Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Pengamat Kebijakan Publik, pelaku industri, pakar transportasi sepakat untuk duduk bersama mengkaji kembali jenis-jenis barang apa saja yang perlu dilarang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait Pelarangan Angkutan Barang Sumbu 3 pada saat libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Hal itu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan oleh keberadaan kebijakan tersebut, termasuk kerugian ekonomi nasional.
Kesepakatan ini mengemuka di acara diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti yang mengangkat tema Mengelola Pembatasan Angkutan Barang pada Masa Libur Panjang, Natal dan Tahun Baru di Auditorium Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Senin (23/9).
Baca Juga
Rektör ITL Trisakti, Yuliantini, yang disampaikan Dekan Fakultas Sistem dan Transportasi, L. Deny Siahaan, mengatakan kebijakan pembatasan angkutan barang saat HBKN memang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar arus pergerakan orang.
Advertisement
Namun, lanjutnya, di sisi lain kebijakan ini juga berdampak terhadap ketersediaan produk dan barang di masyarakat, logistik industri, serta logistik komoditas penting lainnya seperti BBM, barang pangan dan barang ekspor impor menjadi terhambat yang dapat berakibat pada kenaikan harga-harga.
“Oleh sebab itu, permasalahan yang muncul setiap tahun di negara kita ini sangat penting untuk didiskusikan bagaimana mengelola pembatasan angkutan secara efektif, dan mencari solusi optimal terhadap permasalahan yang muncul, sehingga dapat mengakomodasi kepentingans semua pihak tanpa mengorbankan kelancaran logistik dan perekonomian nasional,” katanya.
Pembatasan Distribusi
Direktur Sarana Perdagangan dan Logistik Kementerian Perdagangan (Kemendag), Sri Sugy Atmanto, dalam paparannya menyampaikan pembatasan distribusi bisa menyebabkan kelangkaan barang di daerah-daerah yang dan menyebabkan terjadinya kenaikan harga.
“Intinya, kelancaran mudik bagi yang merayakan hari besar keagamaan tetap menjadi perhatian utama, tapi ketersediaan bahan pokok dan distribusinya juga tidak boleh terganggu,” ujarnya.
Karenanya, lanjutnya, Kemendag meminta agar kebijakan pelarangan angkutan logistik saat HBKN agar mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu dan jenis barangnya serta tujuannya.
“Artinya, kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat, pelaku usaha serta tidak menimbulkan kenaikan harga,” ucapnya.
Dia mengatakan selain kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, minyak goreng, tepung terigu, kedelai, tahu tempe, daging sapi, daging ayam, telur ayam, bawang merah, bawang putih, cabai, ikan segar, susu, pupuk, ternak dan uang, air minum dalam kemasan (AMDK) juga sudah menjadi barang strategis masyarakat yang harus masuk dalam pengecualian.
“AMDK ini termasuk kebutuhan barang strategis masyarakat karena sangat dibutuhkan pada saat hari besar keagamaan,” katanya.
SKB Pelarangan Terhadap Truk Sumbu 3
Dia pun menyarankan perlunya dibahas kembali secara bersama terkait SKB Pelarangan Terhadap Truk Sumbu 3. “Ini harus dibahas sama-sama terkait dengan pengangkutannya, bagaimana persiapannya, dan dampak setelah ada pembatasan,” tukasnya.
Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) yang juga menjadi narasumber di acara ini, menyampaikan dampak kebijakan pembatasan angkutan barang pada saat HBKN terhadap sektor makanan dan minuman. Di antaranya, terjadinya biaya distribusi yang tinggi karena harus menggunakan truk-truk sumbu 2 yang jumlahnya lebih banyak, yang pada akhirnya meningkatkan harga barang makanan dan minuman di pasar. “Hal ini berdampak pada daya beli masyarakat yang menurun,” ungkapnya.
Dia pun mengusulkan agar pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan pembatasan angkutan barang, khususnya pada masa libur panjang seperti Lebaran, Natal dan Tahun Baru (Nataru), maupun libur panjang lainnya, bagi kendaraan makanan dan minuman khususnya air minum dalam kemasan (AMDK) untuk masuk dalam pengecualian.
