Sukses

Bank Mandiri Ungkap 2 Cara Selamatkan Kelas Menengah Indonesia

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi fenomena kelas menengah turun kelas.

Liputan6.com, Jakarta - Untuk mengatasi fenomena kelas menengah yang turun ke kelompok aspiring middle class dalam beberapa tahun terakhir ada dua cara yang dapat ditempuh.

Adapun istilah aspiring middle class mengacu pada kelompok penduduk yang berada di antara kelas bawah dan menengah atau kelompok menengah rentan miskin. 

Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan, ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi fenomena kelas menengah turun kelas. Pertama, dengan memperluas dan menyalurkan bantuan sosial (bansos) secara tepat sasaran.

Andry menilai, bansos yang disalurkan pemerintah terbukti membantu perbaikan daya beli masyarakat. "Jadi, bansos ini perlu juga untuk digenjot," kata Andry dalam acara Media Gathering di Kawasan Anyer, Banten, dikutip Kamis  (26/9/2024).

Kedua, yang dapat diterapkan pemerintah untuk menekan fenomena kelas menengah turun ialah dengan menjaga laju inflasi. Terutama inflasi bahan pangan yang masih tinggi.

Andry menuturkan, saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah. Apalagi, kenaikan upah atau gaji masyarakat kelas menengah tidak sebanding dengan inflasi pangan.

"Kalau saya, mbak di rumah relatif sekarang makin mintanya makin lebih banyak untuk uang dapur gitu ya, belanja (pangan)  begitu ya," kata dia.

Andry menuturkan, fenomena kelas menengah turun ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19. Di mana, efek dari pandemi COVID-19 menyebabkan PHK.

"Ada yang tadinya bekerja di sektor formal kemudian informal. Juga saat ini juga (pekerja( informality-nya) juga agak naik nih sedikit, begitu ya sejak pandemi," kata dia.

Menurut catatan BPS, jumlah kelas menengah terbukti terus mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019, kelompok kelas menengah sebesar 57,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total jumlah penduduk.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Data BPS

Namun, BPS tidak menampilkan data proporsi kelas menengah pada 2020 karena pandemi Covid-19. Pandemi di tahun selanjutnya juga turut membuat jumlah penduduk kelas menengah turun, menjadi 53,83 juta orang atau sekitar 19,82 persen total penduduk.

Penurunan terus terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Seperti pada 2022, dengan jumlah populasi kelas menengah sebanyak 49,51 juta orang atau 18,06 persen total penduduk. Kembali berkurang menjadi 48,27 juta orang atau 17,44 persen total penduduk di 2023.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.

Merujuk perhitungan terakhir, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti  mengatakan, kelompok kelas menengah adalah mereka yang punya tingkat pengeluaran di kisaran Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Miris, Warga Kelas Menengah Bertahan Hidup Bermodalkan Tabungan Sejak 2020 Usai Kena PHK

Sebelumnya, Kelompok buruh menilai turunnya jumlah kelas menengah imbas dari banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan, diakui kalau banyak yang menggantungkan hidup pada tabungan yang dimiliki.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirah mengatakan, kelompok masyarakat kelas menengah mulai menggunakan tabungan sejak 2020 untuk bertahan.

"Kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak tahun 2020 dan saat ini tabungan mereka telah habis," kata Mirah dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).

Dia mengatakan, berkurangnya jumlah kelas menengah di Indonesia juga terimbas dari PHK yang terjadi. Pada saat yang sama, kelompok tersebut sulit untuk mendapatkan kembali pekerjaan.

"Jumlah kelas menengah semakin berkurang karena PHK massal dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah," tegasnya.

Sekalipun ada pekerjaan, kata dia, sistem kontrak harian atau outsourcing dari jasa penyalur yang ditemui. Ini dinilai belum bisa memastikan posisi pekerjaan yang diambil.

"Banyak juga kelas menengah ketika di PHK beralih menjadi driver online atau kurir paket online," ucapnya.

4 dari 4 halaman

Minta Upah Naik 20 Persen

Mirah meminta pemerintah fokus untuk memperbaiki ekonomi pada sisa waktu hingga Oktober 2024 ini sebelum berganti pucuk kepemimpinan. Dia menegaskan, masyarakat membutuhkan harga bahan pokok yang murah dan terjangkau.

Di samping itu, dia juga menyarankan adanya kenaikan upah buruh sebesar 20 persen.

"Yang paling dibutuhkan oleh rakyat saat ini adalah turunkan harga barang kebutuhan pokok 20 persen, kembalikan dan di perluas subsidi rakyat, naikkan upah pekerja atau buruh 20 persen dan jangan keluarkan regulasi, kebijakan, keputusan yang merugikan rakyat banyak," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.