Liputan6.com, Jakarta Produsen peralatan elektronik Midea menggenjot 25 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di tahun 2025 dan menanamkan investasi sebesar Rp 650 miliar. Midea optimis mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga di Indonesia untuk Air Conditioner (AC).
“Juli tahun ini kami sudah mulai produksi,” kata Head of Sales Residential Air Conditioner Midea Electronics Indonesia, Agusdin Lung dikutip Rabu (9/10/2024).
Baca Juga
Menurut dia, pemenuhan 25 persen minimal TKDN di tahun 2025 ini untuk mendukung program pemerintah yakni Bangga Buatan Indonesia sesuai Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022.
Advertisement
"Pabrik Air Conditioner Midea dibangun di atas tanah seluas 51,405 meter persegi dengan total bangunan 40,000 meter persegi. Total dana sebagai investasi awal senilai 650M rupiah. Kami optimis, dengan investasi pembangunan pabrik di tanah air, mampu menjadikan AC Midea menjadi merek AC no.1 di Indonesia." kata President Director Midea Electronics Indonesia Jack Ding.
"Langkah nyata kami untuk menjadikan AC Midea sebagai merek AC no.1 di Indonesia adalah dengan membangun pabrik di sini. Kami sudah mulai memproduksi residential air conditioner secara bertahap sejak bulan Juli 2024. Untuk terus berkomitmen memenuhi permintaan konsumen atas produk AC, Midea akan secara penuh memproduksi AC di penghujung tahun 2024." ujar Agusdin Lung, Head of Sales Residential Air Conditioner Midea Electronics Indonesia.
Ia memaparkan perusahaannya memiliki 36 pusat produksi di seluruh dunia termasuk salah satunya yang baru dibuka di Indonesia yakni pabrik di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dengan luas area 51.405 meter persegi dan luas pabrik sebesar 40.000 meter persegi.
“Tugas kami mendukung pemerintah untuk mengembangkan AC hemat energi, hemat listrik dan tahan lama," tutup Agusdin.
PMI Manufaktur September 2024 Masih Kontraksi, Menperin Bilang Begini
Sebelumnya, pada September 2024, Purchasing Manager’s Index atau PMI manufaktur Indonesia meningkat tipis ke 49,2 dari 48,9 di bulan Agustus. Angka tersebut menunjukkan kondisi kontraksi seperti bulan sebelumnya.
Dalam rilisnya, S&P Global menyebutkan bahwa penurunan kinerja PMI manufaktur utamanya menggambarkan penurunan bulanan pada output dan pesanan baru selama bulan September dan telah berjalan selama tiga bulan berturut-turut.
Kondisi ini ditanggapi oleh perusahaan dengan mengurangi aktivitas pembelian mereka, memilih menggunakan inventaris, serta menjaga biaya dan efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat.
Ekonomi dunia hingga akhir triwulan III 2024 ini memang masih mengalami perlambatan. Namun begitu, bila melihat beberapa negara peers, PMI manufakturnya menunjukkan kondisi industri yang ekspansi, meskipun mereka mengalami kondisi pasar global yang sama dengan Indonesia. Negara-negara yang masih berada di level ekspansi misalnya Filipina (53,7), India (56,7), dan Thailand meskipun sudah di border (50,4).
“Meskipun ada sedikit kenaikan pada PMI manufaktur bulan September, namun kondisinya masih kontraksi. Agar bisa kembali ekspansif, sektor industri membutuhkan dukungan regulasi yang tepat dari berbagai Kementerian/Lembaga, sehingga industri dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (1/10).
Kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan oleh sektor manufaktur di antaranya tindakan merevisi Permendag No. 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, dan Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ubin keramik impor dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor.
Advertisement
Penurunan Pesanan
Bila diamati lebih mendalam, penurunan pesanan baru yang muncul sebagai hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada September 2024 juga ditunjukkan oleh Indeks Kepercayaan Industri (IKI) edisi September 2024 yang baru dirilis Senin (30/9) kemarin. Penurunan pesanan baru terjadi pada subsektor Industri Pengolahan Lainnya yang IKI-nya kontraksi. Subsektor tersebut mengalami penurunan pesanan, baik di luar negeri maupun dalam negeri.
Subsektor industri lain yang juga mengalami kontraksi IKI pada pesanan baru adalah industri pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu, kertas, bahan kimia, komputer dan elektronik, serta jasa reparasi. Sembilan dari 23 subsektor industri pengolahan mengalami kontraksi IKI pada variabel pesanan baru di September lalu.
“Karenanya, kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan masuknya barang ke Indonesia amat diperlukan. Saat ini kita terus berupaya menciptakan demand bagi produk dalam negeri, karena demand-nya ada namun pasar juga dibanjiri dengan produk impor,” pungkas Menperin.
Indeks Kepercayaan Industri September 2024 Naik, Bukti Manufaktur Indonesia Ekspansi
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada September 2024 berada di poin 52,48. Nilai tersebut naik dibandingkan IKI Agustus 2024 yakni 52,40.
"IKI pada bulan September 2024 bernilai 52,48 yang beraarti IKI diatas 50 dengan demikian kita menyatakan bahwa industri manufaktur Indonesia pada September 2024 pada level ekspansi," kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, dalam konferensi pers rilis IKI, Senin (20/9/2024).
Febri menjelaskan, IKI pada September 2024 jika dibandingkan dengan IKI Agustus 2024 cenderung stabil. Nilai IKI juga melambat 0,03 poin dibandingkan dengan nilai IKI September tahun lalu yang sebesar 52,51.
Dari 23 Subsektor industri pengolahan yang dianalisis, terdapat 21 subsektor mengalami ekspansi dan 2 subsektor kontraksi. Dari 20 subsektor ekspansi memiliki kontribusi sebesar 97,3 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas kuartal II-2024.
Adapun dua subsektor yang memiliki nilai IKI tertinggi adalah industri barang galian non logam dan industri peralatan listrik. Sedangkan subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri komputer, barang elektronik, dan optik, serta industri pengolahan lainnya.
"Kenapa industri galian non logam nilai IKI-nya tertinggi? disebabkan karena idnustri subsektor semen yang mengalami kenaikanna besar. Sementara pada subsektor industri ubin keramik masih tetap. Industri semen dan keramik merupakan industri galian non logam. Jadi, kalau industri barang galian non logam naik itu karena industri semen," ujar dia.
Febri mengungkapkan, terdapat perlambatan ekspansi nilai IKI variabel pesanan baru sebesar 2,71 poin dari 54,66 pada bulan Agustus 2024 menjadi 51,95 pada September 2024. Sebaliknya, nilai IKI variabel persediaan produk mengalami peningkatan sebesar 0,31 poin enjadi 55,85.
"Selanjutnya, nilai IKI variabel produksi kembali mengalami ekspansi, naik sebesar 4,58 poin dari 46,54 pada bulan Agustus menjadi 51,12 poin pada September 2024," ujarnya.
Advertisement