Sukses

Medco Power Kantongi Lisensi Panas Bumi Baru di Sumatera Utara

CEO MedcoEnergi Roberto Lorato menambahkan, pihak ya bertekad untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) minimal menjadi 30 persen pada 2030.

Liputan6.com, Jakarta Medco Power Indonesia memperoleh Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi (PSP-E) Samosir dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Terletak di Sumatra Utara, Samosir PSP-E diperkirakan memiliki potensi panas bumi hingga 40 MW dan secara strategis berlokasi dekat dengan jaringan listrik Sumatera.

Penugasan ini diserahkan pada acara Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024, yang turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (18/9/2024).

"Penugasan ini sejalan dengan komitmen kami untuk menyediakan solusi energi bersih dengan tingkat pengembalian yang menarik," ujar Direktur Utama Medco Power Eka Satria dalam keterangan tertulis, Kamis (19/9/2024).

Tingkatkan EBT

CEO MedcoEnergi Roberto Lorato menambahkan, pihak ya bertekad untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) minimal menjadi 30 persen pada 2030.

Menurut dia, pengembangan portofolio EBT alias energi hijau jadi salah satu agenda penting dari strategi iklim perusahaan.

"Kami berkomitmen untuk mencapai emisi nol karbon untuk cakupan 1 dan 2 pada 2050 dan nol karbon untuk emisi cakupan 3 pada 2060, untuk mendukung tujuan Indonesia dalam mencapai emisi nol bersih pada 2060," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Mumet Urus Izin Investasi Pembangkit Panas Bumi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa birokrasi perizinan investasi di sektor energi hijau, khususnya dalam membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau geothermal masih berbelit-belit.

Sehingga, proses izin investasi bisa memakan waktu hingga 5-6 tahun sebelum proyek pembangkit listrik panas bumi bisa mulai dikerjakan. 

"Ya biasa, urusan perizinan-perizinan di kita masih banyak yang mumet. Itu yang harus dibenahi, membenahi sistem, sehingga terjadi kecepatan, pemangkasan-pemangkasan," kata Jokowi di sela acara IIGCE 2024 di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

"Contoh urusan AMDAL sampai 1-2 tahun. Belum izin-izin yang lainnya. Kalau sampai 6 tahun itu, siapa yang mau investasi kalau suruh nunggu sampai 6 tahun," dia menambahkan. 

Jokowi mengatakan, seluruh dunia mini sedang berlomba-lomba untuk masuk ke energi hijau. Menurut dia, itu jadi peluang bagi Indonesia yang punya potensi kekayaan sumber daya yang sangat besar. 

Semisal panas bumi, yang menyimpan potensi untuk sumber daya kelistrikan hingga 24.000 MW. Meskipun investasi di sektor tersebut sudah didorong sejak empat dekade silam, namun pemanfaatannya masih sangat minim.

"Contoh kek tadi, geothermal 24.000 MW, gede banget. Dia dikerjakan sejak tahun 80an sampai sekarang baru 11 persen. Berarti hanya 2.600 MW. Kecil sekali," ujar Jokowi.

"Padahal yang ngantri pingin menggunakan buanyak sekali. Ada apa, ya tadi dijawab pak Menteri ESDM, izinnya terlalu lama. Itu yang harus dibenahi," pinta dia. 

 

3 dari 3 halaman

Tanggapi Bahlil

Adapun pernyataan tersebut diberikan Jokowi guna menjawab laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia.

Yang bersangkutan sempat menceritakan pengalamannya saat masih menjadi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Ketika izin investasi energi hijau harus melalui proses panjang lintas instansi, sebelum akhirnya pengerjaan proyek bisa dimulai. 

"Kenapa, orang melakukan investasi ini urus izin 3 tahun. RKKPL (Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan), izin AMDAL, izin lokasi bisa 2-3 tahun. Masuk di Kementerian ESDM, main lagi barang ini. Eksplorasi itu butuh waktu 2-3 tahun," bebernya pada perhelatan yang sama.

Sehingga, sambung Bahlil, proses pengerjaan suatu proyek energi hijau baru bisa dimulai di tahun keenam. Menurutnya, itu bahkan lebih lama dari satu periode masa jabatan presiden. 

"Coba bayangkan pak. Jadi akan susah kita melakukan percepatan untuk menuju 2060 net zero emission, dan kita mempunyai cadangan terbesar," imbuh Bahlil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini