Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Indonesia diperkirakan akan menghadapi biaya kesehatan yang semakin tinggi akibat tren inflasi kesehatan yang terus meningkat. Hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh IFG Progress, lembaga think tank dari Indonesia Financial Group (IFG).
Kondisi ini akan berdampak pada meningkatnya nilai klaim kesehatan, sehingga industri asuransi kesehatan perlu mengimplementasikan pengelolaan risiko yang prudent untuk menghadapi potensi kenaikan klaim yang signifikan.
Baca Juga
Senior Research Associate IFG Progress, Ibrahim Kholilul Rohman, menyampaikan bahwa biaya kesehatan di Indonesia pada tahun 2023 diperkirakan akan tumbuh sebesar 13,6%, lebih tinggi dibandingkan dengan angka sebelumnya yang mencapai 12,3%.
Advertisement
"Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada rata-rata global," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Sabtu (5/10/2024).
Kenaikan biaya kesehatan ini disebabkan oleh inflasi kesehatan yang tercermin dalam meningkatnya harga layanan medis, obat-obatan, dan teknologi kesehatan. Selain itu, faktor gaya hidup yang tidak sehat, tingkat stres yang tinggi, polusi lingkungan, serta perubahan iklim juga berkontribusi pada meningkatnya angka penyakit kronis dan katastropik, yang pada gilirannya memerlukan biaya perawatan yang lebih besar.
"Dengan inflasi kesehatan yang berada di atas 12%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi umum yang hanya 5,51%, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak dana untuk mendapatkan perawatan yang diperlukan. Ketika inflasi kesehatan meningkat, biaya untuk rawat inap, konsultasi dokter, hingga pemeriksaan laboratorium pun cenderung ikut melonjak," jelas Ibrahim.
Ibrahim juga menambahkan, di Indonesia, sekitar 59% dari biaya kesehatan ditanggung oleh pemerintah, sementara masyarakat harus menanggung sekitar 27% dari total biaya tersebut. Oleh karena itu, tingginya inflasi kesehatan ini perlu menjadi perhatian semua pihak, karena akan berdampak negatif baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
Jadi Beban Rumah Tangga
Ibrahim menjelaskan bahwa lonjakan biaya kesehatan ini menjadi beban yang cukup berat bagi banyak rumah tangga, terutama bagi mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan atau hanya bergantung pada asuransi kesehatan publik yang disediakan pemerintah.
"Kita semua tahu bahwa kesehatan adalah salah satu pilar penting dalam mendukung perekonomian suatu negara. Kualitas kesehatan masyarakat berpengaruh langsung terhadap produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.
Riset terbaru juga menunjukkan bahwa beberapa daerah di Indonesia, seperti Pulau Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Maluku, mengalami kenaikan biaya kesehatan yang signifikan. Di sisi lain, Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua justru menunjukkan fenomena deflasi dalam pengeluaran kesehatan, di mana biaya kesehatan pada tahun 2023 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
"Tentu saja, kondisi ini akan berdampak pada industri asuransi kesehatan. Tantangannya adalah bagaimana perusahaan asuransi dapat mengelola risiko akibat meningkatnya klaim di tengah inflasi kesehatan yang tinggi, serta merumuskan strategi untuk mengatasi perbedaan biaya kesehatan di berbagai wilayah Indonesia," jelas Ibrahim.
Advertisement
Rasio Klaim Kesehatan
Seperti yang telah kita ketahui, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan bahwa hingga paruh pertama tahun 2024, total klaim kesehatan mencapai angka yang mencengangkan, yaitu Rp 11,83 triliun, mengalami lonjakan sebesar 26% dibandingkan tahun lalu.
Di sisi lain, premi kesehatan yang berhasil dihimpun mencapai Rp11,19 triliun, dengan peningkatan sebesar 23,64% dibandingkan tahun sebelumnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa jumlah klaim yang diajukan kini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan premi yang diterima.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence