Sukses

Bos Apindo Tak Khawatir Deflasi 5 Bulan Beruntun, Kenapa?

Apindo menilai, deflasi month to month yang terjadi tidak perlu dikhawatirkan. Simak ulasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyebut deflasi 5 bulan berturut-turut dipengaruhi oleh harga pangan bergejolak seperti beras hingga cabai. Kondisi ini menurut dia, tak perlu jadi kekhawatiran berlebihan.

Dia mengatakan, deflasi disumbang oleh harga pangan beras hingga cabai. Komoditas harga pangan bergejolak itu sebelumnya mengalami inflasi yang tinggi pada periode sebelum Idul Fitri lalu.

"Deflasi yang terjadi hingga saat ini berdasarkan keterangan BPS dikontribusikan oleh harga pangan, khususnya harga pangan bergejolak seperti beras, cabai, dan lain-lain yang sebelumnya, sebelum Lebaran Idul Fitri mengalami inflasi yang berlebihan," kata Shinta kepada Liputan6.com, Senin (7/10/2024).

Dia menilai, deflasi bulanan yang terjadi beruntun belakangan ini tak perlu dikhawatirkan. Adanya deflasi dinilai bisa berdampak positif pada konsumsi masyarakat.

"Jadi kami menilai deflasi m-to-m yang terjadi tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena deflasi pada komponen kebutuhan pangan pokok sebetulnya dapat menciptakan efek positif terhadap konsumsi secara keseluruhan, karena menciptakan potensi kebaikan discretionary income masyarakat," jelasnya.

Di sisi lain, Shinta melihat masih adanya inflasi secara tahunan. Ini merujuk pada inflasi sebesar 1,84 persen pada September 2024. Shinta bilang, angka ini masih dalam sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah dengan rentang 1,5-3,5 persen. 

"Selain itu, secara yoy kita masih inflasi, sebesar 1,84 persen. Ini tingkat inflasi yang masih ada dalam range target inflasi pemerintah 2,5 persen plus minus 1 persen, dan ini masih tergolong cukup baik," pungkasnya.

 

2 dari 5 halaman

Jokowi Buka Suara soal RI Deflasi 5 Bulan Berturut-turut

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada bulan September 2024. Artinya, Indonesia mengalami deflasi secara lima bulan berturut-turut hingga September 2024.

BPS mencatat, pada September 2024 terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan, atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024.

Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta publik memeriksa betul apa penyebab dari deflasi tersebut.

"(Apa) sebab penurunan harga barang? pasokannya baik, distribusinya baik, transportasi nggak ada hambatan atau (apa) karena memang ada daya beli yang berkurang?,” kata Jokowi kepada awak media di IKN, Minggu (6/10/2024).

Meski begitu, Jokowi memastikan deflasi dan inflasi harus dikendalikan, sehingga harga barang tetap stabil dan tidak merugikan produsen seperti petani, nelayan, pedagang UMKM atau pun pabrikan termasuk konsumen.

“Jangan sampai harga-harga terlalu rendah supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang produksi tidak dirugikan. Itu menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus,” pesan presiden.

3 dari 5 halaman

Ingatkan soal Momen Kelam Tahun 1999

Diketahui deflasi lima bulan berturut-turut membuat publik khawatir momen kelam pelemahan ekonomi tahun 1999 akan terulang.

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, deflasi pada tahun 1999 waktu itu terjadi selama tujuh bulan berturut-turut. Dalam catatannya, deflasi terjadi pada Maret hingga September.

Selain itu, Amalia juga mencatat, deflasi secara berturut-turut juga pernah terjadi pada Desember 2008 sampai dengan Januari 2009 akibat anjloknya harga minyak dunia.

4 dari 5 halaman

Sri Mulyani Sebut Deflasi 5 Bulan Beruntun Bukti Keberhasilan Pemerintah, Kok Bisa?

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menilai deflasi yang dialami Indonesia secara 5 bulan berturut-turut merupakan hal yang positif.

"Jadi, kalau deflasi ini lima bulan terutama dikontribusikan oleh penurunan harga pangan, itu menurut saya merupakan suatu perkembangan yang positif," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Menkeu menjelaskan, jika dilihat dari sisi komposisi inflasi. Pemerintah memang berupaya menjaga inflasi tetap rendah karena itu menentukan daya beli. Pasalnya, dilihat ke belakang inflasi itu banyak dipengaruhi oleh volatile food.

“Kenaikan inflasi yang tinggi semenjak tahun lalu itu karena banyak sekali dipengaruhi oleh food atau makanan,” ujarnya.

Jika volatile food tidak ditangani dengan baik, maka akan sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, terutama kepada masyarakat konsumen kelompok menengah bawah. Pasalnya kelompok ini banyak menggunakan uangnya untuk makanan.

"Jadi kalau harga pangan stabil atau bahkan menurun karena waktu itu memang sempat meningkat, itu adalah hal yang positif,” ujarnya.

5 dari 5 halaman

Keberhasilan Pemerintah

Sri Mulyani mengatakan, deflasi yang dialami Indonesia selama 5 bulan berturut-turut ini merupakan keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan volatile food.

“Di satu sisi penurunan yang berasal dari volatile food, itu adalah memang hal yang kita harapkan bisa menciptakan level harga makanan di level yang stabil rendah, itu baik untuk konsumen di Indonesia yang terutama menengah bahwa mayoritas belanjanya adalah untuk makanan,” katanya.

Bendahara Negara ini menegaskan, dengan menekan volatile food, ia menilai daya beli masyarakat dapat terjaga, dan itu merupakan hal baik bagi perekonomian.

“Jadi dalam hal ini kita menyikapi sebagai hal yang positif, terutama juga kalau dari sisi fiskal kan kita menggunakan APBN fiskal itu pertama untuk menstabilkan harga belanja kita untuk makanan dalam hal ini bantuan dalam bentuk bantuan bansos dalam bentuk pemberian ayam, telur, beras, waktu itu itu adalah tujuannya untuk menurunkan beban,” pungkasnya.