Sukses

Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia-Eropa Alot, Apa Masalahnya?

Djatmiko menyebut masih ada beberapa kebijakan yang belum bisa disepakati oleh kedua belah pihak, antara Indonesia dengan Uni Eropa

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono bagikan alasan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) masih alot hingga saat ini. 

Djatmiko menyebut masih ada beberapa kebijakan yang belum bisa disepakati oleh kedua belah pihak. Meskipun begitu, hingga saat ini sudah banyak hal yang telah mencapai kesepakatan bersama antar kedua pihak.

“Banyak yang sudah disepakati oleh Indonesia dan Uni Eropa untuk diatur dalam perjanjian CEPA. Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi bahasan kedua belah pihak,” kata Djatmiko kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (25/9/2024). 

Djatmiko menambahkan, Indonesia juga telah menyampaikan beberapa hal pada UE untuk mencoba mencari titik temu atau landing zone yang bisa diterima kedua belah pihak terkait hal-hal yang jadi kekhawatiran bersama. Salah satu aspek yang masih menjadi pembahasan adalah terkait aturan deforestasi. 

Hal yang Disetujui

Adapun beberapa hal yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak di antaranya terkait barang yaitu menurunkan instrumen tarif secara gradual. Hal ini, menurut Djatmiko sudah sampai memuaskan kedua pihak.

Kemudian dari sisi fasilitasi, hal-hal yang dianggap bisa membantu mendukung upaya peningkatan hubungan perdagangan atau investasi, transparansi dan berbagai elemen lain inklusivitas sudah disepakati.

“Terkait teknis juga sudah dibahas sudah ada kesamaan pandang, tapi masih ada aturan yang belum selesai, kita masih mencari titik tengah isu tersebut,” ujarnya. 

Adapun proses perjanjian kerja sama IEU-CEPA telah berlangsung selama 9 tahun. Namun konsep perjanjian tersebut tak kunjung rampung. 

 

 

2 dari 2 halaman

BI: Surplus Neraca Perdagangan Agustus Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

Bank Indonesia (BI) menilai surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 sebesar USD 2,9 miliar. Surplus neraca perdaganan Indonesia ini meningkat dibandingkan dengan surplus pada Juli 2024 sebesar 0,50 miliar dolar AS.

"Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” ujar Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono dikutip dari keterangan resmi, Selasa (17/9/2024).

Ia menuturkan, surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi terutama bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas. Neraca perdagangan nonmigas Agustus 2024 mencatat surplus sebesar USD 4,34 miliar sejalan dengan ekspor nonmigas yang meningkat mencapai USD 22,36 miliar.

Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti lemak dan minyak hewani/nabati (CPO), bijih logam, terak, dan abu maupun ekspor produk manufaktur seperti mesin dan perlengkapan elektrik, peralatan mekanis, serta kendaraan dan bagiannya.

Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia. Defisit neraca perdagangan migas tercatat menurun mencapai USD 1,44 miliar pada Agustus 2024 sejalan dengan penurunan impor migas yang lebih besar dari penurunan ekspor migas.