan secara online, pengguna metode transaksi dari kalangan umur 36 tahun ke atas mengalami peningkatan dari 27,8% di tahun 2022 menjadi 29,6% di tahun 2023. 

“Dalam proporsi pengguna paylater berdasarkan usia, pengguna berusia 36 tahun ke atas mengalami peningkatan dimana sebelumnya berjumlah 27,8% di tahun 2022 kemudian menjadi 29,6% di tahun 2023 yang kita gunakan saat ini sebagai basis data” ujar Executive Director Katadata Insight Center, Adek Media Roza. 

Tidak hanya itu, penggunaan paylater sebagai metode pembayaran untuk belanja online juga meningkat dari 69,4% di tahun 2023 menjadi 70,5% di tahun 2024. 

“Paylater ini memang semakin diminati masyarakat, angkanya tahun lalu sekitar 69,4% meningkat menjadi 70,5%” ucap Adek. 

 

5 dari 5 halaman

Strategi yang Tepat

OJK memberikan apresiasi terhadap semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam menyusun laporan perilaku pengguna paylater bersama Kredivo dan Katadata Insight Center. 

“OJK menyambut baik dan mengapresiasi kerja keras semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan laporan perilaku pengguna paylater di tahun 2024” tutur Direktur Pengaturan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Layanan Jasa Keuangan Lainnya OJK, Irfan Sanusi Sitanggang. 

Irfan mengatakan bahwa hasil riset ini dapat berguna bagi para pelaku industri keuangan dalam menemukan strategi yang tepat untuk menumbuhkan sektor keuangan dan meningkatkan edukasi bagi masyarakat luas serta bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan dalam pengawasan dan pengembangan metode pembayaran paylater. 

“Hasil riset ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat untuk pelaku industri keuangan dalam merumuskan strategi yang tepat untuk menumbuhkan sektor industri keuangan kita dan memberikan edukasi pada masyarakat luas. Selain itu, bagi OJK, hasil riset ini juga akan bermanfaat dalam merumuskan kebijakan dalam pengawasan dan pengembangan pada skema pembayaran paylater," ucap Irfan.