Liputan6.com, Jakarta Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) dari Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) di Polbangtan Bogor melaksanakan evaluasi Program Pompanisasi di Desa Lumpang dan Desa Jagabita, belum lama ini, sebagai bagian dari Program Pengembangan Pertanian Air Terkendali [PAT] yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian RI.
Program tersebut bertujuan membantu petani mengatasi masalah irigasi, terutama pada musim kemarau, dengan menggunakan pompa air sebagai solusi, khususnya di Desa Lumpang dan Jagabita di Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Baca Juga
Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman senantiasa mengingatkan bahwa pompanisasi merupakan solusi cepat dalam memperluas areal tanam di saat kekeringan panjang akibat gelombang panas dunia.
Advertisement
Â
"Pompanisasi sudah kita didistribusikan secara merata, kini saatnya kita bekerja meningkatkan indeks pertanaman, dari satu kali menjadi tiga kali dalam setahun. Dengan begitu, kita bisa pastikan mampu mencapai swasembada hingga lumbung pangan dunia," katanya dikutip Rabu (16/10/2024).
Senada hal itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) Idha Widi Arsanti berharap petani dapat memanfaatkan program dengan baik, untuk meningkatkan produksi padi nasional.
Tim Monev yang dipimpin oleh Wasissa Titi Ilhami dan Fita Dwi Untari mengevaluasi penggunaan pompa air yang diserahkan kepada kelompok tani [Poktan] di kedua desa.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pompa bantuan dari Kementan telah dimanfaatkan dengan baik, meskipun beberapa kendala masih perlu diatasi.
Di Desa Lumpang, Poktan Cilangkap 1 yang dipimpin oleh Sukron menerima satu unit pompa air dari Kementan. Pompa tersebut berhasil menyelamatkan 5.000 m² lahan sawah dari ancaman kekeringan, dengan luas total lahan tanam mencapai 15.000 m².
Â
Penggunaan Pompa
Penggunaan pompa memerlukan sekitar enam hingga tujuh liter bensin untuk operasional selama 10 jam, dengan biaya sekitar Rp60 ribu hingga Rp72 ribu per hari.
Meskipun lahan di Desa Lumpang tidak mengalami kekeringan yang signifikan pada musim tanam pertama dan kedua, pompa air tetap digunakan untuk memastikan lahan sawah tetap produktif.
Kendati demikian, jarak lahan yang jauh dari sumber air menjadi tantangan, sehingga petani membutuhkan tambahan selang untuk mengalirkan air secara optimal.
"Pompa sangat membantu, terutama untuk menyelamatkan lahan kami dari kekeringan. Kami masih memerlukan selang lebih panjang agar air bisa menjangkau seluruh sawah," kata Sukron, Ketua Poktan Cilangkap 1.
Sementara itu, di Desa Jagabita, Poktan Leles yang dipimpin Ahmad Gozali juga menerima satu unit pompa air dari Kementan. Kondisinya lebih menantang dengan kekeringan pada musim tanam pertama dan kedua.
Â
Advertisement
Dampak Kekeringan
Dampak kekeringan mengakibatkan penurunan hasil panen, dengan hanya 70% hasil pada tanam pertama dan 50% pada tanam kedua.
Pompa di Desa Jagabita digunakan menyelamatkan 5.000 m² lahan sawah, dengan konsumsi bensin sekitar lima liter untuk operasional enam jam, biaya operasional Rp60 ribu per hari. Sama seperti di Desa Lumpang, kendala utama adalah jarak lahan jauh dari sumber air, sehingga petani juga memerlukan tambahan selang.
"Kami sangat terbantu dengan adanya pompa, tapi lahan yang jauh dari sumber air masih memerlukan upaya ekstra agar lahan bisa diairi dengan baik," kata Ahmad Gozali.
Direktur Polbangtan Bogor, Yoyon Haryanto mengatakan untuk mengatasi keterbatasan dalam menjangkau seluruh lahan, petani di kedua desa menggunakan pompa air pribadi secara swadaya.
"Dengan rencana tanam kembali pada Oktober di Desa Lumpang dan November di Desa Jagabita, pompanisasi diharapkan terus mendukung peningkatan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan di kedua desa," katanya.
Polbangtan Bogor, kata Yoyon Haryanto, berkomitmen untuk terus mendampingi para petani dalam program ini, sehingga pompa air dapat digunakan secara optimal dan lahan pertanian tetap produktif sepanjang tahun.