Sukses

BPJS Kesehatan Tanpa Kelas Bakal Berlaku 2024, Bagaimana Tarif Terbarunya?

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap perkembangan terkait implementasi layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap perkembangan terkait implementasi layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Menkes Budi menyebut, sistem BPJS tanpa kelas itu dapat mulai diimplentasikan secara bertahap tahun ini.

"BPJS KRIS harusnya diimplementasi mulai tahun ini ya, tapi bertahap 2 tahun," kata Budi saat ditemui wartawan usai acara peluncurkan buku biografi Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas Anti Mainstream Bureaucracy, di Jakarta Selatan, dikutip Jumat (11/10/2024).

Namun, Budi mengatakan, pihaknya belum menentukan tarif untuk sistem BPJS KRIS. Tetapi ia memperkirakan, tarif BPJS Kesehatan kemungkinan tidak akan berubah dari yang sudah diberlakukan sebelumnya.

"Tarifnya belum ditentuin tapi harusnya ga ada perubahan karena didesain dengan harga yang sama," bebernya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan 79 persen dari 3.057 rumah sakit (RS) sudah memenuhi 12 kriteria Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS BPJS.

"Dari survei update yang kami lakukan untuk implementasi KRIS, ternyata sudah banyak sekali yang memenuhi kriteria KRIS. Ternyata yang sudah memenuhi 12 kriteria ada 2.316 rumah sakit," ungkap Dante dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI pada 6 Juni 2024.

Seperti diketahui, Pemerintah menargetkan penerapan KRIS akan dimulai paling lambat 30 Juni 2025.

Sejauh ini, sebanyak 3.176 rumah sakit di Indonesia yang ikut serta dalam KRIS BPJS Kesehatan, dengan rincian sebagai berikut:

73 RS Pemerintah Pusat

920 RS Pemda

170 RS TNI Polri 

34 RS BUMN

341.960 RS Swasta

2 dari 3 halaman

KRIS Bikin Bed Berkurang? Ini Kata Wamenkes Dante

Sebagai informasi, salah satu kriteria dalam KRIS adalah satu ruangan berisi empat tempat tidur atau bed. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bed atau tempat tidur bakal berkurang.

Berdasarkan identifikasi Kementerian Kesehatan, ada 609 rumah sakit yang tidak akan kehilangan tempat tidur. Lalu, ada 292 rumah sakit yang akan kehilangan 1-10 tempat tidur.

"Yang lainnya hanya sedikit-sedikit sekitar satu hingga dua tempat tidur (yang berkurang)," kata Dante.

Melihat bed occupancancy rate / BOR (persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu) saat ini di kisaran 50 persen maka Dante optimistis bahwa di era KRIS tidak akan menimbulkan masalah kekurangan tempat tidur.

"Jadi, implementasi KRIS yang nanti dilakukan yang sempat memberikan kekhawatiran mengurangi tempat tidur, tapi setelah melihat BOR yang saat ini ada, maka tidak akan terjadi (kekurangan tempat tidur)," kata Wamenkes Dante optimistis.

3 dari 3 halaman

Dalam Nota Keuangan, Jokowi Patok Anggaran Kesehatan Capai Rp 186,4 Triliun

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pemerintah akan mengalokasikan Rp 186,4 triliun untuk sektor kesehatan di tahun 2024 mendatang. Hal ini diungkap Jokowi dalam penyampaian Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2024.

Angka yang dipatok Jokowi itu setara dengan 5,6 persen dair total besaran APBN. Satu perhatiannya adalah untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan produktif.

"Untuk menghadirkan SDM yang sehat dan produktif, anggaran kesehatan direncanakan sebesar Rp186,4 triliun atau 5,6 persen dari APBN," kata dia dalam Pidato Presiden pada Penyampaian Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2023 beserta Nota Keuangan, di Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Anggaran ini akan digunakan untuk membayar berbagai keperluas sektor kesehatan. Termasuk didalamnya adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pada saat yang sama, anggaran juga dialokasikan untuk menggenjot industri farmasi dalam negeri. Harapannya, bisa memperkuat industei dan bisa bersaing dengan negara lain.

"Anggaran tersebut diarahkan untuk transformasi sistem kesehatan, mendorong berkembangnya industri farmasi yang kuat dan kompetitif, meningkatkan akses dan kualitas layanan primer dan rujukan, menjamin tersedianya fasilitas layanan kesehatan yang andal dari hulu kehilir, mengefektifkan program JKN," paparnya.

Tak berhenti di situ, masih dalam aspek kesehatan, Jokowi juga mengucurkan dana untuk mengejar tsrget penurunan angka stunting.

"Serta mempercepat penurunan prevalensi stunting agar mencapai 14 persen di tahun 2024, yang dilakukan melalui perluasan cakupan seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dengan penguatan sinergi berbagai institusi," paparnya.

Â