Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) menyesuaikan ketentuan soal penerima subsidi gas industri yang didistribusikan melalui skema harga gas bumi tertentu (HGBT). Perubahan regulasi ini juga berdasarkan rekomendasi dari Menteri Perindustrian terkait pengguna gas bumi tertentu.
Mengutip Antara, Sabtu (12/10/2024), Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menuturkan, penyesuaian itu sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 255.K/MG.01/MEM.M/2024 yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023.
Baca Juga
"Perubahan ini terjadi berdasarkan rekomendasi dari Menteri Perindustrian terkait pengguna gas bumi tertentu," ujar dia dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu pekan ini, seperti dikutip dari Antara.
Advertisement
Agus mengatakan, keputusan itu mengatur dua hal utama, yakni pencabutan status sembilan industri yang sebelumnya terdaftar sebagai pengguna subsidi gas bumi tertentu, sehingga industri-industri tersebut tidak lagi memenuhi kriteria atau mendapatkan manfaat dari kebijakan HGBT.
Selanjutnya, penambahan empat industri baru sebagai pengguna HGBT yang berarti mulai saat ini, industri tersebut berhak menerima gas bumi dengan harga yang telah diatur khusus untuk sektor industri. Adapun subsidi HGBT didistribusikan dengan harga USD 6 Â per million british thermal unit (MMBTU).
Agus Cahyono menuturkan, penyesuaian tersebut bertujuan memastikan distribusi gas bumi lebih tepat sasaran untuk industri di Tanah Air.
"Dengan demikian, keputusan ini merupakan penyesuaian untuk memastikan distribusi gas bumi lebih tepat sasaran, mengikuti evaluasi, dan perubahan kebutuhan di sektor industri," ujar dia.
Sebelumnya Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan perluasan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) ke semua sektor industri merupakan upaya untuk menciptakan daya saing industri nasional.
Adapun tujuh sektor penerima Program HGBT saat ini adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Â
SKK Migas Sepakat Harga Gas Murah Industri Terus Jalan, tapi Ada Syaratnya
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendukung program harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk terus dijalankan. Meski, ada aspek kepastian dan keekonomian di sektor hulu migas yang juga perlu dijaga.
Diketahui, sejumlah sektor industri bisa mendapat harga gas murah sebesar USD 6 per MMBTU untuk keperluan produksinya. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, kebijakan itu bisa menumbuhkan investasi di sektor hilir.
"HGBT ini program hilirisasi yang memang secara makro, ekonomi makro akan membangun pertumbuhan karena ada investasi-investasi di hilir yang akan dibangun di Indonesia," kata Dwi, di JCC Senayan, Jakarta, dikutip Kamis (15/8/2024).
Atas potensi itu, dia bilang kebijakan HGBT menjadi fleksibel terkait dengan investasi di sektor hulu migas. Hanya saja, menurutnya perlu ada jaminan nilai keekonomian atas kebijakan ini bisa terjaga di sektor hulu.
"Nah tentu saja pelaksanaan HGBT tentu akan menjadi sangat fleksibel terkait dengan investasi di hulu migasnya sejauh keekonomian di hulu migas bisa kita capai, maka tentu itu menjadi hal yang sangat baik untuk terus dilaksanakan," urainya.
Dwi masih mendorong kebijakan ini bisa terus dilakukan melihat potensi terhadap dampak positifnya. Termasuk menyoal kebijakan hilirisasi yang jadi andalan pemerintah.
Dia bilang, kepastian nilai keekonomian di hulu migas bisa jadi daya tarik bagi investor. Alhasil, ke depannya turut menguntungkan industri hilirnya.
"Itu jelas kita tetap mendorong karena itu dampaknya terkait dengan kebijakan hilirisasi, tinggal nanti bagaimana kita membangun lebih efisien industri ini sehingga keekonomiannya KKKS itu akan bisa kita jamin," ujarnya.
Â
Advertisement
Butuh Investor Hulu Migas
Dia menerangkan kepastian nilai di sektor hulu juga penting bagi investor. Secara bisnis hal itu bisa jadi pertimbangan untuk menanamkan modal ke hulu migas RI.
