Sukses

Terlibat Penipuan Audit Evergrande, China Beri Sanksi Ini kepada PwC

PwC China tersebut kena denda lebih dari USD 62 juta atau sekitar Rp 954,82 miliar setelah ditemukan membantu menutupi penipuan di Evergrande.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas China menangguhkan divisi audit PwC di China selama enam bulan terkait kinerjanya terhadap raksasa properti China yang bangkrut Evergrande.

Mengutip BBC, ditulis Minggu (15/9/2024), firma akuntansi Big Four tersebut kena denda lebih dari USD 62 juta atau sekitar Rp 954,82 miliar (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.400) setelah otoritas China mengatakan PwC telah membantu menutupi penipuan di Evergrande.

Perusahaan properti itu bangkrut pada Januari karena terlilit utang sangat besar. PwC China mengakui pekerjaan itu telah “jauh di bawah standar” yang diharapkan dalam firma itu dan meminta maaf atas dampak terhadap kliennya.

Otoritas China mengatakan PwC mengetahui ada “salah saji besar” dalam laporan keuangan Evergrande saat mengaudit firma tersebut. Akibatnya, Kementerian Keuangan China telah mengenakan “sanksi administratif” dan menangguhkan operasi bisnis audit PwC, PwC ZhongTian selama enam bulan. Operasi PwC lainnya yang menyediakan layanan non-audit di China tidak terpengaruh.

Selain itu, regulator sekuritas China telah menyita pendapatan yang diperoleh PwC dari audit Evergrande dan juga telah mengeluarkan denda.

Penyelidikan oleh regulator itu mengatakan PwC telah secara serius mengikis dasar hukum dan itikad baik serta merusak kepentingan investor. Menanggapi hukuman itu, PwC mengatakan telah mengambil “sejumlah tindakan akuntabilitas dan perbaikan” termasuk pemecatan enam mitra dan peluncuran proses untuk mendenda pemimpin tim yang bertanggung jawab.

Lima staf tambahan juga telah keluar, dan Hemione Hudson sebagai Global Risk and Regulatory Leader telah diterjunkan untuk menjalankan unit China tersebut untuk sementara.

 

2 dari 4 halaman

Respons PwC

PwC mengakui pekerjaan yang dilakukan pada audit Evergrande telah “jauh di bawah” standar yang diharapkan di perusahaan itu.

"Hal ini tidak mencerminkan apa yang kami perjuangkan sebagai sebuah jaringan dan tidak ada ruang untuk hal ini di PwC,” ujar Chairman global firma tersebut, Mohamed Kande.

Ia menambahkan, setelah penyelidikan menyeluruh, pihaknya memastikan tindakan telah diambil untuk meminta pertanggungjawaban dari mereka yang bertanggung jawab.

"Saya tetap percaya pada mitra dan staf firma China tersebut saat kami bekerja sama untuk membangun kembali kepercayaan dengan pemangku kepentingan,” ia menambahkan.

Dalam sebuah pernyataan, PwC China mengatakan sangat menyesal dan meminta maaf atas dampak yang ditimbulkan kepada klien dan karyawannya. “Kami akan bekerja tanpa Lelah untuk mendapatkan kembali kepercayaan mereka,” demikian disampaikan PwC China dikutip dari BBC.

Adapun Evergrande yang membangun properti di lebih dari 280 kota China dan melebarkan sayap ke sektor bisnis lain goyah lalu akhirnya dilikuidasi pada Januari. Pihak berwenang China menuduh Evergrande dan pendirinya, Hui Ka Yun secara keliru menggelembungkan pendapatan hingga mencapai USD 78 miliar dan menjatuhkan denda dan larangan kepadanya secara pribadi serta bisnisnya.

3 dari 4 halaman

Evergrande Ingin Kembali Dapatkan Dana Rp 96,97 Triliun dari Pendiri hingga Mantan CEO

Sebelumnya, Grup Evergrande mengatakan, likuidatornya berusaha kembali mendapatkan sekitar USD 6 miliar atau sekitar Rp 96,97 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.163). Permintaan itu ditujukan kepada tujuh terdakwa termasuk pendiri Hui Kay Yan.

Mengutip Channel News Asia, ditulis Selasa (6/8/2024), dengan kewajiban lebih dari USD 300 miliar, pengembang properti dengan utang terbesar di dunia itu diperintahkan oleh Pengadilan Tinggi Hong Kong untuk melikuidasi pada Januari setelah gagal menawarkan rencana restrukturisasi konkret untuk utang luar negeri sebesar USD 23 miliar atau sekitar Rp 371,68 triliun.

Dalam sebuah pengajuan, likuidator telah memulai proses hukum pada akhir Maret terhadap tujuh terdakwa yang juga termasuk mantan CEO Xia Haijuan dan mantan Chief Financial Officer (CFO) Pan Darong serta mantan pasangan pendiri Hui Ding Yumei dan tiga entitas yang terkait dengan Hui dan Ding.

Likuidator mengatakan telah memperoleh putusan pengadilan yang melarang Hui, Ding, dan Xia untuk berurusan dengan membuang atau mengurangi nilai aset nya di global hingga berbagai batas yang ditentukan.

 

 

4 dari 4 halaman

Proses Hukum Berlangsung

Perintah kerahasiaan pada putusan pengadilan dan proses hukum dicabut oleh pengadilan pada 2 Agustus.

“Proses hukum masih berlangsung dan belum ada kepastian apakah proses hukum akan berhasil atau tidak dan mengenai jumlah yang pada akhirnya dapat diperoleh kembali oleh perusahaan,” ujar likuidator bersama Edward Middleton dan Tiffany Wong dari Alvarez dan Marsal.

Likuidator bertujuan memperoleh kembali dividen dan remunerasi senilai USD 6 miliar yang dibayarkan Evergrande kepada tujuh terdakwa berdasarkan laporan keuangan yang diduga salah dari 2017-2020.

The China Securities Regulatory Commission pada awal tahun ini menemukan unit utama Evergrande di dalam negeri, Henda Real Estate telah melebih-lebihkan pendapatan sebesar USD 78 miliar selama dua tahun hingga 2020.

Perusahaan itu mengatakan pada Senin, 5 Agustus 2024 kalau sahamnya akan tetap ditangguhkan hingga pemberitahuan lebih lanjut.