Liputan6.com, Jakarta Wilmar meluncurkan Program Sinergi dan Pemberdayaan Petani Kecil (PROSPEK) yang akan menjangkau 26 ribu mitra petani plasma kelapa sawit, yang menjadi bagian dari jaringan rantai pasok perusahaan di seluruh Indonesia. Program tersebut merupakan komitmen jangka panjang Wilmar dalam penguatan praktik berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Prospek diluncurkan di Palembang dihadiri lebih dari 130 petani, sebagai perwakilan petani plasma mitra Wilmar di Sumatera Selatan. Di provinsi tersebut, Wilmar telah bermitra dengan 3.000 petani plasma. Program ini merupakan kelanjutan dari program yang sebelumnya telah dijalankan perusahaan bersama mitranya.
Baca Juga
Gandeng TNI, Perusahaan Ini Tanami Ratusan Hektar Lahan Padi untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional
Jangan Remahkan, Banyak Petani Jeruk di Kalbar Sukses Naik Haji hingga Kuliahkan Anak S3
AS-Indonesia Kolaborasi Tingkatkan Kualitas Peternakan Sapi Perah, Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo
Manager Sustainability Smallholder Program Wilmar Yudi Triadi menjelaskan, PROSPEK akan dijalankan secara bertahap dan inklusif dengan tujuan memberikan pendampingan penguatan praktik keberlanjutan.
Advertisement
Produktivitas Petani Kelapa Sawit
Selain itu, program itu juga dimaksudkan membantu menjaga produktivitas dan kualitas tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit. Produktivitas TBS petani plasma saat ini rata-rata sudah lebih dari 20 ton per hektare (ha) per tahun.
"Melalui program ini kami ingin membantu petani lebih produktif melalui praktik berkelanjutan," kata Yudi dikutip Rabu (25/9/2024).
Menurut Lead Sustainability Global Upstream Wilmar Edrin Moss, PROSPEK merupakan implementasi kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE) yang telah diimplementasikan perusahaan sejak 2013.
Pihaknya berharap, program ini akan meningkatkan kapasitas petani dalam memahami praktik pertanian berkelanjutan, serta mempersiapkan mereka dalam program sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang diinisiasi pemerintah.
"Umumnya petani swadaya masih belum memahami praktik berkelanjutan dengan baik. Kami ingin lebih mendekatkannya untuk membantu mereka," ujar Edrin.
Akses Pengetahuan
Dalam kesempatan itu, salah satu wakil petani plasma, I Wayan Gede Surya, ketua Koperasi Lembut Indah Sejahtera mengapresiasi program tersebut, karena diharapkan dapat membantu petani membuka akses pengetahuan terhadap praktik berkelanjutan, seperti lingkungan, keamanan kerja, dan kualitas produksi.
"Selama ini kami masih awam. Melalui Prospek, petani akan diberi pengetahuan tentang sawit berkelanjutan. Harapannya, Prospek benar-benar terlaksana dan dapat dirasakan manfaatnya," tutur Gede.
Koperasi yang berlokasi di Lempuing Indah, Kabupaten Ogan Komering Ilir itu telah menjadi mitra plasma PT Buluh Cawang Plantaion (BCP), Wilmar Group selama 25 tahun terakhir dan sudah memasuki siklus kedua penanaman kelapa sawit.
Advertisement
Petani: Aturan ISPO Dibentuk oleh Rp 13 Miliar Dana Asing untuk Kuasai Sawit Indonesia
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung menyebut ada keterlibatan asing dalam pembentukan regulasi soal sertifikasi standar mutu pengelolaan industri kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (ISPO).
Adapun kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Mandatorinya akan dimulai 5 tahun setelah aturan itu terbit, yakni per 2025.
Gulat mengaku telah mendapat laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait keterlibatan dana asing dalam pembentukan aturan ISPO. Dia lantas menceritakan alur pembentukan regulasi yang sudah ada campur tangan orang luar sejak awal.
"Saya tanya PPATK, benarkah itu masuk, benar. Kalau dirupiahkan kurang lebih Rp 13 miliar masuk dana ke waktu perancangan ISPO. Direvisi Perpres ISPO masuk lagi (dana asing). Makanya kemarin saya lapor ke KPK ke Kejagung, periksa tim itu," ucapnya di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
"Yang merancang peraturan Perpres ISPO itu dibayar negara luar. Rp 13 miliar dibayar konsultannya. Setelah selesai di kasih ke Kementan, Kemenko. Draft yang mereka rancang sampai ke pak Presiden Jokowi," ungkap dia.
Gulat mengaku para petani tidak siap dengan ketentuan ISPO tersebut. Terlebih dalam proses penyusunannya ia menyebut ada campur tangan pihak asing.
"Jungkir balik Apkasindo menahan jangan sampai diteken. Tapi ketika covid tahun 2020 mungkin karena kita panik, pak Jokowi teken. Di situ awal kehancuran petani sawit. Mandatori 2025 siapkah? tidak," tegasnya.
Aturan ISPO
Menurut dia, aturan ISPO ini seperti skenario untuk menjatuhkan para pelaku industri sawit di Tanah Air. Ia lantas menyamakan pembentukan aturan ISPO seperti pelemahan industri tembakau dalam negeri, ketika perusahaan afiliasi Philip Morris International menguasai saham PT HM Sampoerna Tbk.
"Ini akan menjadikan seperti tembakau. Tembakau dulu dibuat peraturan dilarang merokok di mana-mana. Kemudian Sampoerna dibeli America tobacco. Setelah dibeli, dibuat lagi aturan boleh merokok," tutur Gulat.
"Apakah itu yang dibuat mereka? Yes. Tujuannya ke sana pasti, cepat atau lambat. Dibuat mekanisme korporasi-korporasi besar bisa bangkrut dibuat membayar denda," pungkas dia.
Advertisement