Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat stabilitas sektor jasa keuangan terjaga stabil dan pasar keuangan menguat di tengah sentimen positif akibat periode cut cycle bank sentral atau pemotongan tingkat bunga bank sentral di berbagai negara.
Kendati demikian, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, mengatakan pihaknya tetap mewaspadai prospek aktivitas ekonomi dunia melemah ke depan.
Baca Juga
"Pertumbuhan ekonomi terindikasi mengalami penurunan di mayoritas negara utama dengan The Fed yaitu Bank Sentral AS menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi AS di tahun 2024 dan diikuti kenaikan level pengangguran dan penurunan inflasi," kata Mahendra dalam konferensi pers RDKB September 2024, secara virtual, Selasa (1/10/2024).
Advertisement
Lebih lanjut, pelambatan juga terjadi di Tiongkok. Di negara tersebut terjadi pelambatan aktivitas manufaktur, sehingga mendorong peningkatan tingkat pengangguran ke level tertinggi dalam 6 bulan terakhir, serta tingkat pengangguran muda yang meningkat.
Sementara itu, tekanan perekonomian Eropa juga semakin dalam terlihat dari penurunan outlook pertumbuhan dan proyeksi inflasi yang meningkat. Perkembangan tersebut mendorong Bank Sentral Global memulai siklus penurunan suku bunga yang cukup agresif, di mana The Federal Reserve (the Fed) menurunkan Fed Fund Rate sebesar 50 basis poin.
Kemudian di Tiongkok, People's Bank of China (PBOC) yaitu Bank Sentral Tiongkok cukup agresif dalam mendukung perekonomian dengan menurunkan suku bunga kebijakannya dan berjanji akan mengambil kebijakan akomodatif lanjutan.
Di antaranya dengan menurunkan GWM 50 basis poin untuk meningkatkan likuiditas perbankan, penurunan uang muka pembelian rumah, serta memperpanjang dukungan ke sektor properti selama 2 tahun.
Â
Kebijakan Moneter Global
Selain itu, kebijakan fiskal Tiongkok juga akomodatif. Untuk Eropa, European Central Bank (ECB) dan Bank of England juga telah memulai siklus penurunan suku bunga.
Dia menuturkan, kebijakan monetar global yang akomodatif tersebut mendorong kenaikan likuiditas di pasar keuangan, tercermin dari penguatan pasar keuangan global di mayoritas negara. Di domestik, kinerja perekonomian terjaga stabil dengan tingkat inflasi yang terjaga dan neraca perdagangan yang tercatat surplus.Â
Meskipun penurunan suku bunga kebijakan mendorong sentimen positif di pasar keuangan. Namun sinyal pelemahan kinerja perekonomian global, tensi geopolitik yang masih persisten tinggi, dan koreksi terhadap harga komoditas mengakibatkan risiko ketidakpastian ke depan masih tinggi dan perlu diwaspadai oleh sektor jasa keuangan dan melakukan langkah antisipatif yang diperlukan.Â
Advertisement
BI Ramal The Fed Turunkan Suku Bunga Lagi, Kapan?
Sebelumnya, Bank Indonesia memproyeksikan Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga lebih besar lagi hingga akhir tahun 2024. Sebelumnya, The Fed telah memangkas suku bunga sebesar 50 bps ke kisaran 4,75%-5,00% pada September 2024.
"FFR ini akan turun lebih cepat dan lebih besar dibandingkan perkiraan kita sebelumnya," kata Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Juli Budi Winantya, dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Proyeksi Bank Indonesia tersebut didasarkan pada tiga indikator utama, yakni perekonomian global yang cenderung melambat, sehingga semakin jelas bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga.
"Perekonomian global, dinamika dari ekonomi global ini intinya adalah bahwa ekonomi dunia cenderung melambat," kata Juli.
Sesuai Waktunya
Sebagaimana pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menurut Juli, kejelasan pergerakan Fed Fund Rate ini sesuai dengan waktunya.
Padahal, jika dilihat pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebelumnya, BI memproyeksikan bahwa penurunan suku bunga The Fed akan berlangsung lebih lama.
"Ini yang disampaikan Pak Gubernur. Salah satu alasan BI-rate diturunkan adalah karena kejelasan pergerakan FFR, sesuai dengan timing-nya dan juga terkait dengan usahanya. Di RDG BI bulan lalu, kita belum melihat ada kepastian, namun pada RDG September ini semakin jelas terkait dengan penurunan suku bunga," ujar dia.
Indikator Selanjutnya
Indikator kedua yang menjadi dasar proyeksi Bank Indonesia adalah inflasi global yang cenderung menurun, terutama inflasi di negara maju, termasuk Amerika Serikat.
"Inflasi cenderung menurun. Ini menggambarkan bahwa inflasi di negara maju menurun, terutama di Amerika Serikat, dan mengarah pada sasaran jangka panjang," ujar Juli.
Selanjutnya, indikator ketiga adalah penilaian Bank Indonesia terhadap penurunan suku bunga The Fed, yaitu penurunan penyerapan tenaga kerja di Amerika Serikat yang cenderung turun.
"Tiga hal tadi yang mendasari penilaian kita bahwa FFR ini akan turun lebih cepat dan lebih besar, dimulai September ini," pungkasnya.
Â
Advertisement