Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) melonjak lebih dari 3% pada perdagangan hari Senin. Saat ini pelaku pasar menunggu apakah Israel akan melancarkan serangan balasan kepada Iran.
Harga minyak mentah melonjak minggu lalu karena kekhawatiran bahwa Israel dapat menyerang industri minyak Iran sebagai balasan atas serangan ratusan rudal balistik yang dilancarkan oleh Pemerintah Teheran.
Baca Juga
Harga minyak acuan West Texas Intermediate (WTI) melonjak 9,09% minggu lalu dan membukukan kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2023. Sedangkan harga minyak acuan global yaitu Brent melonjak 8,43% untuk kenaikan mingguan terbesar sejak Januari 2023.
Advertisement
Mengutip CNBC, Selasa (8/10/2024), berikut adalah harga energi penutupan perdagangan hari Senin kemarin:
- Harga minyak WTI AS untuk kontrak November ditutup USD 77,14 per barel, naik 2,76 atau 3,71%. Dari awal tahun sampai saat ini, harga minyak mentah AS telah naik lebih dari 7%.
- Harga minyak Brent untuk kontrak Desember dipatok USD 80,93 per barel, naik USD 2,88 atau 3,69%. Sepanjang tahun ini, harga minyak patokan global tersebut naik sekitar 5%.
- Harga bensin untuk kontrak November ditutup USD 2,1538 per galon, naik 2,77%. Tahun ini harga bensin telah naik lebih dari 2%.
- Sedangkan untuk harga gas alam kontrak November sebesar USD 2,746 per seribu kaki kubik, turun 3,78%. Tahun ini gas unggul lebih dari 9%.
Larangan Joe Biden
Presiden AS Joe Biden pada hari Jumat melarang Israel menyerang fasilitas minyak Iran, setelah harga melonjak sekitar 5% sehari sebelumnya ketika presiden tersebut menyatakan bahwa AS sedang membahas kemungkinan serangan semacam itu.
Joe Biden juga mengatakan bahwa ia menentang Israel menyerang fasilitas nuklir Iran.
Kepala analis komoditas global RBC Capital Markets Helima Croft menjelaskan, masih belum jelas seperti apa bentuk pembalasan Israel.
Menurut Croft, dampaknya terhadap pasar minyak akan signifikan jika Israel menyerang Pulau Kharg, yang dilalui 90% ekspor minyak mentah Iran.
"Kita benar-benar harus melihat apa yang diserang Israel, seperti apa mekanisme respons Iran," kata Croft kepada "Worldwide Exchange" CNBC pada hari Senin.
"Namun, yang pasti kita belum pernah sedekat ini dengan perang regional dalam waktu yang lama."
"Pasar saat ini hanya memperkirakan kemungkinan Israel menyerang fasilitas minyak Iran, tetapi itu bukanlah skenario terburuk, kata Alan Gelder, wakil presiden pasar minyak di Wood Mackenzie, kepada "Squawk Box Europe" CNBC pada hari Senin.
Skenario terburuk adalah gangguan di Selat Hormuz, yang dilalui 20% ekspor minyak mentah dunia, kata Gelder. Iran mungkin menargetkan selat itu sebagai respons terhadap serangan Israel, yang akan memiliki efek yang jauh lebih dramatis pada harga minyak mentah.
Advertisement
Sudah Setahun
Perang antara Israel dan Hamas di Gaza kini telah berlangsung selama setahun tanpa ada tanda-tanda akan berakhir. Konflik tersebut semakin meningkat menjadi perang multifront di Timur Tengah. Israel memerangi Hizbullah di Lebanon dan telah menyerang militan Houthi di Yaman, sebagai tanggapan atas serangan roket oleh kelompok-kelompok tersebut.
Hamas, Hizbullah, dan Houthi bersekutu dengan Iran. Perang di Timur Tengah sejauh ini belum menyebabkan terganggunya pasokan minyak mentah, tetapi analis memperingatkan risikonya meningkat seiring berlanjutnya konflik.