Sukses

Ini Sosok yang Layak Gantikan Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto di Pemerintahan Prabowo

Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda memberikan tanggapan mengenai sosok yang gantikan Menkeu Sri Mulyani dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dikabarkan tidak akan menjadi Menteri Keuangan di Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. 

Sama halnya dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Lantaran setelah mundurnya Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Partai Golkar dinilai melemahkan daya tawarnya untuk kembali menjabat posisi menteri di kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menilai pengganti Sri Mulyani harus yang sepadan. Adapun nama Thomas Djiwandono yang merupakan Keponakan Prabowo, yang saat ini menduduki Wakil Menteri Keuangan II digadang-gadang akan naik gantikan Sri Mulyani dinilai tidak tepat.

"Terkait dengan pos Menkeu, saya rasa Menkeu bukan SMI tidak masalah asalkan penggantinya juga sepadan. Nama Thomas Djiwandono saya rasa tidak tepat untuk menduduki kursi Menkeu," kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Senin (23/9/2024).

Menurut dia, masih banyak nama yang lebih kompeten daripada Thomas Djiwandono, antara lain Chatib Basri, Bambang Brodjonegoro, ataupun ekonom-ekonom muda lainnya.

Ketika yang menduduki dua jabatan itu berasal dari partai politik, maka kepercayaan investor terhadap pengelolaan APBN akan semakin rendah.

"Saya rasa kepercayaan investor terhadap pengelolaan APBN akan jeblok," ujarnya.

Sementara, sosok yang layak menurut Huda untuk mengisi kursi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian adalah Burhanuddin Abdullah. Sebelumnya Burhanuddin pernah menjabat sebagai Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) sekaligus eks Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.

Huda menyebut, sebaiknya Airlangga Hartarto tidak lagi menjabat sebagai menko bidang perekonomian.

"Kursi Menko Bidang Perekonomian bisa diisi oleh Pak Burhan, ketua tim dewan pakar Prabowo-Gibran. Airlangga, tidak usah lagi jadi Menteri," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemerintah Setuju Hapus Wakil Menteri Pejabat Karir di Kabinet

Sebelumnya, Pemerintah menyetujui usulan DPR RI yang akan menghapus posisi wakil menteri pejabat karir di kabinet yang diangkat oleh presiden. Penjelasan pasal ini dihapus dalam Revisi Undang-Undang tentang Perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 (RUU Kementerian Negara).

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas mengatakan, penjelasan pasal soal wakil menteri dihapus lantaran bersifat inkostitusional dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011.

"Kami sepakat atas usul DPR RI tentang penghapusan penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara. Hal ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011, yang mengatakan bahwa apabila wakil menteri adalah pejabat karir, maka tidak ada posisinya dalam struktur organisasi kementerian," paparnya dalam Rapat Kerja bersama Baleg DPR RI, Senin (9/9/2024).

"Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," tegas Anas.

Mengingat sampai saat ini putusan MK tersebut ditindaklanjuti melalui penghapusan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara, ia menambahkan, maka pemerintah sepakat dengan usulan yang disampaikan DPR RI untuk menghapus penjelasan tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Anas juga menyampaikan, pemerintah telah melakukan penyusunan dan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kementerian Negara.

"DIM RUU Kementerian Negara terdiri atas 30 DIM dengan rincian 23 DIM yang tetap, 4 DIM dengan perubahan substansi, dan 3 DIM perubahan redaksional," terang Anas.

 

 

 

3 dari 4 halaman

Batasan Jumlah Menteri

Selain penghapusan posisi wakil menteri, ada pula perubahan Pasal 15 yang mengatur mengenai batasan jumlah kementerian. Jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34, diubah menjadi sesuai kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Anas menilai, UU Kementerian Negara sejatinya bertujuan membangun sistem pemerintahan yang efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, tidak selalu berarti satu urusan dikerjakan oleh satu kementerian. Sebaliknya, satu kementerian bisa mengemban lebih dari satu urusan sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Presiden.

Karenanya, rekonstruksi tata kelola pemerintahan salah satunya melalui Revisi UU Kementerian Negara. Itu dinilai upaya dalam mendorong pemerintahan yang semakin inklusif, transparan, kontekstual, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

"Spirit dari perubahan dalam UU Kementerian Negara tentu untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga dalam menyukseskan pembangunan nasional," ungkapnya.

4 dari 4 halaman

Jumlah Kementerian Diselaraskan

Pada prinsipnya, ia menambahkan, pembentukan kementerian diselaraskan dengan strategi pencapaian visi dan misi presiden pada masa pemerintahannya. Pemerintah sepakat bahwa secara regulasi, pembentukan kementerian merupakan hak prerogatif presiden. Dengan menyesuaikan kebutuhan presiden dalam mencapai visi-misinya sembari memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

"Tentu pencapaian visi-misi itu telah mempertimbangkan agenda pembangunan nasional dan dinamika tantangan global," tegas dia.

Sehingga perlu ditambahkan penjelasan pada Pasal 15 RUU Kementerian Negara, yakni kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden adalah memperhatikan keselarasan urusan pemerintahan antar kementerian, dan mempertimbangkan ketentuan pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.

Anas menambahkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat ini pemerintah terus melakukan penguatan tata kelola pemerintahan dan proses bisnis yang efektif melalui koordinasi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga.

"Saat ini pemerintah fokus pada bagaimana tata kelola pemerintahan bisa berjalan baik dan berdampak ke rakyat. Intinya berdampak, bisa dirasakan rakyat, seperti berulangkali disampaikan Presiden Jokowi," pungkasnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.