Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian mencatat ada 130 wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dari 5.365 SNI di sektor industri. Minimnya wajib standar tersebut membuat Indonesia kebanjiran barang impor.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan kebijakan wajib SNI di sektor industri menjadi pekerjaan rumah (PR) tersendiri kedepannya. Terutama dalam peta persaingan dengan produk-produk inpor.
Baca Juga
"Ini sebetulnya merupakan tantangan bagi kami sebagai pemerintah sebagai regulator terutama bagi regulator yang mengatur dari sisi perdagangan menjadi pekerjaan rumah bagaimana caranya membendung barang-barang arus impor," ungkap Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Advertisement
Dia mengatakan, risiko dari sedikitnya barang atau produk manufaktur yang diwajibkan mengantongi standar membuka ruang bagi maraknya produk impor. Misalnya, produk-produk impor yang bisa langsung digunakan.
"Karena semakin sedikit standar yang kita berlakukan secara wajib, maka semakin terbuka juga peluang untuk impor produk-produk konsumsi," tegasnya.
Andi merujuk pada data neraca impor barang konsumsi yang jumlahnya terpantau kecil, hanya berkisar 10-15 persen. Namun, hal tersebut tetap berdampak pada kelangsungan industri lokal.
"Sekalipun kalau dilihat dari neraca impor mungkin barang konsumsi itu proporsinya hanya 10-15 persen. Namun demikian ternyata itu cukup mengganggu produk atau produsen di dalam negeri," kata dia.
Bahkan, tak bisa dipungkiri kalau banyak industri di Tanah Air sampai gulung tikar. Baik itu karena kesalahan manajemen maupun tak mampunya bersaing dengan produk impor.
"Bahkan bapak ibu mungkin mendengar ada beberapa perusahaan yang tutup entah karena miss management, tata kelola perusahaan yang kurang baik dan sebagainya. Tapi ada juga kontribusi dari pemberlakuann SNI secara wajib yang jumlahnya minim sekali," ungkap Andi Rizaldi.
Wajib SNI Minim
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat penerapan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) di Tanah Air paling sedikit dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Bahkan, jumlahnya diperkirakan hanya tak lebih dari 4 persen.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi mengatakan saat ini jumlah SNI yang berkaitan dengan produk manufaktur tercatat sebanyak 5.000 SNI. Sementara, Badan Standardisasi Nasional (BSN) melayani sertifikasi standar atas 12.000-15.000 SNI.
"Nah dari 12.000 atau 15.000 itu yang terkait langsung dengan standardisasi produk manufaktur mungkin hanya sekitar 5.000 atau mungkin sepertiganya lah dari standar nasional yang ada," kata Andi dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian Pemberlakuan Standardisasi Secara Wajib, di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Rinciannya, ada 5.365 SNI di bidang industri dengan sebaran 43 persen di sektor metode uji, istilah definisi, dan ukuran. 36 persen di sektor produk atau barang jadi. Serta, 21 persen lainnya di sektor bahan baku.
Advertisement
Indonesia Kalah dari China
Dia melihat kondisi lain, yakni soal kebijakan wajib standar nasional pada produk-produk manufaktur Indonesia. Tercatat, hanya ada 130 SNI yang wajib dilaksanakan oleh pelaku industri.
"Ternyata Indonesia ini dibandingkan negara-negara ASEAN paling sedikit memberlakukan SNI wajib. Jadi dari 5.000 itu mungkin hanya sekitar, kalau 500 10 persen ya, ini gak nyampe 10 persen, mungkin hanya 4 atau 3 persen, yaitu hanya 130 SNI yang diwajibkan," bebernya.
Bahkan, Indonesia menjadi negara yang paling sedikit mewajibkan produk manufaktur mengantongi standar dibandingkan negara lain.
"Nah sementara negara tetangga yang lain, Vietnam, Thailand, Malaysia apalagi China itu jumlah standar yang sudah diwajibkannya itu lebih banyak lagi," ungkap Andi.