Sukses

Menko Luhut Bocorkan Tips Genjot Penerimaan Negara ke Prabowo

Menko Luhut mengaku telah membeberkan cara menaikkan penerimaan negara kepada Prabowo.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengaku telah membahas cara menaikkan penerimaan negara, kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Luhut membeberkan, salah satu cara untuk menaikkan penerimaan negara adalah melalui digitalisasi. 

"Saya laporkan juga pada Presiden Terpilih (Prabowo). Saya katakan, 'pak sebenarnya nggak terlalu susah (menaikkan penerimaan) kalau kita mau konsisten terhadap tadi, digitalisasi," kata Luhut, dalam peluncuran buku biografi Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas berjudul 'Anti Mainstream Bureaucracy', di Bidakara Hotel, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (11/10/2024).

Upaya digitalisasi tersebut dapat diwujudkan melalui penggunaan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (Simbara) untuk batu bara.

"Sekarang Simbara itu untuk batu bara meningkatkan penerimaan negara 40%," ungkap Luhut.

Tak hanya itu, Luhut juga mengungkapkan, pemerintah berencana memperluas penggunaan Simbara ke komoditas lainnya, salah satunya kelapa sawit.

Luhut menilai, data mengenai kelapa sawit masih kurang lengkap. Padahal, potensi penerimaan negara dari sektor tersebut sangat besar.

"Sekarang Simbara untuk kelapa sawit kita mulai, kelapa sawit itu datanya sampai hari ini baru mulai lengkap dan itu penerimaan negara yang besar sekali," pungkasnya.

Luhut juga menilai, pengawasan melalui sistem digital akan lebih efektif dibandingkan dengan cara penandatangan pakta integritas. 

"Yang paling penting kita membangun ekosistem di mana tidak ada lagi perjanjian-perjanjian di luar, kamu deal dengan mesin," ucap Luhut.

2 dari 5 halaman

Luhut Beri Isyarat Menteri PANRB Azwar Anas Lanjut di Kabinet Prabowo

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menghadiri peluncuran buku biografi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas pada Kamis, 10 Oktober 2024.

Buku itu dirilis MenPAN-RB Azwar Anas dengan judul berjudul 'Anti Mainstream Bureaucracy.

Dalam sambutannya, Luhut menyampaikan apresiasinya kepada Azwar Anas atas kontribusi dan jasanya selama bertugas di Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan segera berakhir dalam 10 hari mendatang.

“Pak Anas yang saya hormati, selamat, dan saya bangga bahwa Anda bisa menyelesaikan tugas selama lima tahun," ujar Luhut, di Bidakara Hotel Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Seperti diketahui, pemerintahan Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober mendatang. Namun, Luhut tampak memberi isyarat bahwa Anas masih akan tetap aktif di pemerintahan berikutnya.

"Kita akan pensiun bulan ini kan, minggu depan. Jadi kita mensyukuri semua ini, dan saya yakin Anda masih berkarya lagi ke depan ini. Lakukanlah itu semua dengan hati, karena apapun profesionalisme kita, tanpa hati juga tidak akan bisa tercapai," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Luhut juga menceritakan bagaimana ia mengenal sosok Anas.

"Saya kenal Pak Anas ini karena dia jadi Bupati Terbaik Indonesia. Kedua, saya kenal di dalam waktu COVID-19. Waktu saya ditunjuk untuk menangani COVID-19, di benak saya langsung bagaimana mengkoordinasikan antara kabupaten, kabupaten kota, provinsi, kemudian polisi, TNI, dan sebagainya," cerita Luhut.

"Saya kan tidak paham mengenai daerah. Terus saya ingat Pak Anas, saya telepon Pak Anas, Pak Anas bisa bantu saya nggak? Dia bilang 'apa pak, apa peraturan-peraturan yang bisa membantu saya supaya bupati-bupati wali kota ini nurut," beber Luhut.

3 dari 5 halaman

Kepatuhan Pajak Jadi Kunci Tingkatkan Penerimaan Negara

Sebelumnya, Kepala Departemen Hukum Bisnis dan Perpajakan Monash University John Bevacqua mengatakan, kepatuhan pajak merupakan hal penting dalam meningkatkan penerimaan negara.

