Liputan6.com, Jakarta - Rupiah ditutup menguat 85 poin terhadap dolar AS (USD) pada perdagangan Rabu sore, 25 September 2024 walaupun sebelum sempat menguat 110 poin di level Rp 15.102 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.187.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 15.000 - Rp 15.120,” ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Baca Juga
Sejumlah pejabat The Federal Reserve (the Fed) akan akan mengeluarkan isyarat lebih lanjut terkait suku bunga bank sentral AS pekan ini, terutama pidato Ketua Jerome Powell pada Kamis besok, 26 September 2024.
Advertisement
Data indeks harga PCE, yang menjadi pengukur inflasi pilihan The Fed juga akan dirilis pada Jumat, 27 September 2024 dan juga diharapkan menjadi faktor dalam rencana bank sentral untuk suku bunga.
Analis Citi memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga dengan total 125 basis poin setelah penurunan 50 bps minggu lalu.
Sementara itu, perkiraan Goldman Sachs menunjukkan penurunan 25 bps selama setiap pertemuan dari November hingga Juni 2025.
"Sebelumnya, aktivitas bisnis zona euro berkontraksi tajam bulan ini. Kemerosotan tersebut tampak meluas dengan Jerman, ekonomi terbesar Eropa, mengalami penurunan yang lebih dalam. Bank Sentral Eropa memangkas suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini awal bulan ini minggu lalu, dan tanda-tanda lebih lanjut dari pelemahan ekonomi dapat meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga lagi pada Oktober," Ibrahim menyoroti.
Sedangkan di Asia, Bank Rakyat China meluncurkan serangkaian langkah stimulus pada Selasa, 24 September 2024 termasuk peningkatan langkah likuiditas dan pelonggaran pembatasan pada pasar properti.
"Langkah tersebut mendorong harapan bahwa pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia akan membaik,” kata Ibrahim.
Namun, menurut para analis, diperlukan lebih banyak langkah dari Beijing untuk menopang pertumbuhan yang lamban.
BI Pangkas Suku Bunga pada September 2024
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan memangkas suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Pejabat BI menegaskan keputusan tersebut merupakan bentuk transformasi kebijakan moneter dari bersifat pro-stability menjadi pro-growth.
Penurunan suku bunga diputuskan karena adanya probabilitas yang semakin jelas soal penurunan suku bunga bank sentral AS atau Federal Funds Rate (FFR) pada bulan ini.
Adapun, dampak daripada probabilitas pemangkasan FFR pada bulan ini diyakini akan berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sehingga, alasan BI sebelumnya yang mempertahankan suku bunga karena alasan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi teralihkan. Inflasi yang stabil, dan diperkirakan bergerak di kisaran 2,5+-1 persen pada 2024 dan 2025.
"Yang terpenting adalah peran kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya, kebijakan BI yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah makroprudensial dan sistem pembayaran, kali ini juga didorong oleh kebijakan moneter," jelas Ibrahim.
"Dengan dorongan dari kebijakan moneter berupa pemangkasan BI Rate ini, diharapkan bisa mendorong kredit lebih lanjut di perbankan, sehingga mampu mendorong pembiayaan, serta pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ia menambahkan.
Advertisement
BI Gandeng Bank of Korea, Transaksi Perdagangan Dapat Pakai Rupiah-Won
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Korea Selatan Bank of Korea (BOK), serta Kementerian Keuangan Korea menyepakati kerangka kerja sama Local Currency Transaction (LCT) pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Kerja sama ini bertujuan mendorong penggunaan mata uang lokal Rupiah-Won untuk transaksi perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan.
Dikutip dari laman resmi BI, Jumat (30/8/2024) langkah tersebut merupakan tindak lanjut Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani pada Mei 2023 dan kesepakatan kerangka operasionalnya pada Juni 2024.
Kerangka LCT Indonesia-Korea Selatan akan diimplementasikan secara efektif mulai 30 September mendatang.
Implementasi kerangka LCT antara Indonesia dan Korea Selatan ini menandai capaian penting dalam kerja sama keuangan bilateral kedua negara.
BI lebih lanjut mengungkapkan, kerangka LCT akan memperkuat interkoneksi bank Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) dalam memfasilitasi transaksi berjalan antar negara dengan menggunakan mata uang lokal.
Selain itu, kerja sama ini juga mendorong kuotasi nilai tukar secara langsung (direct quotation) antara rupiah (IDR) terhadap KRW serta relaksasi ketentuan yang diperlukan untuk mendorong pemanfaatan LCT.
Ke depan, implementasi kerangka LCT akan mendorong peningkatan transaksi perdagangan bilateral, mengurangi eksposur risiko nilai tukar, dan meningkatkan efisiensi transaksi, ungkap BI.
BI dan BOK menetapkan bank-bank berikut sebagai bank ACCD di Indonesia dan Korea Selatan yang akan memfasilitasi operasionalisasi kerangka LCT Rupiah-Won.
Bank ACCD Indonesia:
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Central Asia Tbk
- PT Bank CIMB Niaga Tbk
- PT Bank BTPN Tbk
- PT Bank Maybank Indonesia Tbk
- PT Bank OCBC NISP Tbk
- PT Bank DBS Indonesia
- PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk
- PT Bank KEB Hana Indonesia
- PT Bank Shinhan Indonesia
- PT Bank IBK Indonesia Tbk
- PT Bank KB Bukopin Tbk
Bank ACCD Korea Selatan
1. Woori Bank
2. KEB Hana Bank Seoul
3. Shinhan Bank Seoul
4. Industrial Bank of Korea
5. Kookmin Bank
6. SMBC Seoul
7. BNI Seoul Branch
Advertisement