Liputan6.com, Jakarta - Program sejuta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (jokowi) di awal pemerintahan atau pada 2014 berjalan sesuai target. Hingga saat ini lebih dari 10 ribu rumah telah dibangun dalam program tersebutÂ
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menjelaskan, Kementerian PUPR telah membangun 10,2 juta unit rumah bagi masyarakat melalui Program Sejuta Rumah. Pembangunan ini dilakukan selama selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga
"Kalau yang Program Sejuta Rumah hasilnya 10,2 juta unit rumah, tapi ini bukan hanya APBN, termasuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) semua," ujar Menteri Basuki dikutip dari Antara, Sabtu (5.10/2024).Â
Advertisement
Di bidang perumahan, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan membangun sebanyak 10,2 juta unit rumah melalui Program Sejuta Rumah.
Kemudian 1,49 juta unit rumah melalui program Rumah Swadaya/Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), 40.347 unit rumah khusus dan 71.731 unit rumah susun.
Rusun yang baru saja diresmikan adalah Rusun Universitas Muhammadiyah Sorong yang terdiri dari 1 tower setinggi 3 lantai dengan 43 unit. Rusun ini mampu menampung 168 orang mahasiswa.
"Jadi saya kira kalau untuk capaian programnya sudah bagus, termasuk FLPP-nya nambah terus," kata Basuki.
Dirinya juga menyampaikan bahwa rencana pemisahan kementerian pekerjaan umum dan kementerian perumahan rakyat pada pemerintahan baru akan membuat lebih fokus dalam mencapai Program Tiga Juta Rumah bagi masyarakat.
"Jadi kalau ke depan menjadi (Program) Tiga Juta Rumah, saya kira dengan pemisahan itu bagus sekali, jadi lebih fokus," katanya.
Daya Saing
Kementerian PUPR senantiasa berkomitmen mewujudkan pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan berkelanjutan. Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama periode 2014-2024, Kementerian PUPR menyelesaikan sejumlah infrastruktur guna meningkatkan daya saing dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Basuki mengatakan salah satu peran utama infrastruktur, di mana infrastruktur sebagai pemenuhan layanan dasar, seperti penyediaan air minum, jalan dan jembatan, perumahan, sanitasi, dan irigasi.
"Infrastruktur dasar sendiri merupakan modal penting untuk mendukung infrastruktur perekonomian," kata Menteri Basuki.
Masalah Backlog Perumahan Tak Kunjung Kelar, Apa Masalahnya?
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon L.P. Napitupulu, mengungkapkan alasan semakin banyak keluarga yang tidak memiliki rumah. Menurutnya, pasokan perumahan yang dibangun tidak sebanding dengan penambahan jumlah keluarga baru setiap tahun.
Nixon menjelaskan bahwa masalah ini menjadi inti dari persoalan backlog perumahanyang terus berlanjut dari tahun ke tahun. Ia mencatat bahwa sejak era Presiden Soeharto, pengadaan rumah berkisar antara 150.000 hingga 300.000 unit per tahun.
"Kita, BTN, setiap tahun selalu memperhatikan jumlah subsidi perumahan. Sejak zaman Pak Harto, rumah subsidi paling banyak hanya 150 ribu hingga 300 ribu unit per tahun," kata Nixon dalam Forum Tematik Bakohumas BP Tapera Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Namun, penambahan jumlah keluarga baru jauh lebih tinggi dari angka tersebut. Nixon mencatat bahwa setiap tahun ada sekitar 800.000 hingga 1 juta pasangan baru yang memicu kebutuhan akan rumah.
"Ini juga menjadi masalah kita. Kalau tidak menikah mungkin tidak ada kebutuhan rumah, tapi yang menikah itu sekitar 800 ribu hingga 1 juta pasangan baru setiap tahun. Mereka pasti membutuhkan rumah karena pernikahan memicu kebutuhan akan tempat tinggal," jelasnya.
Data terbaru yang dimilikinya menunjukkan bahwa pengembang hanya mampu menyediakan sekitar 400.000 hingga 500.000 unit rumah per tahun, yang masih jauh dari cukup untuk mengejar penambahan keluarga baru.
Jika dihitung secara sederhana, ada selisih sekitar 300.000 hingga 500.000 unit rumah yang perlu disediakan setiap tahun untuk menutup backlog perumahan tersebut.
"Pasokan rumah, dalam hal ini oleh pengembang, hanya sekitar 400 ribu hingga 500 ribu unit setiap tahun. Jadi, kita selalu kalah dan backlog terus bertambah," tambah Nixon.
Advertisement
Tantangan Kementerian Perumahan
Sebelumnya, Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan akan membentuk kembali Kementerian Perumahan yang terpisah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Tujuan pembentukan kementerian ini adalah langkah konkret pemerintah untuk mempercepat penyediaan perumahan nasional.
Namun, karena persoalan perumahan sangat kompleks, banyak pihak berharap kementerian ini dikelola oleh menteri yang benar-benar memahami akar masalah.
"Masalah perumahan sangat kompleks dan tidak bisa dipelajari secara cepat. Backlog, pembiayaan perumahan, dan keterjangkauan masyarakat, terutama generasi milenial, harus segera diatasi dengan pendekatan yang tepat," kata pengamat properti dari Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Menurutnya, diperlukan menteri yang memahami data dan kebijakan secara historis, serta mampu membawa perubahan konkret dalam penyediaan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jika memungkinkan, menteri yang ditunjuk sudah siap dengan konsep untuk menangani persoalan perumahan secara menyeluruh.
"Sebaiknya, menteri yang paham masalah perumahan, karena ini akan mempercepat pencapaian hunian terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat," ujar Syarifah, yang juga Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.