Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution/ISEAI Ronny P Sasmita, menilai jumlah Kementerian yang banyak di era Presiden Terpilih Prabowo Subianto dikhawatirkan bisa mendorong korupsi semakin meningkat.
"Dengan semakin agresifnya intervensi pemerintah, maka kerentanan korupsi akan meningkat," kata Ronny kepada Liputan6.com, Jumat (18/10/2024).
Baca Juga
Alhaisil, jika angka korupsi di Indonesia semakin meningkat, maka perekonomian dalam negeri akan sangat berpeluang semakin tidak efisien. Selain itu, angka biaya investasi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) juga akan semakin memburuk.
Advertisement
"Lalu ICOR kita akan semakin memburuk, dan pertumbuhan ekonomi tinggi akan semakin sulit dicapai," ujarnya.
Sebagai informasi, ICOR adalah salah satu parameter yang bisa menunjukkan tingkat efisiensi investasi suatu negara. Jika angka ICOR semakin kecil, maka biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien untuk menghasilkan output tertentu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Undang-Undang Nomor 61 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. UU ini membuat Presiden Terpilih RI periode 2024-2029, Prabowo Subianto bebas menambah jumlah kabinet sesuai kebutuhannya.
Undang-undang (UU) ini diteken Jokowi pada 15 Oktober 2024 atas persetujuan bersama dengan DPR RI. Salah satu pasal diubah yakni, pasal 15 yang mengatur soal kewenangan Presiden menetapkan jumlah kementeriannya.
Dalam UU sebelumnya, Presiden hanya boleh membentuk maksimal 34 Kementerian. Sedangkan dalam UU baru, Presiden dapat membentuk kementerian sesuai dengan kebutuhannya dan tidak dibatasi. Isunya Prabowo akan membentuk lebih dari 40 Kementerian.
Jokowi Teken UU, Prabowo Bebas Tentukan Jumlah Kementerian
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Undang-Undang Nomor 61 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. UU ini membuat Presiden Terpilih RI periode 2024-2029, Prabowo Subianto bebas menambah jumlah kabinet sesuai kebutuhannya.
Adapun Undang-undang (UU) ini diteken Jokowi pada 15 Oktober 2024 atas persetujuan bersama dengan DPR RI. Salah satu pasal diubah yakni, pasal 15 yang mengatur soal kewenangan Presiden menetapkan jumlah kementeriannya.
Dalam UU sebelumnya, Presiden hanya boleh membentuk maksimal 34 kementerian. Sedangkan dalam UU baru, Presiden dapat membentuk kementerian sesuai dengan kebutuhannya dan tidak dibatasi.
"Jumlah keseluruhan kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden," demikian bunyi Pasal 15 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan UU terbaru, Kamis (17/10/2024).
Dalam UU Kementerian Negara yang baru, juga dijelaskan bahwa pembentukan kementerian tersendiri dapat didasarkan pada kebutuhan pemerintahan atau perincian urusan pemerintahan sepanjang memiliki keterkaitan ruang lingkup urusan pemerintahan. Presiden juga berwenang mengubah unsur organisasi sesuai kebutuhan.
"Dalam hal terdapat Undang-Undang yang menuliskan,mencantumkan dan/atau mengatur unsur organisasi, Presiden dapat melakukan perubahan unsur organisasi dimaksud dalam peraturan pelaksanaan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan," bunyi Pasal 9A.
Advertisement
UU Kementerian Negara
UU yang baru juga menghapus ketentuan dalam Pasal 10, mengubah Pasal 25, serta mengubah judul yang ada di BAB VI. Bab tersebut mengatur soal hubungan fungsional kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, dan lembaga pemerintah lainnya.
Selain itu, DPR harus melakukan pengawasan pelaksanaan UU Kementerian Negara. UU ini mulai berlaku sejak diundangkan.
"Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi wajib melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini mulai berlaku berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya," bunyi Pasal II ayat (1).