Sukses

BI Prediksi Pertumbuan Ekonomi Dunia 3,2 Persen, Ini Alasannya

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 cenderung melambat di kisaran 3,2 persen.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 cenderung melambat di kisaran 3,2 persen. Pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kebijakan moneter negara maju.

"Di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi dunia pada 2024 diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen dengan kecenderungan melambat," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Oktober 2024, di Gedung BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dipengaruhi oleh ketidakpastian pasar keuangan global yang kembali meningkat di tengah konvergensi kebijakan moneter negara maju. Di sisi lain, ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong ketidakpastian pasar keuangan global.

Selanjutnya, inflasi global saat ini cenderung menunjukkan tren penurunan, sehingga mendorong konvergensi pelonggaran kebijakan moneter, khususnya di negara maju.

Lebih lanjut, Perry menyampaikan bahwa di Amerika Serikat, rilis terbaru tingkat pengangguran menunjukkan perbaikan di tengah prospek inflasi yang lebih rendah, sehingga mendorong ekspektasi pelaku pasar terhadap penurunan Fed Fund Rate yang lebih cepat dari perkiraan semula.

"Hal tersebut menyebabkan kenaikan yield US Treasury tenor 2 tahun dan 10 tahun, serta penguatan indeks dolar Amerika Serikat terhadap mata uang utama (DXY)," ujarnya.

Tren Penurunan Suku Bunga

Ke depan, tren penurunan suku bunga kebijakan di negara maju, khususnya Amerika Serikat, diperkirakan akan terus berlanjut, meskipun dinamika ketegangan geopolitik perlu terus dicermati.

"Perkembangan ini memerlukan kehati-hatian dalam merumuskan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan global, termasuk mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas nilai tukar guna menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik," pungkasnya.

2 dari 2 halaman

Prabowo Subianto Bidik Pertumbuhan Ekonomi 8%, Bisa Didorong Lewat Cara Ini

Presiden terpilih, Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi meningkat hingga 8 persen di masa pemerintahannya. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang bahwa percepatan transisi energi melalui pengembangan energi terbarukan dapat mendukung  pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen tersebut. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengungkapkan untuk memenuhi komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Persetujuan Paris demi mitigasi kenaikan suhu bumi di 1,5 derajat Celcius, maka percepatan transisi energi sangat diperlukan. Menurutnya, peluang pertumbuhan ekonomi dari transisi energi dapat dicapai melalui tiga jalur pengembangan energi terbarukan. 

“Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan transisi energi, dapat dilakukan dengan, pertama, diversifikasi industri energi bersih. Pengembangan industri energi terbarukan akan merangsang sektor industri kita dengan menciptakan peluang rantai pasok dan manufaktur energi terbarukan, seperti sel dan modul surya, turbin angin dan komponen mobil listrik dan industri rantai pasoknya. Kedua, pengembangan infrastruktur hijau yang dapat menarik investasi seperti  pembangunan transmisi, jaringan pintar (smart grid), dan penyimpanan energi (energy storage)," kata dia dikutip Kamis (10/10/2024).

"Ketiga, pembangunan ekowisata yang ramah lingkungan, contohnya inisiatif Bali Net Zero Emission (NZE) 2045. Jika berhasil menjadikan Bali sebagai Pulau Energi Terbarukan akan memberikan nilai tambah bagi pariwisata Bali,” lanjut Fabby

Fabby mendorong pemerintah untuk melakukan setidaknya tiga reformasi kebijakan untuk membuka peluang investasi di energi terbarukan.

Pertama, reformasi subsidi energi fosil dan penetapan harga karbon, dengan menghapus subsidi energi fosil yang mendistorsi pasar dan menyulitkan energi terbarukan bersaing dan menetapkan kebijakan harga karbon yang efektif.

Kedua, reformasi pembiayaan infrastruktur, melalui penggunaan instrumen dana publik untuk menarik investasi, dan mengembangkan blended finance dan instrumen pendanaan hijau seperti green bond untuk mendukung proyek energi terbarukan dan efisiensi energi, serta mengoptimalkan dana iklim seperti pemanfaatan pajak karbon (carbon tax)  untuk mendanai transisi energi. Ketiga, membangun kemitraan dan kerja sama internasional.