Sukses

Indonesia Bisa Lepas dari Ketergantungan Obat Impor, Ini Buktinya

Dengan total kapasitas produksi mencapai 40 miliar tablet per tahun, Indonesia memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri secara mandiri.

Liputan6.com, Jakarta Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI berkomitmen untuk mewujudkan kemandirian obat dalam negeri.

Hal ini dilakukan melalui upaya menjaga ketersediaan obat, menyediakan obat dengan harga terjangkau, dan meningkatkan kemandirian obat/farmasi melalui pemanfaatan potensi bahan obat alam.

Demikian pembahasan yang mengemuka dalam audiensi yang dilakukan oleh GPFI dengan Kepala Badan POM RI Taruna Ikrar yang didampingi Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif di Badan POM RI Rita Endang beserta jajaran pada 12 September 2024 kemarin, di Kantor Badan POM, Jakarta.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, industri farmasi lokal mampu memenuhi permintaan domestik tanpa terlalu bergantung pada impor, yang sering kali rentan terhadap gangguan rantai pasokan internasional. Dengan total kapasitas produksi mencapai 40 miliar tablet per tahun, Indonesia memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri secara mandiri.

Di samping itu, Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tumbuhan dan 940 di antaranya memiliki khasiat obat. Dengan kekayaan alam ini, industri farmasi dapat mengembangkan berbagai produk fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai bagian dari pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Penggunaan fitofarmaka di semua fasilitas kesehatan pemerintah akan mendukung keberlanjutan industri farmasi lokal dan mengurangi biaya impor bahan baku obat kimiawi.

Taruna Ikrar menyampaikan bahwa banyak sekali obat-obat yang sebetulnya sudah menjadi obat baru, produk inovasi, misalnya produk biologi, yang sudah disahkan misalnya di Eropa atau di Amerika.

“Bertahun-tahun sampai disini belum masuk ke Indonesia dan itu menyebabkan semakin mahalnya obat. Nah, ternyata ada aspek dalam jangkauan tersebut yang perlu di-trick secara spesifik dengan dukungan GPFI akan makin mempercepat keinginan itu. Karenanya Badan POM siap mendukung dan berdiri bersama dengan GPFI,” tegas Taruna Ikrar.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Program Prioritas Badan POM

Lebih lanjut Taruna Ikrar menjelaskan beberapa program prioritas Badan POM di bawah kepemimpinannya sesuai dengan arahan Presiden Jokowi. Arahan ini di antaranya pentingnya inovasi terutama untuk obat berbasis biologi, upaya mempercepat masuknya obat-obat baru ke Indonesia, serta membangun regulasi obat yang kredibel di tingkat global/internasional.

“Dan itu obat, makanan, minuman, dan sebagainya juga kan perlu dikembangkan lebih jauh. Karena kita lihat makanan-makanan produk yang hasil inovasi banyak sekali. Nah, juga kita harus jaga bagaimana produk dalam negeri dan sebagainya lebih murah dari luar negeri dan Badan POM berdiri bersama dengan GPFI wujudkan obat murah dan berkualitas,” ujar Taruna Ikrar.

Dalam kaitan tersebut, industri farmasi di Indonesia memainkan peran kunci dalam memastikan ketersediaan dan aksesibilitas obat-obatan esensial bagi seluruh lapisan masyarakat. Peningkatan kapasitas produksi obat dalam negeri berhasil meningkatkan ketahanan terhadap krisis kesehatan global seperti saat pandemi Covid-19 dan mendorong kemandirian industri farmasi dalam negeri.

 

 

 

3 dari 3 halaman

160 Pabrik Farmasi

“Dengan melibatkan 160 pabrik farmasi yang memproduksi kurang lebih 2.000 jenis zat obat dan kekuatan saluran distribusi anggota, kami optimistis dapat berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan obat-obatan impor,” ujar Ketua Umum GP Farmasi Tirto Kusnadi.

Tirto Kusnadi melanjutkan bahwa selama kurun waktu 50 tahun, industri farmasi lokal telah berkembang pesat sebagai salah satu aset utama bangsa sehingga mampu memenuhi lebih dari 80% kebutuhan obat bagi masyarakat Indonesia.

“Sebagian besar obat produksi lokal tersebut diproduksi dengan standar tinggi yang berlaku secara internasional namun tetap memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat. Hal ini tentunya sesuai dengan harapan pemerintah agar masyarakat bisa mendapatkan obat yang tidak hanya aman, bermutu, dan berkhasiat tapi juga mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau,” kata Tirto Kusnadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini