Sukses

Marak Warung hingga Merchant Tolak Uang Tunai, Bank Indonesia Beri Pesan Ini

Bank Indonesia (BI) menegaskan warung maupun merchant dilarang untuk menolak pembayaran konsumen dengan uang tunai. Ketentuan ini sebagaimana diatur Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia menyatakan setiap orang dilarang menolak menerima rupiah sebagai alat pembayaran di Indonesia. Respons ini seiring maraknya pemanfaatan sistem pembayaran nontunai dengan cara transfer dan QRIS.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P Joewono menegaskan warung maupun merchant dilarang untuk menolak pembayaran konsumen dengan uang tunai. Ketentuan ini sebagaimana diatur Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

"Kita kembali mengulang bahwa sesuai dengan pasal 21 Undang-Undang Mata Uang Nomor 7 Tahun 2011, itu jelas- jelas dinyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai pembayaran di wilayah NKRI, itu poinnya," ujar Doni dalam konferensi pers di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Doni menuturkan, penggunaan uang tunai dan digital Rupiah hanya sebagai alternatif metode pembayaran. Dengan ini, uang tunai Rupiah tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

"Sehingga pada prinsipnya sebenarnya itu kan uang tunai dan non tunai itu cara bayar, tetapi tetap dalam bentuk Rupiah," ujar dia.

Bahkan, Bank Indonesia tetap mencetak uang kartal yang diperuntukkan sebagai alat pembayaran yang sah. Dengan ini, Bank Indonesia melarang warung maupun merchant untuk menolak pembayaran dengan uang tunai.

"Ini sekali lagi  saya tegaskan memang berkali-kali pertanyaaan yang sama,  jadi kita mengharapkan semua merchant tetap menerima uang tunai," tegas Doni.

Bank Indonesia mencatat, transaksi QRIS terus tumbuh pesat sebesar 209,61 persen secara year on year (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta. 

Sementara dari pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,96 persen (yoy) menjadi Rp 1.057,4 triliun.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

2 dari 4 halaman

BI, OJK, BEI Gandeng 8 Bank di Indonesia Hadirkan Central Counterparty

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI), bersama  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi meluncurkan lembaga baru yakni Central Counterparty (CCP) pada Senin, 30 September 2024. 

Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Ketua DK LPS Purbaya Yudhi Sadewa serta Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmojo. Peluncuran tersebut juga dihadiri oleh 8 perusahaan perbankan yang menjadi peserta dan penyetor modal awal CCP.

Gubernur BI, Perry Warjiyo melihat, Indonesia tidak memiliki CCP SBNT secara close out netting sejak krisis keuangan global. Namun, dengan ada CCP, Indonesia kini bisa melakukan pendalaman pasar uang dan valas derivatif dalam negeri. 

"Hari ini insyallah beroperasi CCP SBNT," ujar Perry, dalam Peluncuran Central Counterparty (CCP) yang disiarkan secara daring pada Senin (30/9/2024).

"Dengan CCP SBNT ini Insyaalah, volume derivatif pasar uang dan pasar valas akan melonjak cepat," katanya.

Dengan hadirnya central counterparty, Perry mengungkapkan, risiko transaksi pasar valas dan uang yang OTC menjadi tersentralisasi. 

"Karena tersentralisasi dengan close out netting, maka risiko antar partynya bisa kita minimalkan. Ini menjadi credit risknya yang sangat tinggi," ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga menyampaikan pihaknya mendukung penyertaan modal yang dilakukan oleh delapan bank di Indonesia terhadap PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) sebagai CCP.

 

3 dari 4 halaman

Pembentukan CCP

"Pembentukan CCP di Indonesia tentu adalah salah satu elemen kunci dalam reformasi pasar derivatif yang tidak hanya meningkatkan stabilitas sistem keuangan, menurunkan counterparty risk, tetapi juga membawa transparansi dan efisiensi yang lebih besar. Keberadaan CCP akan memberi manfaat bagi industri jasa keuangan di Indonesia, terutama dalam memitigasi risiko kredit pihak lawan serta meningkatkan efisiensi dalam proses clearing dan penyelesaian transaksi derivatif," tuturnya.

CCP adalah lembaga yang berperan dalam menjalankan kliring dan pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya. CCP ini dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta amanat Financial Stability Board G20 kepada para anggotanya.

8 bank yang menjadi peserta dan penyetor modal awal CCP yaitu Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan Permata dalam CCP ini. Pada Agustus 2024, mereka menyepakati pengembangan Central Counterparty (CCP) di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA).

4 dari 4 halaman

BI Luncurkan Central Counterparty, Apa Itu dan Manfaatnya?

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Donny Hutabarat, mengungkapkan sejumlah manfaat positif dari pembentukan Central Counterparty (CCP).

Donny menjelaskan, CCP merupakan Infrastruktur Pasar Keuangan (IPK) yang menjalankan fungsi kliring sentral dalam transaksi pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA) dengan sekaligus menempatkan dirinya sebagai penjamin di antara para pihak yang melakukan transaksi, dalam rangka memitigasi risiko kegagalan transaksi antar pihak (counterparty risk), risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko karena volatilitas harga pasar (market risk).

"CCP ini akan memitigasi volatilitas pasar, karena CCP ini akan mmebuat risk manajemen di market yang sangat baik, sehingga bisa berperan baik," kata Donny dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Apa Manfaatnya?

Berikut tiga manfaat positif dari pembentukan CCP, pertama, transaksi pasar uang dan pasar valas lebih efisien, sehingga volume transaksi dan likuiditas lebih besar, penentuan suku bunga dan nilai tukar lebih efektif, serta pelaku pasar utama lebih aktif.

Kedua, mendukung efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar Rupiah, juga mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan.

Ketiga, CCP memfasilitasi instrumen lindung nilai (hedging) bagi perbankan dan dunia usaha, para investor, penerbitan SBN Pemerintah, dunia usaha, maupun pembiayaan perekonomian nasional.

 

Â