Sukses

Buruh dan Ojol Terpuruk, Minta Prabowo-Gibran Tak Makin Memperburuk

Ada 62 federasi serikat buruh, 5 konfederasi, dan 3 organisasi ojol yang ikut merumuskan sejumlah kebijakan sektor ketenagakerjaan.

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan organisasi buruh dan ojek online (ojol) berkumpul di Jakarta menyuarakan kegelisahannya selama 10 tahun terakhir. Para kelas pekerja itu meminta pemerintahan baru di bawah komando Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengambil kebijakan yang tepat.

Tercatat, ada sebanyak 62 federasi serikat buruh, 5 konfederasi, dan 3 organisasi ojol yang ikut merumuskan sejumlah kebijakan sektor ketenagakerjaan. Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Rudi HB Daman menegaskan kelompok buruh merasa terpuruk dalam 10 tahun terakhir.

"Pertemuan ini bukan untuk dukung mendukung tetapi semata-mata merumuskan rekomendasi kebijakan bidang ekonomi dan ketenagakerjaan karena 10 tahun terakhir kaum buruh benar-benar terpuruk," ungkap Rudi dalam keterangannya, Rabu (16/10/2024).

Pertemuan itu pun disebut dihadiri oleh Dewan Pakar Prabowo-Gibran. Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat meminta Dewan Pakar Presiden Terpilih mendengar suara buruh.

“Setelah mendengarkan masukan kaum buruh, diharap para peserta bisa berdialog langsung dengan Tim dari Dewn Pakar Presiden Terpilih dengan sebebas-bebasnya, termasuk menyampaikan kergetiran selama 10 tahun terakhir ini," tegasnya.

Pernyataan buruh bertajuk Resolusi Melawai menyoroti perlunya pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Artinya, setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan dampak pada ketenagakerjaan. Dengan begitu maka industrialisasi dan reforma agraria sejati menjadi keharusan untuk dijalankan.

"Salah satu hancurnya industri dalam negeri adalah karena membanjirnya produk asing baik resmi maupun ilegal. Untuk itu Pemerintah baru harus mengevaluasi dan menertibkan semua aturan impor barang konsumsi seperti industri tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, makanan dan minuman serta impor kendaraan listrik dengan mensubsidi orang-orang kaya dengan dana APBN," beber dia.

Dalam Resolusi itu disebutkan bahwa Impor Ilegal juga menjadi penyebab hancurnya industri dalam negeri. Alhasil, semua oknum aparat yang terlibat harus ditindak tegas, baik itu di pelabuhan impor yang resmi dan juga pelabuhan-pelabuhan ilegal.

 

2 dari 3 halaman

Buruh Was-was

Sebelumnya, Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menyebut bahwa PP 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik terhadap Industri Hasil Tembakau secara nyata dapat mematikan keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional.

Dikatakan Sudarto, saat ini ada 143 ribu anggota FSP RTMM-SPSI yang menggantungkan nasibnya pada sektor IHT sebagai tenaga kerja pabrikan.

"Kebijakan ini secara terang-terangan akan mematikan industri hasil tembakau nasional. Ada kurang lebih 226 ribu tenaga kerja anggota organisasi dari industri terkait yang akan terkena dampak dari regulasi tersebut," katanya.

Dirinya menyesalkan karena Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak pernah melibatkan RTMM-SPSI dalam pembahasan pasal tembakau RPP Kesehatan.

"Padahal, produk tembakau adalah produk legal yang diakui negara. Dan sektor IHT juga telah menjadi sumber pendapatan besar bagi negara dan menyerap jutaan tenaga kerja," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Minta Aturan Baru

Oleh karena itu, dirinya meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan aturan produk tembakau dari RPP Kesehatan. Menurutnya, banyaknya larangan terhadap produk tembakau dalam RPP Kesehatan dinilai telah mengkhianati amanah UU Kesehatan yang sama sekali tidak melarang produk tembakau.

Sudarto menilai menilai aturan produk yang telah berlaku saat ini, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) sudah komprehensif mengatur pengendalian produk tembakau.

"Aturan tersebut sebaiknya dipertahankan dan diperkuat implementasinya, bukan diganti tanpa ada evaluasi secara komprehensif," katanya.