Sukses

Pengembangan Bauran EBT Lambat, Bahlil Sentil PLN

Bahlil bertanya pada Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, kenapa BUMN penyedia ketenagalistrikan tersebut belum menyambungkan jaringan listrik dengan bauran EBT

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) terhadap jaringan listrik nasional yang masih jauh dari target. Pasalnya, bauran EBT saat ini baru mencapai 15 persen dari target 23 persen pada kebijakan energi nasional 2025.

Untuk itu, Bahlil bertanya pada Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, kenapa BUMN penyedia ketenagalistrikan tersebut belum menyambungkan jaringan listrik dengan bauran EBT.

"Kemarin saya tanya Dirut PLN kenapa ini terjadi, karena ternyata sumber-sumber EBT kita tuh besar. Namun jaringannya yang belum terkonek. Contoh yang ada di Riau, tapi jaringan listriknya yang belum ada untuk menyambungkan ke tempat itu," kata Bahlil dalam acara IIGCE 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Bahlil juga menanggapi keluhan PLN yang menilai pengadaan EBT tergolong mahal. Padahal setelah dicek, PLN bisa mencapai titik impas alias break event point (BEP) rata-rata 8-10 tahun dengan harga jual saat ini, untuk pembelian tenaga listrik dengan masa kontrak 30 tahun.

"Jadi 20 tahun panen pak dari 8-10 tahun untuk break even point. Jadi pak Dirut PLN tidak ada lagi alasan untuk EBT tidak jalan karena harga pemerintah kasihnya sedikit. Ini pasti win-win. Ini enggak boleh lagi main-main," tegasnya.

"Jadi tugas pak Dirut PLN sekarang fokus untuk bangun transmisi. Kalau tidak, nanti transmisi dibangun oleh swasta, melanggar UU Kelistrikan kita. Jadi kita bagi tugas," pinta Bahlil.

Potensi Panas Bumi

Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan, energi panas bumi dapat jadi salah satu instrumen penting untuk tingkatkan penggunaan EBT dalam bauran energi nasional. Indonesia disebutnya memiliki potensi geothermal terbesar di dunia, dengan porsi 40 persen atau setara 24 GW.

"Saat ini kapasitas PLTP di Indonesia mencapai 2,6 gw, atau terbesar nomor dua di Indonesia yang sudah jalan. Pertumbuhannya di 10 tahun terakhir itu tumbuh dua kali lipat," bebernya.

Kapasitas listrik PLTP tersebut mencakup 18,5 persen dari total listrik EBT nasional, atau 3 persen dari total 93 GW. Dalam 10 tahun terakhir, akumulasi pertumbuhan pembangkit listrik tenaga panas bumi juga tumbuh signifikan, naik hingga 8 kalo lipat.

"Sehingga tahun 2024 diperkirakan investasi di Geothermal sebesar 8,7 miliar USD. Pembangunan PLTP tersebut telah menciptakan lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 900.000, dan mampu memberikan kontribusi pada negara sebesar Rp 16 triliun," tuturnya.

 

2 dari 3 halaman

Bahlil: Izin Investasi Energi Hijau Seperti Nunggu Ayam Tumbuh Gigi, Sulit!

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengajukan permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar birokrasi perizinan investasi energi hijau yang masih rumit dapat dipangkas.

Bahlil membagikan pengalamannya saat menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Ia mengungkapkan bahwa proses perizinan investasi energi hijau sering kali harus melewati prosedur yang panjang di berbagai instansi sebelum proyek bisa dimulai.

"Masih ada beberapa masalah. Pak, masalah terbesar kita ini adalah birokrasi. Saya pikir saat saya menjabat Menteri Investasi, prosesnya di kantor kami seperti menunggu ayam tumbuh gigi, sangat sulit," ujar Bahlil dalam pembukaan The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (18/9/2024).

"Kenapa? Karena untuk mengurus izin investasi saja bisa memakan waktu hingga tiga tahun. RKKPL (Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), izin AMDAL, izin lokasi, semuanya bisa memakan waktu 2-3 tahun. Setelah masuk ke Kementerian ESDM, prosesnya juga memakan waktu lama. Eksplorasi saja bisa memakan waktu 2-3 tahun," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Baru Jalan 6 Tahun

Akibatnya, lanjut Bahlil, pengerjaan proyek energi hijau baru bisa dimulai pada tahun keenam, lebih lama dari satu periode masa jabatan presiden.

"Bayangkan saja, Pak. Sulit bagi kita untuk mempercepat langkah menuju target net zero emission pada 2060, padahal kita memiliki cadangan energi hijau yang sangat besar," tambahnya.

Oleh karena itu, Bahlil memohon kepada Jokowi agar proses birokrasi perizinan investasi dapat disederhanakan, terutama dalam hal persyaratan dan waktu, untuk memfasilitasi percepatan investasi dari para investor.

"Dengan begitu, para investor tidak perlu ragu. Saya sudah melaporkan kepada Bapak Presiden Jokowi, dan juga kepada Presiden terpilih Prabowo. Kami akan melakukan reformasi dengan langkah-langkah konstruktif demi percepatan," tutup Bahlil Lahadalia.