Sukses

Daya Beli Warga Turun, Sri Mulyani Ungkap Penyebabnya

Menkeu Sri Mulyani melihat fenomena PHK di beberapa sektor diimbangi dengan terciptanya lapangan kerja baru, seperti yang terlihat dengan adanya lebih dari 11 juta angkatan kerja baru dalam beberapa tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merespons daya beli masyarakat Indonesia yang dinilai mengalami pelemahan. Menurutnya, saat ini terjadi pergeseran kelas sosial di Indonesia.

Bendahara negara ini menjelaskan, ada banyak studi yang menunjukkan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat daya beli masyarakat melamah atau tidak. Yakni consumer confidence index atau indeks kepercayaan konsumer, tapi itu mungkin basisnya di perkotaan.

"Apakah indeks kepercayaan konsumen, consumer confidence, atau indeks retail, atau indeks purchasing mereka, pembelian mereka, kita melihat masih pada level yang stabil dan tinggi. Artinya tidak ada koreksi yang tajam tiba-tiba menurun tajam," kata Sri Mulyani, saat ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (4/10/2024).

Artinya, pada kelompok masyarakat yang didata atau direkam melalui indeks kepercayaan konsumer (IKK), termasuk dari sisi retailnya, masih menunjukkan adanya aktivitas yang cukup konstan atau stabil.

Lebih lanjut Menkeu mengakui, bahwa saat ini terjadi pergeseran kelas sosial di Indonesia. Dimana kelas menengah turun ke kelempok rentan. Di sisi lain, kenaikan kelompok miskin ke kelas menengah aspiratif dan penurunan kelas menengah menjadi rentan seringkali dipicu oleh inflasi yang tinggi, yang menyebabkan garis kemiskinan meningkat.

"Dengan inflasi tinggi, maka garis kemiskinan naik. Mereka tiba-tiba akan jatuh ke bawah. Jadi, kita melihat sekali lagi konsisten. Jadi, dalam hal ini kita melihat adanya dua indikator, yang miskin naik, tapi yang kelas menengah turun," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Lapangan Kerja Baru

Berkaitan dengan hal itu, Menkeu melihat fenomena PHK di beberapa sektor diimbangi dengan terciptanya lapangan kerja baru, seperti yang terlihat dengan adanya lebih dari 11 juta angkatan kerja baru dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, jenis pekerjaan yang muncul juga mengalami transformasi; banyak yang berasal dari sektor hilirisasi dan teknologi digital, seperti ojek online, yang berbeda dari sektor tradisional yang lebih padat karya seperti tekstil dan alas kaki.

"Upamanya terjadinya PHK di satu tempat, tapi di sisi lain ada job creation. Menurut statistik, 11 juta lebih dalam 3 tahun terakhir, angkatan kerja baru atau lapangan kerja baru terbuka," ujarnya.

Perubahan ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sedang beradaptasi, dan penting untuk memberikan dukungan bagi kelompok yang paling rentan, baik melalui bantuan sosial maupun pelatihan.

Selain itu, menciptakan iklim investasi yang baik sangat penting untuk meningkatkan lapangan kerja baru. Memantau dan mengelola pergeseran ini akan menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

"Jadi ini semuanya kan harus dilihat secara keseluruhan," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Pengusaha Bongkar Bahayanya Deflasi, Apa Itu?

Sebelumnya, Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, menyoroti deflasi yang dialami Indonesia selama 5 bulan berturut-turut.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Ini menandakan bahwa Indonesia mengalami deflasi lima bulan berturut-turut hingga September 2024.

BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.

Shinta mengkhawatirkan bahwa daya beli masyarakat akan terus menurun jika permasalahan deflasi ini tidak segera ditangani oleh pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk segera menjaga daya beli masyarakat.

"Saya rasa kita tidak bisa melihat deflasi hanya sebagai deflasi saja. Jelas tadi disampaikan bahwa ada intervensi dari pemerintah, terutama dari volatilitas harga pangan yang menjadi masalah utama. Yang kita khawatirkan adalah dampaknya terhadap daya beli, dan ini sebenarnya kunci utama," ujar Shinta saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (2/10/2024).

4 dari 4 halaman

Inflasi Terjaga

Lebih lanjut, Shinta menjelaskan bahwa saat ini laju inflasi masih terjaga pada kisaran 2,5 persen ± 1 persen. Namun, yang menjadi masalah adalah dampak deflasi terhadap daya beli masyarakat.

"Kalau inflasi sangat terjaga, kita lihat deflasi pangan, dan inflasi masih dapat dikendalikan. Namun, yang menjadi perhatian adalah bagaimana pengaruhnya terhadap daya beli masyarakat, karena konsumsi domestik menjadi kunci utama dalam perekonomian kita," jelas Shinta.

Selain deflasi, Shinta juga menyoroti hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah industrialisasi dan hilirisasi yang harus terus ditingkatkan.

"Pekerjaan rumah yang harus terus kita lakukan adalah melalui industrialisasi, baik itu downstreaming maupun hilirisasi. Pengembangan industri hulu juga harus kita majukan," pungkasnya.