Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan skema kebijakan pengalihan subsidi BBM untuk produk Pertalite dan Biosolar menjadi bantuan langsung tunai (BLT) yang direncanakan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan, wacana pengalihan subsidi BBM ke BLT sebenarnya bukan wacana baru.
Baca Juga
Pemerintah di dalam nota keuangan di tahun-tahun sebelumnya juga telah mewacanakan agar penyaluran BBM bersubsidi ditujukan langsung kepada konsumen akhirnya, bukan kepada barang.
Advertisement
"Jadi nota keuangan kita bertahun-tahun kebijakan subsidi selalu ada itu. Jadi bukan hal baru BBM menuju kepada subsidi langsung, dari subsidi harga ke subsidi orang," jelas Agus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Namun, Agus menyampaikan, implementasi ketentuan tersebut kerap belum bisa terlaksana lantaran mengikuti situasi yang berjalan pada waktu itu. Termasuk untuk urusan sinkronisasi data bagi konsumen yang benar-benar berhak menerimanya.
"Itu dicek di dokumennya, di nota keuangan sudah beberapa kali menuju sana. Jadi itu terus dilanjutkan sampai benar-benar mekanisme pas," imbuh dia.
Mengikuti Pasal 28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas), disebutkan bahwa pemerintah dalam menetapkan harga BBM punya tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu.
Sehingga, jika rencana kebijakan Prabowo itu terlaksana, maka harga BBM subsidi nantinya akan mengikuti harga keekonomian.
"(Harga BBM subsidi) sesuai dengan harga keekonomiannya. BLT itu konsepnya adalah subsidi langsung untuk meningkatkan daya beli," pungkas Agus.
Aturan Pembatasan Beli Pertalite Ada di Tangan Pemerintahan Prabowo
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, saat ini pemerintah masih melakukan pembahasan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Dia mengatakan alotnya pembahasan penyaluran BBM jenis Pertalite dan Solar itu agar penyaluran dapat lebih tepat sasaran.
Adapun Perpres Nomor 191 Tahun 2024 mengatur pembatasan BBM subsidi jenis Pertalite maupun solar. Bahlil menuturkan, saat ini pemerintah masih melakukan pembahasan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Dia menyatakan, alotnya pembahasan penyaluran BBM jenis Pertalite dan Solar itu agar penyaluran dapat lebih tepat sasaran.
"Begini untuk BBM subsidi sampai sekarang kita masih bahas ya. Masih bahas agar betul-betul aturan yang dikeluarkan itu mencerminkan keadilan," ujar Bahlil kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/9/2024).
Dia pun mengungkapkan sejumlah kelompok masyarakat yang diperbolehkan untuk membeli BBM subsidi jenis Pertalite maupun Solar. Misalnya kelompok petani hingga nelayan.
"Formulasinya seperti apa? Harus sampai di tingkat petani, nelayan. Nah, karena itu sekarang kita lagi godok," ungkap dia.
Bahlil pun pesimistis pembahasan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 akan rampung di pemerintahan presiden Jokowi yang akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Dengan ini, aturan pembelian BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar berada di tangan pasangan presiden terpilih Prabowo - Gibran. "Feeling saya belum. Feeling saya belum (1 Oktober 2024)," ujar dia.
Advertisement
Aturan Baru BBM Subsidi Masih Dikaji
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kebijakan baru terkait distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi atau BBM subsidi. Kajian ini bertujuan memastikan penyaluran yang lebih tepat sasaran.
Dalam rancangan aturan tersebut, kendaraan umum dan roda dua akan menjadi prioritas penerima BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Biosolar.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menyatakan bahwa rencana pembatasan penerima subsidi ini masih dalam tahap penyempurnaan.
Selain itu, pemerintah juga berencana untuk membuka ruang diskusi publik guna mendapatkan masukan terkait aturan tersebut.
"Usulan pembatasan bagi angkutan umum dan kendaraan roda dua sedang didalami. Kami mencari formulasi yang tidak akan mengganggu konsumen, namun tetap memastikan kuota BBM bersubsidi tidak terlampaui," ujar Agus di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Usulan ini awalnya disampaikan oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) dalam diskusi yang sama.
Menurut Sugeng, langkah ini penting agar subsidi BBM dapat benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
"Sudah saatnya kita pertimbangkan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Saya mengusulkan hanya kendaraan umum dan roda dua yang diperbolehkan mengakses Pertalite dan Biosolar bersubsidi," tegas Sugeng.
Kelola Subsidi
Pembatasan tersebut dinilai sebagai langkah strategis dalam memperbaiki tata kelola subsidi energi di Tanah Air. Untuk memastikan kebijakan tersebut efektif dan berkeadilan, diperlukan kajian yang mendalam serta keterlibatan berbagai pihak terkait.
Senada dengan Sugeng, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, menuturkan bahwa pemerintah masih melakukan kajian mendalam terhadap usulan tersebut.
"Kami sepakat kendaraan roda dua dan angkutan umum tetap diizinkan menggunakan Pertalite. Namun, kriteria bagi pengguna lainnya masih dalam pembahasan lebih lanjut," kata Rachmat.
Advertisement