Ateng Aryono, Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan semestinya logistik itu tetap menjadi sesuatu yang harus sedemikian rupa dilancarkan pada saat HBKN. “Jadi, bukan opsi lagi tetapi itu menjadi pilihan akhir dan pilihan utama harus lancar,” ucapnya.
Dia mengingatkan bahwa dari perspektif pengusaha, ketika kelancaran logistik ini terhambat maka ada potensi terjadi stagnasi. Ketika itu terjadi, lanjutnya, maka ada kekhawatiran akan penambahan biaya yang nyata, baik dari satu sektor makro ataupun mikro yang dialami oleh para pengusaha di berbagai komoditi. “Akibatnya, bukan sekedar daya beli saja menjadi lebih mahal, tapi daya beli juga menurun yang akhirnya tidak bisa bersaing,” ungkapnya.
Advertisement
Kebijakan Pembatasan
Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti Nofrisel menyarankan agar dilakukan saja pengaturan terhadap semua kendaraan pada saat HBKN dan bukan pelarangan.
“Yang paling penting adalah implementasinya di lapangan,” tukasnya.
Dia mengatakan pemerintah bukan eksekutor. Yang menjadi eksekutornya adalah perusahaan-perusahaan, baik eksekutor di level produsen, manufacturing maupun di level perpindahan barang/jasa logistik. “Jadi, perlu melibatkan semua pihak. Karena, kita berharap pengaturan itu berimplikasi,” ucapnya.
Sebagai penanggap di acara ini, Gemilang Tarigan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengatakan kebijakan pembatasan di luar negeri memang ada, namun pemberlakuannya tidak sepanjang yang di Indonesia.
“Jadi, harus ada improvement kebijakan, di mana truk selalu menjadi korban. Mindset harus diubah agar kebijakan tidak berorientasi pada pembatasan,” ucapnya.
Penaggap lainnya, Ian Sudiana, Wakil Ketua Umum ALFI DKI Jakarta Bidang Angkutan Darat dan Kereta Api, menyarankan pembatasan sebaiknya kembali ke zaman sebelum 2017, cukup H-3 sampai H+1, dan harus mendorong pergerakan masyarakat dengan commuting. “Contohnya Jakarta-Bandung dengan whoosh, itu harus lebih didorong pemerintah untuk mengurangi beban jalan raya,” ungkapnya.
Kaji Ulang Kebijakan
Yufridon Gandoz Situmeang, Staf Ahli Bidang Logistik dan Multimoda Perhubungan Kementerian Perhubungan, menyambut baik adanya usulan untuk mengkaji ulang kebijakan SKB terkait pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat HBKN. Dia setuju untuk dilakukan review.
“Kemenhub siap mengevaluasi soal pembatasan pelarangan truk sumbu 3 yang terlalu sering dilakukan sejak tahun 2023 hingga 2024 ini. Jadi, di tahun 2024 ini menarik bagi kita karena tinggal beberapa bulan lagi kita akan masuk libur Nataru. Kita akan uji data lagi,” tukasnya.
Dalam rangka itu, menurutnya, Kemenhub perlu melakukan uji data seperti pergerakan orang. “Kita akan melakukan kurasi dengan telkomsel, mengambil data-data pergerakan, kemudian data-data logistik,” katanya.
Menurutnya, hal itu penting dilakukan karena melihat ke depan bahwa angkutan barang ini tentunya menjadi hal yang penting. “Oleh karenanya, ada pembatasan ini tentunya harapan kita bisa mendapatkan manfaat bagi seluruhnya. Tidak sekedar hanya mengatasi kepadatan kendaraan saja, namun tentunya juga perekonomian,” ujarnya.
Dia setuju agar ke depan, kebijakan pembatasan truk sumbu 3 ini bisa menguntungkan semua pihak, tidak hanya bagi pemudik tapi juga bagi industri dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional.
Advertisement