Sukses

Jepang Dihadapi Krisis Beras, Ini Biang Keroknya

Jepang tengah dihadapi kekurangan beras dalam beberapa bulan terakhir, karena cuaca buruk dan peningkatan jumlah wisatawan, serta kebijakan beras yang ketat di negara tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Jepang tengah dihadapi kekurangan beras dalam beberapa bulan terakhir, karena cuaca buruk dan peningkatan jumlah wisatawan, serta kebijakan beras yang ketat di negara tersebut.

“Sepanjang musim panas 2024, Jepang telah bergulat dengan kekurangan beras yang mengakibatkan supermarket kosong karena permintaan melampaui produksi selama tiga tahun terakhir yang menyebabkan stok menipis ke level terendah dalam lebih dari 20 tahun,” ungkap Departemen Pertanian AS dalam sebuah laporan, dikutip dari CNBC International, Minggu (28/9/2024).

USDA melaporkan, konsumen juga menimbun lebih banyak beras sebagai persiapan menghadapi musim topan Jepang dan peringatan gempa bumi besar.

Pada bulan Agustus 2024, supermarket lokal dilaporkan sering kehabisan beras putih dan toko-toko membatasi pembelian hingga satu kantong per orang.

Media lokal NHK sebagian mengaitkan kekurangan tersebut dengan masuknya wisatawan yang mendorong permintaan untuk sushi dan hidangan berbahan dasar nasi lainnya.

Harga beras di Jepang kini mencapai 16.133 yen per 60 kg pada bulan Agustus 2024, naik 3% dari bulan sebelumnya dan 5% lebih tinggi sejak awal tahun.

Inventaris beras swasta Jepang juga hanya mencapai 1,56 juta ton pada bulan Juni, menandai yang terendah dalam beberapa tahun, menurut data dari Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan negara itu.

Selain persiapan Jepang untuk menghadapi potensi bencana alam, MFAA juga mengaitkan peningkatan permintaan beras meja dengan masuknya wisatawan yang mendorong permintaan layanan makanan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konsumsi Beras

Diperkirakan konsumsi beras oleh wisatawan meningkat dari 19.000 ton antara Juli 2022 dan Juni 2023, menjadi 51.000 ton dari Juli 2023 hingga Juni 2024, kata Oscar Tjakra, analis senior di bank pangan dan pertanian global Rabobank.

Meskipun konsumsi wisatawan meningkat lebih dari dua kali lipat, angka masih relatif kecil dibandingkan dengan konsumsi beras domestik tahunan Jepang yang lebih dari 7 juta ton, Tjakra mencatat.

Produksi beras di Jepang juga telah menurun karena petani padi yang sudah memasuki usia pensiun dan lebih sedikit orang muda yang menekuni profesi tersebut, Tjakra menyoroti.

“Ekonomi beras Jepang sebagian besar masih terisolasi dari pasar dunia,” ungkap Joseph Glauber, peneliti senior di International Food Policy Research Institute.

 

3 dari 3 halaman

Petani

Jepang mengenakan tarif 778% pada beras impor untuk melindungi petani padinya.

Sementara Jepang berkomitmen untuk mengimpor minimal sekitar 682.000 ton beras per tahun berdasarkan kewajiban kepada Organisasi Perdagangan Dunia, beras tersebut sebagian besar diisolasi dari konsumen Jepang dan sebagian besar digunakan untuk pengolahan dan pakan ternak.

Ekspor beras dari Jepang juga melonjak enam kali lipat dari tahun 2014 hingga 2022 menjadi hampir 30.000 ton, demikian menurut pengamatan Tjakra dari Rabobank.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.