Sukses

Menteri Investasi Roesan: Potensi Energi Terbarukan di Indonesia Sentuh 3.677 Gigawatt

Kepala BKPM Rosan Roeslani menuturkan, potensi energi terbarukan Indonesia dapat membantu Indonesia mencapai cita-cita net zero emission pada 2060.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkap Indonesia memiliki potensi energi terbarukan hingga 3.677 Gigawatt. Potensi itu berasal dari tenaga surya, energi angin, hydro, biomassa, arus laut hingga panas bumi.

"Jika melihat energi yang berpotensi untuk di Indonesia baru terbarukan nilainya 3.677 gigawatt, kita bicara potensi yang di mana berasal tenaga surya, angin, hydro, arus laut, biomass, panas bumi dan lain-lainnya," ungkap Rosan dalam pidatonya di St. Regis Jakarta, Selasa (17/9/2024).

Rosan yakin potensi tersebut dapat membantu Indonesia mencapai cita-cita net zero emission pada 2060. Namun, dia juga mengakui target penurunan emisi karbon telah mengalami perlambatan.

"Saat ini, energi terbarukan yang dipakai itu 14%, padahal target kita pada tahun 2025 setahun dari sekarang itu sebetulnya adalah 23%. Jadi kita memang ketinggalan dari target-target kita," jelas dia.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan bahwa dibutuhkan tata kelola dan fasilitas pendukung yang baik untuk mendatangkan investor asing menanamkan modalnya pada sektor energi terbarukan di Indonesia.

"Untuk mereka (investor) ber-investasi (di Indonesia), yang berhubungan dengan tata kelola yang berkelanjutan dan berkesinambungan dari lingkungan hidup, itu menjadi salah prioritas utama,” bebernya.

"Sebagai contoh, mereka mau bikin EV (mobil listrik) di sini, harus ada manufaktur. Mereka inginnya ya tenaga energinya dari energi yang bersih," tambah Rosan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bahlil Rayu China Tanam Investasi Energi Baru Terbarukan di Indonesia

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia secara resmi membuka ajang The 7th Indonesia China Energy Forum (ICEF), Selasa (3/9/2024).

Pada kesempatan itu, Bahlil menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen menjaga stabilitas investasi China di Tanah Air agar tetap berjalan dengan baik.

"Saya tawarkan kepada teman-teman investor Tiongkok beberapa potensi yang dapat kita kembangkan bersama. Di sinilah pertemuan untuk menemukan formulasi yang tepat dalam rangka pengembangan bisnis bersama,” kata Bahlil saat membuka acara.

Sektor energi, sambung Bahlil, memiliki peran vital dalam mendorong peningkatan perekonomian dan kemajuan teknologi antarkedua pihak. "Kami berkomitmen memajukan tujuan bersama yang mencakup pengembangan energi berkelanjutan, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi," tegasnya.

Bahlil menyinggung transisi energi sebagi terobosan utama dalam mewujudkan komitmen global guna mencapai dekarbonisasi. Indonesia bahkan menunjukkan sikap serius atas upaya tersebut kepada Pemerintah China.

"Kami telah mengembangkan Peta Jalan Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) yang komperhensif di sektor energi," ungkapnya.

Terkait hal tersebut, Pemerintah RI menawarkan peluang kolaborasi kepada China. Tawaran ini atas dasar besarnya potensi sumber daya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dimiliki oleh Indonesia, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kayan (13.000 MW) dan Mamberamo, Papua (24.000 MW).

"Ini sebuah potensi yang kita tawarkan ke Tiongkok untuk bisa berkolaborasi bersama. Ini tidak mungkin kita lakukan sendiri," kata Bahlil.

Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah pada masa mendatang, keberadaan hilirisasi yang berorientasi green energy dan green industry. "Kunci dari implementasi kebijakan ini adalah keberadaan listrik," imbuhnya.

 

 

3 dari 4 halaman

Transisi Energi

Untuk itu, berdasarkan roadmap transisi energi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi menuju karbon netral dari sisi suplai, seperti fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, dan hidrogen. Di samping itu, langkah lain yang diambil adalah penghentian pembangkit listrik batubara secara bertahap, dan penggunaan teknologi rendah emisi, yaitu teknologi CCS/CCUS.

Sementara dari sisi demand, antara lain pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pemanfaatan biofuel, dan penerapan manajemen energi.

Bagi Indonesia, kemampuan mencapai NZE pada 2060 harus tetap mempertimbangkan konteks dan kondisi nasional di masing-masing negara. Misalnya, Indonesia masih mengoptimalkan pengembangan energi fosil selaras dengan kemajuan masif pembangunan infrastruktur energi bersih.

"Kita sedang mengkaji, memperhitungkan, dan mengkalkulasi tentang kebutuhan (energi) dalam negeri dengan geopolitik ekonominya," ujar Bahlil.

Ia meyakini, kerja sama dan program yang telah dihasilkan di bawah kerangka bilateral Indonesia-China terus menunjukkan progres yang signifikan. "Tidak perlu ada keraguan dalam kebersamaan (kerja sama) ini. Saya yakin yang pertama dalam investasi adalah nyaman. Dan Indonesia menawarkan rasa kenyamanan itu," tegasnya.

Ke depan, kemitraan yang tengah dijalin di sektor energi harus saling menguntungkan kedua belah pihak. "Kami akan membuka ruang yang sebaik-baiknya untuk melakukan bisnis di Indonesia dengan tetap memperhatikan aturan dan harus menguntungkan semuanya," ucapnya.

4 dari 4 halaman

Prospek Cerah

Hal senada disampaikan oleh Administrator of National Energy Administration (NEA) China, Zhang Jianhua. Pemerintah China disebut melihat prospek cerah dari hubungan bilateral tersebut.

"Indonesia dan Tiongkok dalam proses pembangunan (energi) memiliki konsep yang sama. Kami membahas kemitraan strategis dalam mempengaruhi pasar dunia Internasional," kata Zhang.

Transfer teknologi dan sumber daya manusia (SDM) oleh China diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan ketahanan energi domestik. "Kerja sama di bidang energi adalah kerja sama yang solid untuk menyukseskan kesejahteraan rakyat," pungkasnya.

Diketahui, Indonesia-China memiliki memiliki forum bilateral rutin 2 tahunan yaitu Indonesia-China Energy Forum (ICEF) yang dipimpin oleh Menteri ESDM RI dan Administrator National Energy Agency (NEA) China.

Forum ini pertama kali diselenggarakan pada 2002 dan dihadiri oleh sejumlah pejabat pemerintah dan kalangan pengusaha Indonesia dan China. Pertemuan ICEF telah digelar sebanyak enam kali, dimana ICEF ke-6 diselenggarakan pada 8-9 Juli 2019 di Beijing. Setelah Indonesia menjadi tuan rumah pada pertemuan ICEF Ke-7 tahun ini, selanjutnya NEA China akan menjadi tuan rumah ICEF KE-8 2025.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.