Liputan6.com, Jakarta - Para pekerja Boeing melakukan aksi mogok kerja setelah menolak kesepakatan sementara antara perwakilan serikat pekerja dan pembuat pesawat yang mencakup kenaikan gaji sebesar 25%.
Dikutip dari BBC pada Sabtu (14/9/2024), lebih dari 30.000 pekerja di Seattle dan Portland menghentikan pekerjaan mereka sejak tengah malam Waktu Pasifik (07:00 GMT) pada Jumat, 13 September 2024. Aksi mogok kerja ini adalah kemunduran lain bagi perusahaan, yang menghadapi kerugian finansial yang semakin dalam.
Baca Juga
Perusahaan ini juga tengah berjuang untuk memperbaiki reputasinya setelah adanya serangkaian masalah keselamatan, termasuk dua kecelakaan fatal yang pernah terjadi.
Advertisement
Mogok kerja ini akan menjadi pukulan telak bagi kepala eksekutif baru Boeing yaitu Kelly Ortberg, yang ditunjuk bulan lalu dengan harapan segera dapat membalikkan keadaan bisnis.
Hampir 95% anggota serikat pekerja yang memproduksi pesawat termasuk 737 Max dan 777 memberikan suara dalam pemungutan suara menolak kesepakatan gaji.
96% Pekerja Boeing Mendukung Aksi Mogok Kerja
Berdasarkan suara yang mereka berikan, terdapat 96% pekerja yang mendukung aksi mogok kerja hingga kesepakatan baru dapat tercapai.
Mogok kerja merupakan pukulan telak bagi Boeing dan memalukan bagi Ortberg, yang telah menyampaikan permohonan terakhir kepada para karyawan sebelum pemungutan suara, dengan memperingatkan pemogokan akan membahayakan bagi "pemulihan" perusahaan.
Selain kenaikan gaji sebesar 25% selama empat tahun, perjanjian awal yang ditolak para pekerja mencakup komitmen dari Boeing untuk membangun pesawat komersial berikutnya di wilayah Seattle jika proyek tersebut dimulai selama masa berlaku kontrak.
Serikat pekerja awalnya menargetkan sejumlah perbaikan pada paket pekerja, termasuk kenaikan gaji sebesar 40%.
Para analis mengatakan bahwa penutupan yang diperpanjang dapat menyebabkan kerugian miliaran dolar AS bagi perusahaan dan para pemasoknya. Kontrak terkini antara Boeing dan serikat pekerja dicapai pada tahun 2008 setelah pemogokan selama delapan minggu.
Pemogokan telah merugikan perusahaan sekitar USD 1,5 miliar (£1,14 miliar) atau sekitar Rp 23,10 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 15.401) per bulan, menurut lembaga pemeringkat kredit Moody's.
Masalah Hukum yang Dihadapi Boeing
Penunjukan Kelly Ortberg sebagai kepala eksekutif terjadi ketika Boeing sedang berada dalam permasahalan terkait keselamatan penerbangan. Pendahulunya Dave Calhoun telah mengumumkan pada musim semi bahwa ia akan mengundurkan diri. Boeing setuju untuk mengaku bersalah atas tuduhan penipuan dan denda pidana hampir $244 juta terkait dengan kecelakaan fatal dua pesawat 737 Max miliknya lebih dari lima tahun lalu.
Selain itu, Boeing juga menghadapi tuntutan hukum dan penyelidikan lain setelah ledakan di udara pada bulan Januari pada penutup pintu pesawat baru yang diterbangkan oleh Alaska Airlines.
Adapun kerugian finansial yang terus meningkat, pembuat pesawat tersebut harus memperlambat jalur perakitannya karena pembatasan produksi 737 Max yang diberlakukan oleh Badan Penerbangan Federal AS.
Advertisement
Boeing Buka Suara Usai Insiden Singapore Airlines Turbulensi Parah dan Tewaskan Penumpang
Sebelumnya, perusahaan pembuat pesawat Boeing buka suara perihal kecelakaan turbulensi para maskapai penerbangan Singapore Airlines. Penerbangan dengan rute London-Singapura yang mengalami insiden memakai pesawat Boeing 777-300ER.
