Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti deflasi yang dialami Indonesia selama 5 bulan berturut-turut.
Baca Juga
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Ini menandakan bahwa Indonesia mengalami deflasi lima bulan berturut-turut hingga September 2024.
Advertisement
BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
Shinta mengkhawatirkan bahwa daya beli masyarakat akan terus menurun jika permasalahan deflasi ini tidak segera ditangani oleh pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk segera menjaga daya beli masyarakat.
"Saya rasa kita tidak bisa melihat deflasi hanya sebagai deflasi saja. Jelas tadi disampaikan bahwa ada intervensi dari pemerintah, terutama dari volatilitas harga pangan yang menjadi masalah utama. Yang kita khawatirkan adalah dampaknya terhadap daya beli, dan ini sebenarnya kunci utama," ujar Shinta saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Inflasi Terjaga
Lebih lanjut, Shinta menjelaskan bahwa saat ini laju inflasi masih terjaga pada kisaran 2,5 persen ± 1 persen. Namun, yang menjadi masalah adalah dampak deflasi terhadap daya beli masyarakat.
"Kalau inflasi sangat terjaga, kita lihat deflasi pangan, dan inflasi masih dapat dikendalikan. Namun, yang menjadi perhatian adalah bagaimana pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat, karena konsumsi domestik menjadi kunci utama dalam perekonomian kita," jelas Shinta.
Selain deflasi, Shinta juga menyoroti hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah industrialisasi dan hilirisasi yang harus terus ditingkatkan.
"Pekerjaan rumah yang harus terus kita lakukan adalah melalui industrialisasi, baik itu downstreaming maupun hilirisasi. Pengembangan industri hulu juga harus kita majukan," pungkasnya.
Ekonom Usul Pemerintah Perluas Lowongan Kerja
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalam deflasi pada bulan September 2024. Artinya, Indonesia mengalami deflasi secara lima bulan berturut-turut hingga September 2024.
BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai pengaruh deflasi kepada pertumbuhan ekonomi akan cukup besar, karena kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB sangatlah besar, lebih dari 50 persen.
"Sehingga untuk bertahan di angka lima persen, pemerintah harus menambalnya dari sisi lain, terutama dari sisi peningkatan belanja pemerintah, baik untuk belanja produktif maupun belanja sosial kesejahteraan," kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (2/10/2024).
Adapun terjadinya deflasi berturut-turut ini dipengaruhi oleh dua hal, yang pertama, karena penurunan permintaan akibat dari penurunan konsumsi dari kelas menengah. Sebagaimana data yang telah diumumkan BPS beberapa waktu lalu, jumlah menengah Indonesia memang menurun, akibat berbagai tekanan biaya hidup yang mereka alami.
Kedua, sebagaimana alasan pemerintah selama ini, permintaan yang menurun diikuti dengan supply atau pasokan barang-barang kebutuhan pokok yang cukup, sehingga tidak terjadi kenaikan harga yang berarti sejak beberapa bulan lalu, yakni sejak Indonesia mulai mengalami deflasi.
Maka langkah yang perlu dilakukan pemerintah, agar deflasi tidak berkelanjutan yakni menjaga agar daya beli masyarakat tidak semakin tertekan, sehingga tingkat konsumsi tidak turun drastis.
"Bentuknya bisa berupa bantuan sosial seperti komoditas pokok bersubsidi untuk kelas bawah, bantaun tunai langsung, dan sejenisnya," ujarnya.
Langkah selanjutnya, yakni mengakselerasi investasi, agar lapangan pekerjaan semakin luas. Logikanya, semakin banyak orang bekerja, semakin banyak yang berpendapatan, dan akan semakin banyak yang membelanjakannya untuk konsumsi dan sejenisnya.
Advertisement