Sukses

OJK Optimistis Pertumbuhan Kredit Bank pada 2024

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau bank juga untuk mewaspadai sentimen global dan domestik dalam susun RBB 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendukung upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga juga akan berdampak terhadap penyaluran kredit.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rei menuturkan, OJK mendukung sepenuhnya setiap upaya pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dian menuturkan, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik secara langsung akan memberikan dampak positif pada kinerja sektor perbankan, terutama dalam hal ekspansi kredit.

"Secara prinsip, OJK akan mendukung upaya-upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, yang nantinya juga akan berdampak positif pada pertumbuhan kredit perbankan," ujar Dian dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/10/2024).

Adapun jelang pergantian pemerintahan pada 20 Oktober 2024, sejumlah program yang diusung oleh tim presiden terpilih mulai mencuat. Salah satunya, tim Prabowo Subianto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai angka 8 persen per tahun melalui berbagai kebijakan baru, termasuk revisi besar-besaran dalam program hilirisasi dan kebijakan ekspor.

Dian menuturkan, proyeksi pertumbuhan kredit perbankan untuk 2025 baru akan mulai disusun dalam bentuk Rencana Bisnis Bank (RBB) pada akhir tahun 2024. Ia menambahkan, prediksi ini didasarkan pada realisasi kinerja sampai dengan September 2024. Namun, Dian mengingatkan berbagai faktor global akan menjadi variabel penting dalam menentukan arah RBB 2025.

"Tentu berbagai faktor termasuk tingginya ketidakpastian global saat ini akan ikut menjadi variabel yang menentukan bagi perbankan dalam menyusun RBB 2025," kata dia.

 

2 dari 4 halaman

Waspadai Kondisi Ekonomi Global

Dian juga menyoroti bank-bank perlu terus mewaspadai kondisi ekonomi global dan domestik yang diprediksi masih penuh tantangan. Beberapa isu utama yang harus diperhatikan antara lain adalah kecepatan dan kedalaman penurunan Federal Funds Rate (FFR), hasil pemilihan presiden di Amerika Serikat, kondisi ekonomi serta arah kebijakan moneter di Tiongkok, perkembangan konflik geopolitik seperti antara Rusia dan Ukraina maupun di Timur Tengah, serta kebijakan pemerintah baru Indonesia.

"Bank dalam hal ini akan memperhatikan kondisi ekonomi secara global dan domestik yang masih perlu untuk diwaspadai ke depan," ujar  Dian.

Dian melanjutkan hingga Agustus 2024, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,40 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 9,06 persen. Secara year-to-date (ytd), kredit juga tumbuh 5,89 persen, meningkat dibandingkan pertumbuhan ytd pada Agustus 2023 yang tercatat sebesar 4,92 persen.

Melihat capaian ini, OJK optimistis pertumbuhan kredit perbankan di 2024 masih berada dalam rentang target yang telah disampaikan OJK di awal tahun, yaitu antara 9 hingga 11 persen. "Kami optimis bahwa pertumbuhan kredit perbankan di 2024 masih sesuai dengan target yang disampaikan oleh OJK pada awal tahun yaitu di kisaran 9-11 persen," pungkas Dian.

 

Reporter: Siti Ayu

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

The Fed Pangkas Suku Bunga, Kredit Bank Bakal Moncer

Sebelumnya, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) resmi menurunkan tingkat suku bunga pada Kamis waktu setempat. Langkah ini disinyalir berdampak pada penyaluran kredit perbankan di Indonesia.

Sama halnya The Fed, Bank Indonesia (BI) juga turut menurunkan tingkat suku bunga-nya. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal berharap penurunan tingkat suku bunga itu diikuti oleh perbankan.

Turunnya tingkat suku bunga di perbankan itu dinilai bisa berdampak pada penyaluran kredit. Faisal melihat peluang peningkatan penyaluran kredit perbankan.

"Nah dengan penurunan tingkat suku bunga oleh BI sebetulnya itu diharapkan bisa menurunkan tingkat suku bunga di perbankan sehingga penyakuran kredit kepda masyarakat tentu bisa jadi lebih bergairah," ungkap Faisal kepada Liputan6.com, Jumat (20/9/2024).

Bukan hanya terkait kredit, dia membidik penurunan suku bunga direspons dengan konsumsi masyarakat. Menurutnya, masyarakat akan mulai kembali menggunakan tabungannya.

"Tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat karena suku bunga simpanan itu juga turun, sehingga dengan suku bunga lebih rendah diharapkan masyarakat kelas menengah atas, masyarakat yang memiliki tabungan di bank itu bisa lebih memanfaatkan, tertarik untuk spending," urainya.

Hanya saja, kata Faisal, diperlukan dukungan kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah. Harapannya, hal itu bisa menambah stimulasi bagi masyarakat untuk membelanjakan dananya.

"Tapi, ini tidak akan bisa efektif tsnpa ada dorongan dari fiskalnya juga," kata dia.

 

4 dari 4 halaman

Masih Hati-Hati

Faisal mengatakan, masyarakat tanpa dukungan fiskal cenderung berhati-hati menggunakan dananya. Bahkan, sebagian kelompok masyarakat kelas menengah sudah mulai menggunakan tabungannya untuk bertahan hidup.

"Karena ketika income terbatas juga otomatis untuk spending juga harus hati-hati untuk mereka sebetulnya sudah memakan tabungan ya karena keterpaksaan sebagian kelas menengah bawah ini," ujar dia.

"Nah sehingga kalau kemudian mereka ingin spending lebih luas tentu saja harus didorong dari pada income-nya, itu tentu peran dari fiskal," Faisal menambahkan.

Â