Sukses

Harga Minyak Hari Ini, WTI dan Brent Kompak Turun

Harga minyak West Texas Intermediate untuk kontrak November: USD 68,18 per barel, turun 51 sen atau 0,75%. Sepanjang tahun ini, harga minyak mentah AS tersebut turun hampir 5%.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) pada hari Jumat (Sabtu waktu Jakarta) membukukan kerugian mingguan, karena prospek meningkatnya pasokan minyak dari Arab Saudi membayangi upaya China untuk merangsang ekonominya.

Patokan minyak mentah AS, West Texas Intermediate, turun sekitar 5% minggu ini, sementara patokan minyak mentah global, Brent, turun hampir 4%. Harga minyak mentah telah turun bahkan ketika konflik di Timur Tengah meningkat, dengan Israel melancarkan serangan udara di Beirut yang menargetkan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.

 “Sungguh menakjubkan melihat bahwa … perang tidak memengaruhi harga, dan itu karena tidak ada gangguan,” kata Dan Yergin, wakil ketua S&P Global, kepada “ Squawk Box ” CNBC pada hari Jumat.

“Masih ada lebih dari lima juta barel kapasitas yang ditutup setiap harinya di Timur Tengah,” kata Yergin.

Daftar Harga Minyak 

Berikut harga energi penutupan hari Jumat:

  • Harga minyak West Texas Intermediate (WTI)  untuk kontrak November: USD 68,18 per barel, turun 51 sen atau 0,75%. Sepanjang tahun ini, harga minyak mentah AS tersebut turun hampir 5%.
  • Harga minyak Brent untuk kontrak November: USD 71,98 per barel, turun 38 sen atau 0,53%. Sepanjang tahun ini, patokan harga minyak global ini turun lebih dari 6%.

Harga minyak mentah turun pada hari Kamis menyusul laporan bahwa Arab Saudi berkomitmen untuk meningkatkan produksi akhir tahun ini, bahkan jika hal itu mengakibatkan harga lebih rendah untuk jangka waktu yang lama.

OPEC+ baru-baru ini menunda kenaikan produksi yang direncanakan dari Oktober ke Desember, tetapi analis berspekulasi bahwa kelompok tersebut mungkin menunda kenaikan tersebut lagi karena harga minyak sangat rendah.

 

2 dari 4 halaman

Stimulus Ekonomi China

Penjualan minyak mentah menghapus keuntungan yang diperoleh pada awal minggu setelah China mengumumkan babak baru langkah stimulus ekonomi. Permintaan minyak yang lemah di China telah membebani pasar minyak selama berbulan-bulan.

“Hal yang mendominasi pasar adalah kelemahan di China. Setengah dari pertumbuhan permintaan minyak dunia selama beberapa tahun hanya terjadi di Tiongkok, dan itu tidak terjadi,” kata Yergin.

“Pertanyaan besarnya adalah, stimulus, apakah Anda akan melihat pemulihan di Tiongkok. Itulah yang sedang dihadapi pasar," tutup dia.

3 dari 4 halaman

Harga Minyak AS Anjlok Hampir 3%, Ini Penyebabnya

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) turun hampir 3 persen pada perdagangan Kamis, 26 September 2024 seiring laporan Arab Saudi berkomitmen terus meningkatkan produksi akhir tahun ini.

Mengutip CNBC, Jumat (27/9/2024), Arab Saudi bersiap untuk melepas target harga minyak tidak resminya USD 100 per barel. Demikian menurut sumber kerpada The Financial Times. Pejabat Arab Saudi bersiap untuk meningkatkan produksi minyak pada Desember bahkan jika langkah itu mengakibatkan periode harga minyak rendah yang berkepanjangan, demikian menurut sumber.

Berikut penutupan harga energi pada Kamis waktu setempat:

  • Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak November tercatat USD 67,67 per barel, turun USD 2,02 atau 2,9 persen. Year to date atau sejak awal tahun, harga minyak WTI merosot lebih dari 5 persen.
  • Harga minyak Brent untuk kontrak November tercatat USD 71,60 per barel, turun USD 1,86 atau 2,53 persen. Sejak awal tahun, harga minyak acuan global terpangkas 7 persen.
  • Harga bensin RBOB untuk kontrak Oktober tercatat USD 1,9613 per gallon, turun 1,93 persen. Year to date, harga bensin susut hampir 7 persen.
  • Harga gas alam untuk kontrak Oktober tercatat USD 2,6 per ribuan kaki kubik, turun 1,4 persen. Sejak awal tahun, harga gas alam merosot lebih dari 3 persen.

Harga minyak juga tertekan seiring harapan produksi minyak akan meningkat di Libya. Faksi-faksi di Afrika Utara mencapai kesepakatan pada Rabu pekan ini untuk menunjuk gubernur bank sentral yang baru. Perselisihan politik tentang siapa yang harus memimpin bank itu telah menyebabkan gangguan produksi.

Prospek peningkatan produksi terjadi di tengah permintaan yang lemah di China, importir minyak mentah terbesar di dunia dan konsumen terbesar kedua. Harga minyak naik pada awal pekan ini setelah Beijing mengumumkan paket stimulus baru.

4 dari 4 halaman

Tekanan Jual Masih Besar, Harga Minyak Bisa Turun ke USD 68 per Barel

Sebelumnya, harga minyak WTI (West Texas Intermediate) naik tipis pada perdagangan Kamis ini, setelah penurunan tajam pada sesi perdagangan sebelumnya. Pergerakan patokan harga minyak dunia ini mencerminkan keseimbangan antara sentimen positif dari penurunan stok minyak di Amerika Serikat (AS) dan kekhawatiran permintaan global yang terus membayangi, terutama dari pasar terbesar, China.

Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, minyak mentah WTI menunjukkan indikasi tren bullish yang mulai melemah berdasarkan kombinasi indikator Moving Average.

Nugraha memproyeksikan bahwa harga minyak hari ini berpotensi mengalami penurunan hingga ke level USD 68 per barel. Namun, jika terjadi rebound, harga bisa berbalik dan mencapai target kenaikan terdekat di angka USD 72 per barel.

Pada Kamis ini (26/9/2024), harga minyak mentah WTI AS tercatat naik sebesar 4 sen atau sekitar 0,06%, menjadi USD 69,73 per barel. Kenaikan kecil ini terjadi setelah harga minyak mengalami penurunan lebih dari 2% pada Rabu kemarin. 

"Penurunan ini dipicu oleh meredanya kekhawatiran atas gangguan pasokan di Libya dan masih kuatnya kekhawatiran akan lemahnya permintaan global, meskipun Tiongkok telah mengumumkan langkah-langkah stimulus terbaru," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (26/9/2024).

Awalnya, pengumuman stimulus dari China, yang merupakan importir minyak terbesar dunia, sempat memicu kenaikan harga minyak. Namun, setelah paket stimulus tersebut diteliti lebih lanjut, terlihat bahwa kebijakan tersebut tidak secara signifikan mengubah prospek permintaan komoditas, termasuk minyak.

Hal ini memicu kekhawatiran bahwa permintaan dari China mungkin tidak akan sekuat yang diharapkan.

 

Video Terkini