Liputan6.com, Jakarta - Penguatan nilai tukar baht terhadap mata uang lainnya berdampak langsung ke pariwisata Thailand. Dampak ini terutama bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Thailand termasuk wisatawan Indonesia yang kini mendapati uang mereka tidak dapat membeli sebanyak sebelumnya.
Hal ini menyebabkan wisatawan mengurangi pengeluaran mereka, yang pada gilirannya dapat menghambat pencapaian target pendapatan pariwisata Thailand.
Baca Juga
Dikutip melalui Thailand Business News, Sabtu (5/10/2024) Baht yang kuat, yang dipengaruhi oleh pemotongan suku bunga di AS, membuat Thailand semakin kurang terjangkau bagi para pelancong dan berdampak pada pendapatan sektor pariwisata.Â
Advertisement
Kenaikan harga, termasuk makanan pokok dan barang-barang lainnya, turut mengikis reputasi Thailand sebagai destinasi yang ramah anggaran.
Para wisatawan yang sadar anggaran mungkin akan beralih ke negara-negara Asia Tenggara lainnya yang memiliki nilai tukar lebih menguntungkan, sehingga dapat mempengaruhi industri pariwisata Thailand.
Selama beberapa dekade, Thailand telah kokoh menjadi surga bagi pelancong dengan anggaran terbatas. Baik backpacker maupun pencari kemewahan berbondong-bondong datang, tergoda oleh janji petualangan murah dan pengalaman mewah tanpa menguras kantong.Â
Namun, saat ini sedang terjadi perubahan yang signifikan. Negeri Gajah Putih, meskipun tetap memikat, sedang menghadapi lonjakan biaya yang mengubah citra ramah anggarannya.
Baht Thailand telah mengalami apresiasi baru-baru ini, sehingga biaya perjalanan ke Thailand menjadi lebih tinggi bagi pengunjung akibat nilai tukar yang kurang menguntungkan.Â
Baht Kuat Picu Kenaikan Biaya, Thailand Kehilangan Daya Tarik
Pada 23 September 2024, nilai tukar baht dibuka pada 32,92 per dolar AS, membuat biaya penukaran mata uang menjadi lebih mahal bagi wisatawan. Perubahan ini mungkin akan menyurutkan minat wisatawan yang sadar anggaran untuk mengunjungi Thailand.
Kinerja luar biasa baht terhadap mata uang utama seperti dolar AS dan Euro membuat Thailand menjadi lebih mahal bagi wisatawan asing. Apresiasi ini berujung pada peningkatan biaya akomodasi, makanan, transportasi, dan atraksi wisata, yang secara efektif mengurangi anggaran perjalanan para pengunjung internasional.
Bukti-buktinya tak terbantahkan. Inflasi, meskipun relatif terkendali, tetap berdampak pada biaya hidup sehari-hari. Harga makanan, yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin menikmati kekayaan kuliner Thailand, terus merangkak naik.Â
Street food, yang sebelumnya menjadi simbol kelezatan dengan harga terjangkau, kini mengalami kenaikan harga, meskipun masih relatif murah dibandingkan standar global. Akomodasi, transportasi, dan atraksi wisata juga mengikuti tren kenaikan ini, dengan harga yang semakin mendekati destinasi lain yang sebelumnya dianggap lebih mahal.
Akibatnya, wisatawan yang sadar anggaran mungkin akan memilih negara Asia Tenggara lainnya dengan nilai tukar yang lebih menguntungkan, yang bisa berdampak pada industri pariwisata Thailand.
Advertisement
Dampak dari Kuatnya Baht Memiliki Beberapa Implikasi
- Wisatawan Mencari Alternatif: Backpacker dan pelancong dengan anggaran terbatas, yang dulu menjadi tulang punggung pariwisata Thailand, kini semakin mencari destinasi yang lebih murah di Asia Tenggara seperti Vietnam atau Kamboja
- Wisatawan Kelas Menengah Merasakan Tekanan: Bahkan wisatawan dengan anggaran lebih fleksibel kini semakin peka terhadap harga, memilih perjalanan yang lebih singkat atau mengurangi pengeluaran, yang berdampak pada bisnis lokal dan operator pariwisata
- Keunggulan Kompetitif Menurun: Thailand menghadapi persaingan ketat dari negara-negara tetangga yang menawarkan atraksi serupa dengan biaya lebih rendah, yang bisa mempengaruhi pangsa pasarnya dalam jangka panjang.