Pihak Boeing memastikan pihaknya terus berkoordinasi dengan maskapai Singapore Airlines dan siap mendukung dalam penyelidikan terkait insiden turbulensi parah yang menyebabkan penerbangan SQ321 harus mendarat darurat dan dialihkan ke Bangkok.
Akibat kecelakaan ini diketahui menyebabkan 1 penumpang tewas dan banyak lainnya luka. “Kami telah menghubungi Singapore Airlines mengenai penerbangan SQ321 dan siap mendukung mereka. Kami menyampaikan belasungkawa terdalam kami kepada keluarga yang kehilangan orang yang dicintai, dan duka kami tertuju pada penumpang dan awak,” kata Boeing dalam pernyataannya kepada CNN, Selasa (21/5/2024).
Namun, pabrikan Boeing 777-300ER yang terlibat dalam insiden tersebut, yang oleh maskapai penerbangan dikaitkan dengan turbulensi, masih menunda pertanyaan lebih lanjut kepada maskapai maupun pihak berwenang setempat.
Maskapai Singapore Airlines sering dianggap sebagai salah satu maskapai teraman di dunia. Satu-satunya kecelakaan fatal sebelumnya terjadi pada bulan Oktober 2000 ketika penerbangan SQ006 jatuh ketika Boeing 747-400 lepas landas dari landasan pacu yang ditutup di Taiwan di tengah hujan lebat, menewaskan 83 orang di dalamnya.
Kronologi Turbulensi
Satu orang tewas, dan puluhan lainnya terluka di dalam pesawat Singapore Airlines yang mengalami turbulensi parah dalam penerbangan dari London ke Singapura.
“Kami dapat mengonfirmasi bahwa ada beberapa orang cedera dan satu orang meninggal dunia di dalam pesawat Boeing 777-300ER tersebut,” kata maskapai itu dalam sebuah pernyataan di Facebook melansir CNN, Selasa (21/5/2024).
“Hingga pukul 19.50 waktu Singapura pada 21 Mei 2024, 18 orang telah dirawat di rumah sakit. 12 lainnya dirawat di rumah sakit,” menurut Singapore Airlines.
“Penumpang dan awak yang tersisa sedang diperiksa dan diberikan perawatan, jika diperlukan, di Bandara Internasional Suvarnabhumi di Bangkok,” kata perusahaan itu dalam postingannya.
Penerbangan Singapore Airlines SQ321 sedang terbang dari London ke Bandara Singapura pada hari Selasa, ketika insiden itu terjadi.
Tampaknya pesawat itu lepas landas dari Bandara Heathrow London sekitar pukul 22.30 waktu setempat, menurut pelacak penerbangan online. Penerbangan tersebut membawa 211 penumpang dan 18 awak.
Pesawat itu menuju Bandara Changi Singapura. Namun sebelum sampai justru pesawat dialihkan ke ibu kota Thailand, Bangkok. Terpantau, pesawat mendarat pada pukul 15:45. lokal, menurut maskapai penerbangan.
“Prioritas kami adalah memberikan semua bantuan yang mungkin kepada semua penumpang dan awak pesawat,” kata maskapai tersebut, sambil menambahkan.
“Kami bekerja sama dengan pihak berwenang setempat di Thailand untuk memberikan bantuan medis yang diperlukan.
Dikatakan jika Singapore Airlines juga mengirimkan tim ke Bangkok untuk memberikan bantuan tambahan yang diperlukan.
Advertisement
Korban Tewas
Satu orang tewas dalam insiden turbulensi pesawat Singapore Airlines. Orang yang tewas di dalam pesawatdalam penerbangan dari London ke Singapura adalah seorang pria Inggris berusia 73 tahun.
Ini diungkapkan General Manager Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Kittipong Kittikachorn melansir CNN, Selasa (21/5/2024).
Pria tersebut dikatakan meninggal di dalam pesawat. Namun penyebab kematiannya masih harus ditentukan oleh dokter. Diungkapkan jika pria tersebut diketahui menderita penyakit jantung.
“Ini pertama kalinya di Thailand terjadi turbulensi yang menyebabkan hilangnya nyawa,” kata Kittikachorn, seraya menambahkan bahwa istri penumpang yang meninggal tersebut kini berada di rumah sakit.
Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan Inggris mengatakan pihaknya sedang menyelidiki laporan tersebut ketika dimintai komentar.