Sukses

Potensi Pembangkit Biomassa Capai 313 MW, Bagaimana Cara Kembangkan?

Dukungan dan sinkronisasi regulasi yang kuat dari pemerintah dinilai penting untuk mempercepat pengembangan biomassa di dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bersama PT PLN (Persero) dan Komisi VII DPR RI sepakat mendorong pengembangan bioenergi nasional.

Ketua Umum METI Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan, saat ini potensi PLTBm diproyeksikan mencapai 313 MW, dengan sejumlah PLTBm beroperasi di beberapa daerah. Ia juga menjelaskan rencana peningkatan kapasitas PLTBm hingga 1 GW dalam RUPTL mendatang.

Namun, terdapat stagnasi program Hutan Tanaman Energi (HTE) yang seharusnya bisa memanfaatkan lahan-lahan kosong di Indonesia.

“Program HTE ini rasanya jalan di tempat, padahal HTE ini sebenarnya memiliki potensi keberlanjutan yang lebih terukur dalam memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk ditanami tanaman energi,” ujar Wiluyo dalam diskusi  Strategi Penjaminan Penyediaan Bahan Baku dan Peningkatan Keekonomian untuk PLTBm, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (4/10/2024).

Dukungan dan sinkronisasi regulasi yang kuat dari pemerintah dinilai penting untuk mempercepat pengembangan biomassa di dalam negeri.

Koordinator Investasi dan Kerja Sama Bioenergi Trois Dilisusendi menyampaikan Indonesia memiliki potensi besar bioenergi dari biomassa yang jika dikonversi menjadi listrik setara dengan 56,97 GW.

Pada akhir 2023, kontribusi bioenergi dalam bauran energi terbarukan mencapai 7,4% dari total 13,3%.

Trois juga menegaskan pengembangan bioenergi dapat mensubstitusi energi fosil di berbagai sektor, termasuk kelistrikan, transportasi, industri, dan rumah tangga.

“Pengembangan bioenergi nasional mencakup pemanfaatan bahan bakar nabati, pemanfaatan biomassa sebagai substitusi batubara melalui co firing di PLTU, serta pemanfaatan sampah organik sebagai sumber energi,” ujar Trois.

 

2 dari 3 halaman

Tantangan yang Harus Dihadapi

Namun, beberapa tantangan masih dihadapi dalam pengembangan sektor biomassa, seperti pengadaan bahan bakar biomassa (B3m) yang memenuhi skala keekonomian, biaya transportasi dan logistik, serta pasokan biomassa yang berkelanjutan.

Selain itu, tantangan harga, ketersediaan bahan, dan penerapan standar teknis seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk bahan bakar biomassa juga menjadi perhatian penting.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat harus disertai pengembangan energi hijau.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi besar untuk memanfaatkan bioenergi dari kelapa sawit, minyak jelantah, tebu, dan berbagai limbah pertanian lainnya.

Dalam upayanya, Indonesia menerapkan program B35 yang menggunakan 35% biodiesel dari minyak sawit. Namun, untuk mencapai keberlanjutan, Eddy menekankan pentingnya penerapan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam pengelolaan kelapa sawit guna meminimalisasi dampak lingkungan.

 

3 dari 3 halaman

Minyak Jelantah

Pemanfaatan minyak jelantah sebagai biodiesel juga jadi solusi untuk mengurangi emisi CO2 hingga 80% dibandingkan dengan diesel konvensional.

Pada kesempatan itu, Eddy Soeparno juga menyatakan komitmennya untuk mendukung energi terbarukan dari sisi regulasi. Ia menyatakan saat ini tengah fokus menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) untuk pemerintahan mendatang, termasuk program-program dan kebijakan-kebijakan tentang biomassa.

"Forum ini menunjukkan komitmen bersama METI, PLN, dan DPR RI untuk mendorong pengembangan bioenergi nasional. Sinergi antara ketiga pihak diharapkan dapat mempercepat pengembangan PLTBm dan mencapai target energi hijau di Indonesia," pungkasnya.