Jika pada sektor hulu tidak menjamin keuntungan atau nilai keekonomiannya, maka investor pun dinilai enggan masuk. Pada ujungnya, pasokan gas yang dibutuhkan industri tak bisa dipenuhi.
"Karena investor di Hulu Migas ini kan tentu saja orang-orang bisnis yang berpikirnya ya apakah bisa profit untuk investasi di Hulu Migas. Jadi kalau di Hulu Migas seharusnya tidak profitable ya nanti akhirnya gak ada investasi kan, kita sendiri jadi gak mampu menyuplai gas," pungkas Dwi Soetjipto.
Pasokan Gas Bumi RI Bakal Melimpah 2030, Siapa yang Beli?
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat produksi gas bumi nasional akan meningkat hingga 2030 mendatang. Lantas, bagaimana serapannya?
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengungkapkan bahwa pihaknya menetapkan target produksi gas bumi mencapai 12 BCF pada 2030. Serapan gas ini datang seiring dengan kebijakan hilirisasi yang digenjot pemerintah.
"Dulu waktu kita menetapkan target 12 BCF, banyak yang menanyakan siapa yang membeli? Nah, sekarang, begitu mulai berbagai kebijakan pemerintah untuk hilirisasi, mulai banyak industri-industri di dalam negeri, kemudian juga kebutuhan listrik juga meningkat sehingga sekarang berkembang," ungkap Dwi di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Dia mengatakan, perbandingan antara kebutuhan dan pasokan gas nasional sebetulnya masih tetap positif, mengingat ada sejumlah temuan besar di beberapa titik di Indonesia.
"Jadi, kalau kita lihat dari sisi gas balance, kita tidak pernah pada posisi di mana Indonesia akan negatif di gas balance sampai dengan 2030," katanya.
Sudah Garap 5 Proyek
Sebagai rincian, Eni, perusahaan asal Italia, sedang menggarap 5 proyek dan pengembangan di 2-3 proyek lainnya, seperti di Geng North, Kalimantan. Kemudian, ada juga proyek di Blok Andaman hingga blok migas Blok Masela yang akan mulai onstream mulai 2026-2029 nanti.
"Eni sendiri di Indonesia ada 5 proyek sekarang, termasuk pengembangan existing maupun 2-3 proyek pengembangan baru, salah satunya Geng North. Proyek-proyek lain dari 2026 akan on stream dan sebagainya. Geng North oleh Eni, insya Allah on stream di 2027, nanti akan diikuti oleh Andaman oleh Mubadala pada 2028, dan diikuti akhir 2029 itu Abadi Masela," jelasnya.
Advertisement
Butuh Infrastruktur Transmisi
Meski dilihat dari sisi kebutuhan dan pasokan, produksi gas memang terlihat bisa memenuhi. Hanya saja, jika dilihat secara wilayah, ada beberapa titik yang kekurangan pasokan gas.
Sebut saja, Jawa Barat yang kekurangan pasokan gas. Sementara itu, Jawa Timur kelebihan produksi gas. Solusinya adalah membangun pipa transmisi dari Jawa Timur ke Jawa Barat.
"Nah, kembali lagi kalau kita bicara per daerah, itu akan sangat tergantung dengan infrastruktur," kata dia.
Untuk memenuhi itu, ada sambungan pipa Cirebon-Semarang (Cisem). Targetnya, pipa transmisi gas itu tersambung hingga Cirebon pada akhir 2025 mendatang. Di samping itu, kebutuhan gas Jawa Barat juga bisa dipasok dari Sumatera.
"Kita sudah cukup lama memberikan sinyal bahwa Jawa Timur kelebihan gas, sedangkan Jawa Barat, kita tahu sudah cukup lama memang Jawa Barat dari sisi kapasitas *supply*, itu sendiri *shortage*, makanya dari Jawa Barat itu disuplai dari Sumatera bagian tengah, Sumatera bagian selatan untuk mengalir ke Jawa Barat," paparnya.
Â