"Kepatuhan jelas merupakan landasan dari sebagian besar tindakan, khususnya di bidang administrasi perpajakan," kata John dalam the Launching Event of the Indonesian Tax Center in Australia (INTACT AUS) yang diselenggarakan DJP, secara virtual, Jumat (12/7/2024).

Kata Bevacqua, Pemerintah Australia sangat mendorong peningkatan kepatuhan pajak sukarela. Lantaran, hal itu akan meningkatkan kepercayaan antara otoritas pajak dengan wajib pajak.

"Di Australia kepatuhan sukarela terus didorong untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara otoritas pajak dan wajib pajak," ujarnya.

Menurut dia, dengan adanya kepatuhan pajak maka Otoritas pajak memiliki wewenang secara tepat dan memadai untuk bisa memastikan mereka yang tidak secara sukarela mematuhi aturan akan dipaksa untuk patuh bayar pajak.

Oleh karena itu, Pemerintah Australia setiap tahunnya terus mendorong para wajib pajak agar melakukan hal yang benar sejak awal daripada membuat kesalahan atau menghilangkan pendapatan atau membayar jumlah pajak yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang.

"Demikian untuk memastikan bahwa jika mereka berada di titik puncak melakukan kesalahan, maka mereka diberitahu tentang hal tersebut atau jika mereka mungkin akan melakukan kesalahan.  mereka terdorong untuk memperbaiki keadaan dan diingatkan untuk memperbaiki laporannya," ujar dia.

Dia menilai, kepatuhan pajak seringkali menjadi masalah yang dialami setiap negara dalam meningkatkan penerimaan negaranya, termasuk Australia dan Indonesia.

"Jadi, inilah beberapa hal yang menurut saya merupakan permasalahan inti yang menjadi agenda utama saat ini dan sangat penting dalam lanskap perpajakan Australia dan menurut saya memunculkan peluang kolaborasi yang sangat luas dan beragam serta menarik," pungkasnya.

 

 

4 dari 5 halaman

Penerimaan Negara Semester I-2024 Merosot, Ini Penyebabnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I-2024.

"Pelaksanaan APBN hingga 2024 semester I disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi APBN juga dalam hal ini badan anggaran juga melihat dan menyebutkan bahwa faktor tersebut memang mempengaruhi pelaksanaan APBN 2024," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran, Selasa (9/7/2024).

Faktor-faktor tersebut di antaranya, kondisi perekonomian Global yang masih lemah, kemudian suasana geopolitik dan interest rate atau suku bunga dari negara maju yang masih tinggi dalam jangka yang lebih panjang.

Dikutip dari paparan Menkeu, ia menyampaikan bahwa suku bunga the Fed bertahan di level 5,5% sejak Juli 2023 dan kebutuhan issuance utang AS yang melonjak tinggi hingga mencapai sekitar USD30 trilun dari sekitar USD10 triliun di masa pra-pandemi menyebabkan tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS.

Kemudian, tingginya yield US Treasury dan menguatnya Dollar AS telah memberikan tekanan pada nilai tukar dan yield obligasi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sepanjang Semester I 2024, Rupiah terdepresiasi sebesar 6% dari asumsi APBN 2025 (dari Rp15.000 menjadi Rp15.901)) sementara Yield SBN mengalami kenaikan sebesar 60 bps

 

 

5 dari 5 halaman

Harga Komoditas Turun

Kendati demikian, Sri Mulyani menyebut pelaksanaan APBN Semester I-2024 dari sisi penerimaan dan belanja masih berjalan dengan baik. Pendapatan Negara selama Semester I 2024 tercatat sebesar Rp1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2% (yoy). Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Harga Komoditas Turun

Sementara PNBP mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5% (yoy). Penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO, yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan PPh Badan yang terkontraksi 35,5% (yoy).

Disisi lain, penerimaan PPN DN (dalam negeri), turun 11% (yoy). Namun demikian, secara bruto (tanpa memperhitungkan restitusi), PPN DN masih tumbuh positif sebesar 9,2% seiring dengan masih kuatnya aktifitas ekonomi domestik, tercermin dari pertumbuhan ekonomi Q1yang mencapai 5,11%.

Penurunan PNBP terutama karena turunnya penerimaan SDA akibatturunnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting migas, sementa di sisi lain penerimaan dari Kekayaan Negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8% dengan membaiknya kinerja BUMN.

Video Terkini